Mohon tunggu...
Macg Prastio
Macg Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Hari Pahlawan untuk Melawan Kemiskinan dan Kebodohan

9 November 2023   18:00 Diperbarui: 9 November 2023   18:00 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Tomo. Sumber gambar (Betaria Sarulina/Historia)

Tanggal 10 November adalah tanggal yang penting bagi seluruh masyarakat Indonesia. Diperingati setiap tahunnya untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang gugur di medan perang. Peringatan Hari Pahlawan. Bertujuan untuk mengenang pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1994. Hari Pahlawan tidak hanya sekedar simbol saja, namun bagaimana menanamkan nilai-nilai semangat perjuangan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.

Dengan semangat itulah, Kemensos mengusung tema untuk memperingati Hari Pahlawan. "SEMANGAT PAHLAWAN UNTUK MASA DEPAN BANGSA DALAM MEMERANGI KEMISKINAN DAN KEBODOHAN." Dengan tema tersebut diharapkan masyarakat Indonesia, terutama kaum muda mampu memperjuangkan semangat kepahlawanan dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan.

Memang tugas untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan adalah tugas utama pemerintah, namun kita sebagai masyarakat harus turut terlibat membantu negara dalam mengentaskan kemiskinan dan kebodohan ini. Sebagaimana mempertahankan kehidupan dari penindasan dan penjajahan pada masa lampau. Kini dengan semangat yang sama kita melawan segala bentuk kebodohan dan kemiskinan.

Kemiskinan dan kebodohan bagaikan dua mata uang koin yang selalu berjalan beriringan. Kebodohan menyebabkan kemiskinan, kemiskinan menciptakan kebodohan. Sangat sulit untuk melenyapkan kemiskinan di Indonesia, faktor kepasrahan dan menerima takdir bahwa ia miskin, menjadi penyebab utama dari kemiskinan.

Kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat dan akses pendidikan yang kurang, artinya jika sulit memperbaiki kemiskinan dalam aspek materi, bisa diperbaiki dengan pendidikan. Pendidikan di rumah, di sekolah, di lingkungan masyarakat, seperti di organisasi-organisasi dan masyarakat adat. Pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama, asalkan transparansi dan kejujuran itu tetap dijaga.

Jika kita mau dan didukung pemerintah, maka kemiskinan bisa diberantas. Pertanyaannya sekarang, apakah kualitas pendidikan kita sudah berjalan dengan baik, atau hanya sekedar wacana kosong pemerintah, ataukah pendidikan yang sekarang membutuhkan gebrakan atau terobosan baru yang brilian. Setidaknya jika itu di luar harapan kita, maka kita bisa memulainya dari diri kita sendiri.

Pendidikan merupakan sebagai senjata utama melawan kemiskinan. Karena dengan pikiran dan skil yang baik bisa mengikis kemiskinan secara bertahap. Orang mungkin bisa hidup dan bertahan dalam kemiskinan, namun jika ia terjerat dalam kebodohan sudah pasti ia akan semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan. Bentuk penipuan yang begitu marak terjadi di Indonesia, menuntut untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis kita.

Atau mungkin dengan solusi ekonomi untuk melawan kemiskinan. Disini saya mengutip apa yang dikatakan Guru Gembul dengan sebuah perumpamaan dalam sebuah Podcast di Youtube. Saya pikir ini mungkin bisa menjadi solusi. Apakah mungkin ini sudah diterapkan di Indonesia, atau mungkin di belahan dunia yang lain.   

Dalam suatu kolam ikan, ada ikan besar dan ikan kecil. Jika memberi makan, maka ikan besarlah yang dikasih makanan, sedangkan ikan kecil tidak. Ikan besar dilambangkan sebagai pengusaha, dan ikan kecil dilambangkan sebagai rakyat kecil. Kalau diberi makan hanya ikan kecil saja, sudah pasti dengan sendirinya ikan besar akan memakan ikan kecil itu. Jika makanan yang kita beri dimakan sampai kenyang, oleh ikan besar maka yang remah-remahnya dimakan oleh ikan kecil.

Begitu pula dalam ekonomi, jika pemerintah memberi modal kepada pengusaha dan dikelola oleh mereka, maka mereka akan memperkerjakan rakyat kecil. Dengan begitu bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih luas serta berkurangnya angka pengangguran. Daripada modal tersebut dikasih langsung kepada rakyat, maka akan habis dalam sekejap. Saya pikir ahli ekonomi akan menggelengkan kepala, dengan bantuan langsung pada rakyat ini. Tidak efektif tapi masih terus berjalan, atau mungkin yang dipikirkan, masyarakat tetap senang dan kekuasaan tetap aman.

Kalau kita bicara kemiskinan, mungkin bisa terlihat dengan mata kepala kita. Namun kebodohan itu ada pada semua tingkatan. Dari rakyat biasa sampai di lingkungan pemerintahan. Kebodohan pada masyarakat bekisar pada kurangnya pendidikan. Tapi di tingkat pemerintahan, kadang kebijakan-kebijakan sering tidak masuk akal dan menyengsarakan rakyat.  

Kebodohan pada masyarakat bisa diperbaiki dengan pendidikan dan membaca banyak buku. Tapi jika terjadi pada pemerintahan, bagaimana caranya untuk memperbaikinya. Kebodohan pada pemerintahan, adalah kebodohan yang disengaja. Kebodohan itu, merusak dirinya sendiri, negara dan masyarakat. Apakah dengan penjara bintang lima dan hukuman yang singkat, dapat menyelamatkan mereka dari kebodohan.

Saya percaya bahwa kebodohan bisa diperbaiki oleh pendidikan semenjak dari sekolah dasar. Sebab keputusan-keputusan baik di masyarakat dan pemerintahan dimasa depan, adalah hasil dari pendidikan masa lampau yang baik dan sehat. Pendidikan adalah fondasi paling dasar dan utama. Apa yang kita lihat sekarang terkesan prematur, semuanya mau diperbaiki oleh negara. Sehingga terkesan setengah-setengah dan habis di tengah jalan.

Salah satu cara memberantas kebodohan adalah dengan revolusi mental yang radikal. Saya sudah pernah membahasnya pada artikel sebelumnya "Revolusi Mental yang Radikal dan Minat Membaca di Indonesia." Pendidikan kita jangan hanya sekedar menghafal saja. Pendidikan jangan hanya diterima begitu saja oleh para siswa. Sehingga membuat otak mereka tidak kritis, dan hanya berfungsi sebagai memori penyimpan data saja.

Revolusi mental yang digaungkan oleh presiden Joko Widodo, sekarang hilang entah ke mana. Pelajaran dan nilai moral terkesan membeo atau dipaksakan. Pelajaran hanya di hafalkan lalu hilang di tengah masyarakat. Dan nilai moral hanya di ajarkan dengan kata "jangan" dan "harus". Kita jangan melakukan itu, karena itu dosa. Kita harus menjalankan itu, karena itu baik.

Revolusi mental yang radikal adalah, keberanian untuk keluar dari kurungan dan kenyamanan. Berani mempertanyakan segala sesuatu, baik di lingkungan masyarakat, rumah, dan di sekolah. Mengapa kita harus perbuat baik, mengapa harus ada kebaikan, apakah kebaikan itu bersifat tetap jika zaman berubah, dan apakah kebaikan itu merupakan usaha kita, atau itu jatuh begitu saja dari langit.

Jangan salah dengan mempunyai moral yang baik, di masa depan mungkin ia berpikir dua kali atau lebih untuk melakukan korupsi, jika ia dipercaya memegang jabatan di pemerintahan atau pekerjaan lainnya. Itu bisa terjadi jika ia menemukan nilai moralnya sendiri yang disesuaikan dengan lingkungan. Bukan dengan hukuman dan sanksi yang sama sekali tidak mempan, apalagi hukuman di akhirat.

Sepertinya kebodohan dan kemiskinan hanya bisa diberantas oleh pendidikan. Karena pendidikan bersifat pasti, namun itu tidaklah instan. Semua lapisan dan tingkatan harus berjuang seperti semangat para pahlawan dengan niat dan hati yang tulus. Pendidikan adalah kunci investasi jangka panjang. Ekonomi, sosial, dan budaya, akan terkena imbas akibat pendidikan yang baik dan sehat.

Kita tahu kemiskinan dan kebodohan adalah lingkaran yang terus berulang tanpa terputus. Ingin keluar dari kemiskinan, namun skil dan kebodohan membuntuti. 

Seseorang mungkin berkompeten dan mampu, tapi jika moralnya bobrok, maka tak ada kemajuan. Ingin keluar dari kebodohan, namun kemiskinan hanya untuk perut dan tak cukup untuk pendidikan. Jika ia hanya mempunyai moral yang baik, tapi di satu sisi ia tak punya skil, maka hanya menciptakan pengangguran yang berpotensi menyebabkan tindakan kriminal.  

Dengan semangat pahlawan yang gigih untuk terbebas dari penjajahan. Sekiranya semangat itu tumbuh dan berkembang di era yang sulit ini. Hari Pahlawan, 10 November adalah momen di mana kita bisa merenung dan merefleksikan perjuangan yang terus dipekikkan. Dimulai dari diri sendiri, kelompok, dan masyarakat luas, kita pasti bisa melawan kebodohan dan kemiskinan bersama-sama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun