Mohon tunggu...
Macg Prastio
Macg Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Fakta dan Prinsip dalam Bersosialisasi

10 November 2023   10:16 Diperbarui: 10 November 2023   10:20 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi persahabatan.(how art you today?/Hope Gangloff)

Dalam bersosialisasi dengan orang lain adalah suatu hal yang gampang-gampang sulit. Baik hubungan pertemanan atau hubungan bermasyarakat secara keseluruhan. Dari masyarakat perkotaan sampai masyarakat di pedesaan. Ada hubungan yang begitu akrab sekali, ada yang biasa-biasa saja, dan bahkan ada yang saling membenci. Tergantung tingkat kerumitan masalahnya.

Kita manusia adalah makhluk yang suka bersosialisasi, namun bersosialisasi itu tetap, tapi permasalahan hidup terus berubah sepanjang waktu. Hal itulah yang menyebabkan, mengapa bersosialisasi manusia sekarang terkesan palsu dan formalitas. Tidak ada teori khusus dalam bersosialisasi, terkecuali kita beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Hubungan pertemanan kian merenggang, dan hanya satu atau dua orang saja yang dekat. Hubungan bermasyarakat kian begitu pelik, termakan hoax, SARA, ekonomi, dan krisis identitas dampak dari modernitas yang terus melaju. Lingkungan pertemanan yang baik, setidaknya bisa membantu dan menjaga kualitas hidup seseorang, sehingga dari situ memberikan dampak kepada masyarakat yang lebih luas.

Karena dari lingkungan kecil atau pertemanan yang sehat dapat memberikan dampak yang lebih luas. Penulis ingin fokus pada hubungan pertemanan. Jika kita bisa berbahagia pada lingkungan yang kecil, maka bisa berdampak baik untuk lingkungan yang lebih besar. Seperti apa yang tertulis di atas, tidak ada teori khusus, selain beradaptasi.

Yang harus kita pahami bahwa, semua orang punya beban kehidupan. Baik keluarga, sahabat, atau orang yang kita temui di jalanan. Beradaptasi artinya, dalam hubungan pertemanan pasti kita mempunyai prinsip yang kita pegang. Namun prinsip-prinsip itu kerap berbenturan, inilah mengapa kita tidak bisa memaksa realitas untuk tunduk pada prinsip kita.

Hanya ada dua kemungkinan, kita keluar dari lingkungan itu atau melonggarkan prinsip kita pada fakta. Kebanyakan orang akan keluar dari lingkungan tersebut, saya pikir ini juga pilihan yang baik, mengingat kehidupan kita sudah banyak tekanan hidup, tentu kita mencari orang yang mau mendengarkan kita. Tapi bagaimana, jika itu berada pada lingkungan kantor atau organisasi-organisasi, tidak ada cara lain selain beradaptasi.

Kita tidak berhak untuk menyalahkan keadaan karena itu adalah fakta yang harus kita terima. Orang membenci pemikiran kita, ingin membungkam kita, menganggap kita rendah, semua pendapat kita adalah salah di mata dia, dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah mutlak dan pasti, kita harus terima dan menjalaninya. Pergi atau menetap pada lingkungan itu, merupakan persoalan lain.

Bukan soal berbeda pendapat, karena perbedaan pendapat itu adalah tanda bahwa kita semakin dewasa. Kita harus menghargai perbedaan pendapat, kita berhak pergi atau meninggalkan diskusi atau tongkrongan. Jika kita sudah mengerti dan memahami pendapat mereka, namun tidak dengan kebalikannya, sudah pasti tidak akan ada jalan keluar. Itu lebih melibatkan niat atau emosional daripada pikiran.  

Contoh yang bisa kita ambil adalah persahabatan Ir. Soekarno dan Drs. Muhamad Hatta. Mereka yang dalam sejarahnya sering berbeda pendapat dan sering berdebat artinya berantem secara intelektual. Namun mereka tetap bersahabat baik, artinya dalam berdebat perasaan atau emosional mereka  dibuang jauh-jauh. Tapi zaman sekarang berbeda, berdebat artinya berkelahi.

Mau mencari kekurangan dan kelebihan pendapat orang lain atau pendapat kita. Jika dilakukan dalam hubungan pertemanan atau hubungan lainya. Maka bisa menciptakan hubungan yang sehat, namun itu kemungkinan adalah sebuah utopis. Faktor status sosial, pendidikan yang tinggi atau kesuksesan, jabatan, dan kekayaan, adalah pembunuh kebebasan berpendapat. Misalkan dalam pertemanan, ketika seseorang lebih banyak menolong dan banyak berkorban untuk sahabatnya, bukan berarti bahwa, ia yang banyak menolong pendapatnya selalu benar.

Pada kesempatan ini penulis tidak memberikan solusi, namun lebih memberikan fakta-fakta yang ada. Dengan memahami fakta dalam hubungan, mungkin bisa membantu kita untuk beradaptasi dalam hubungan yang sehat maupun hubungan yang terpaksa kita jalani. Dan dengan memahami fakta, kita bisa menjalankan hubungan itu tanpa prinsip kita terganggu.

Fakta pertama, tidak semua orang memahami kita, dan belum tentu apa yang kita pahami adalah sebuah kebenaran. Fakta kedua, kebanyakan orang tak mau memahami buah pikiran kita, namun mereka lebih antusias terhadap niat mereka untuk membungkam kita. Dan fakta ketiga, dipahami orang lain adalah sebuah kebahagiaan, namun ketika bisa dipahami bukanlah sebuah kemutlakkan.

Pada akhirnya yang harus kita terima bahwa, tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar dalam suatu hubungan. Jika bertentangan dengan prinsip kita, bukan berarti yang lain salah. Atau yang lain tidak bertentangan dengan prinsip kita, bukan berarti kita benar. Dan jika prinsip tidak bisa menyatukan kita, maka faktalah yang menjaga dan menstabilkan sebuah hubungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun