Mohon tunggu...
Macg Prastio
Macg Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Alfa Male, Sigma Male, dan Maskulinitas

28 Oktober 2023   16:13 Diperbarui: 1 November 2023   13:46 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Maskulinitas. (Sumber: Thinkstock via kompas.com) 

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar tentang sistem hierarki yang ada pada dunia serigala. Mulai dari Alfa sampai Beta, yang kemudian dipakai untuk menjelaskan sifat-sifat atau psikologi manusia. 

Alfa male sebagai seorang dominan yang kuat, sedangkan beta male sebagai orang yang mengikuti pemimpin dan melayaninya.

Semuanya ini mau menjelaskan psikologi manusia, terutama para kaum pria yang ingin mengejar maskulinitasnya. Membahas ini cukup menarik dan mesti kita, atau kaum muda menelaah kembali, agar tidak terjatuh dalam toxcic maskulinitas.

Sistem hierarki yang ada pada dunia serigala, tidak bisa menjelaskan atau mereduksi sifat-sifat semua manusia secara radikal seperti ini. 

Tetapi meskipun demikian, sifat-sifat alfa male sampai beta male, tetap ada pada manusia, namun sulit untuk dipadatkan menjadi utuh. Sifat itu mungkin ada pada manusia, bisa jadi hanya satu saja dari kepribadian alfa male.

Bisa saja orang yang dominan, memilih untuk menjadi beta male. Parahnya, si dominan tadi dengan senang hati mau mengikuti arus dan tenggelam di dalamnya. 

Atau seorang yang tidak dominan dan lemah, menjadikan dirinya seorang alfa male. Ia berusaha mendominasi, melawan arus, kuat, dan lain sebagainya.

Hal positifnya, manusia punya kerinduan dan tak terbatas untuk menjelaskan jati dirinya. Di tengah arus kehidupan yang tak terkendali ini, kemudian manusia mengungkapkan siapa mereka, melalui situasi dan kondisi lingkungan mereka, salah satunya yaitu, kehidupan serigala dan segala macam hierarkinya.

Pembahasaan secara ilmiah tentang hierarki dalam dunia serigala itu ada. Mulai dari, alfa, beta, omega, tapi penjelasan ilmiah tentang keterkaitan alfa, beta, omega dengan sifat-sifat manusia sejauh ini belum ada. Namun penjelasan ini banyak dibahas di media sosial, seperti Youtube, Facebook, dll. 

Ketika alfa, beta, dan omega, belum cukup untuk menjelaskan tentang karakter manusia. Kini muncul istilah serigala penyendiri atau sigma male. 

Sigma male ini, digambarkan sebagai kebalikan dari alfa male, jika alfa male adalah seorang ekstrover, maka sigma male adalah seorang introvert. Tetapi kedua sifat itu memiliki sifat yang mendominasi atau pemimpin.

Namun, alfa male hidup dalam hirarki, sedangkan sigma male, itu bekerja sendirian atau dalam bayang-bayang. 

Entah apa yang dipikirkan tentang ini, apakah manusia melihat fenomena serigala penyendiri, baru mengaitkan dengan sifat-sifat manusia. Ataukah, seorang yang mendominasi dalam bayang-bayang mempunyai karakteristik yang sama dengan seekor serigala penyendiri.

Pembahasan ini kemudian, lebih tepatnya jatuh dalam ranah filosofis. Manusia tidak hanya melulu, mencari jati diri di dalam dirinya saja, namun mampu juga mengadopsi lingkungan, untuk mengisi makna dalam kehidupannya.

Sebagaimana negara Indonesia, mengadopsi burung garuda sebagai karakter bangsanya, dan individu atau secara kelompok juga bebas menentukan, hewan manakah yang sesuai dengan karakter mereka, atau bahkan secara keseluruhan manusia itu sendiri, tanpa ada batas negara, kelompok, atau perorangan. 

Atau mungkin sistem hirarki pada serigala itu secara tidak langsung tanpa kita sadari, sebagai alat atau sarana mengungkapkan kepribadian manusia yang masih misteri.

Sangat berbahaya dan merugikan jika disalah artikan. Jika diadopsi oleh perorangan tentang alfa dan sigma male ini, ya, ini bisa menjadi hal yang merusak, baik orang lain maupun diri sendiri. 

Jika seseorang ingin menjadi alfa male yang mendominasi serta berdiri di atas puncak hirarki, mau mendapat pengakuan secara instan. Jatuhnya akan ada, pembuliaan menindas orang yang lemah secara fisik maupun intelektual dan lain sebagainya yang bersifat merugikan.

Atau jika seseorang yang ingin menjadi sigma male yang berkuasa dalam bayang-bayang, kemudian menjadi penyendiri dan anti sosial. Segala sesuatunya disimpan sendiri, dan dengan keyakinan ia bisa memikul masalahnya sendirian.

Pada akhirnya kita harus menjadi manusia apa adanya saja, tanpa terkotak-kotak oleh suatu sistem. Yang sudah pasti, dan bisa kita akses, adalah kita sebagai manusia yang terlahir apa adanya. 

Hal apa saja yang kita pelajari dari diri kita, apakah sebagai manusia atau sebagai persona. Tidak ada yang menyalahkan, jika kita terlahir sebagai seorang beta male, atau orang biasa. Terlahir sebagai alfa male atau sigma male.

Terlahir sebagai, extrovert, introvert, atau ambivert. Semua itu penting untuk mendukung kita sebagai manusia, namun kemanusiaan kita dan segala keunikannya, berdiri di atas semuanya itu. 

Orang awam mengatakan bahwa, jadi manusia, jadi manusia saja, tanpa harus mendefinisikan kita ke dalam sistem-sistem tertentu, yang sudah pasti membuat kita kelelahan, baik secara fisik maupun mental.

Jadi, gaung Humanisme untuk menjadi diri sendiri, masih sangat relevan untuk saat ini. Saat ini, temukan kemauan dan minat kita, apa adanya yang telah disediakan diri kita. Jalani semua tanpa merasa lemah di hadapan semua realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun