Mohon tunggu...
Sang Santri
Sang Santri Mohon Tunggu... Guru - Santri suka menulis

Menulis sebagai hobi, bermanfaat sebagai harapan, sekses semoga terwujud

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendosa yang Jujur

18 Desember 2020   08:19 Diperbarui: 18 Desember 2020   08:20 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semua berubah, saat negara api menyerang. Gimna?kalian pasti bacanya sambil nyanyi kan.. Ohh tapi jangan salah. Lagu itu bukan sekedar lagu. Lagu ini mengandung pesan menyurat, kalau kita mau membuka kotal pos di depan rumah.

Beruntungnya saya berhasil membuka dan membacanya. Mengetahui tentang serangan nyata yang terrjadi di abad ini. Sejak sang negara api meluncurkan serangan mereka yaitu Teknologi. Semuanya berubah.  

Ehh ehh ini cuma gimick guys. Ya biar seru aja. Tapi perubahan memang terjadi. Apakah seperti negara api yang yang membakar itu??

Salah satu perubahan nya berupa kemudahan membangu koneksi. Dengan mudah si A dari kota jonggol. Bisa terhubung dengan c dari kota wakakanda. Mudah yang mudah ini kadang bisa bikin cerita romatis juga loh. Eh ciye ciye  

Sejak saat itu pula. Para raja-raja muda membentuk komunitasnya masing-masing. Satu dua kesamaan menjadi titik erat komunitas ini. Saling menjaga saling menguatkan.

Semua baik jika dengan 'takaran' yang pas. Adanya komunitas memberi ruang untuk saling tukar cerita dengan hobi masing-masing. Ada diskusi, ada ketertarikan antar satu dan yang lain yang membuat kenyamanannya menjadi sangat.

Namun terkadang muncul penyimpangan- penyimpangan. Ada saja sebuah komunitas yang memang tujuan awalnya lari dari norma yang ada di masyarakat. Mereka tak nurut. Mereka muak dengan orang-orang. Maka dengan koneksi ini terhubunglah mereka dengan yang ingin lari-lari itu. Sama sama mencibir membabi buta sistem norma yang ada. Komunitas menyamankan mereka dengan dukungan. Dan komunitas semakin menambah kemuakan mereka terhadap norma yang mengikat gila. Yang mereka tidak pernah lihat secara mendalam. Maksud sebenarnya dari  norma itu apa?

Sayangnya kadang takaran 'benar' mereka itu tidaklah pas. panduan mereka hanya saling menjaga dan menyamankan. Padahal orang salah jika di nyamankan bisa membuatnya terlena. Bertambah hancur. Tapi si kampret juga gak bisa di salahkan. Karena aqil balighnya itu, yang belum sampai, memang hanya bisa dia gunakan untuk menyamankan orang. Dia tidak tau standar benar.

Inilah problemnya dari perubahan itu. Biasanya kehidupan sosial mengumpulkan satu komunitas heterogen. Macam rupanya dalam satu desa. Rupa ini tak lama setelah berkumpul membentuk sebuah nilai. Yang mengikat menjadi standar kebenaran.

Dari nilai ini, kita akan  wajar menemukan orang hamil diluar nikah menjadi gunjingan. Pak-pak nyengit gak ndue konco(nggak punya teman). Peminum narkoba jadi sampah masyarakat.

Nilai ini mengatur dan menyeimbangkan. Pak kyai / ustadz akan siap sedia sebagai pemberi siraman rohani yang di dengar. Ibu ibu membantu dari sarang dosa halus di kawasan rumpi-rumpi. Golongan tua memantaskan ketuan mereka.

Namun nilaipun rusak dengan komunitas homogen itu. Para yang 'buruk tingkahnya' membangun komunitas dan mewajarkan perbuatan mereka. Bahkan akhir akhir ini komunitas sampah sampah ini malah menjadikannya kebanggaan.

"Oh nggak papa, ya udah saya ngaku kotor. Tapi yang penting saya nggak munafik. Saya jujur". Ucap mereka. Mereka berlindung di balik jujur dan apa adanya. Sifat yang baik memang. Tapi jujur akan keburukan yang ujungnya jadi media promisi pada sifat buruknya, masihkan menjadi baik???

Maka dapatlah kita lihat fenomena ini, menjadikan video-video kejujuran dan kebanggaan akan dosa menjadi primadona dengan jutaan view. Dengan ribuan komentar mendewakan kejujurannya. Menjadikan sang pendosa bertambah bangga dan ingin tampil lagi dan lagi. Dengan kisahnya yang menarik itu. Yang katanya tidak 'munafik' itu.

Pendosa memang tidak boleh dihakimi. Bahkan menamainya sebagai pendosa yang memang berdosa juga termasuk dosa. Maka haruslah mengkasihani. Memandangnya sebagai orang yang perlu ditolong.

Namun pendosa yang berbangga itu perlu penanganan cepat. Bukan karena kita membencinya. tapi ketidaksadarannya akan hal itu bisa juga membelenggu orang lain untuk terbelenggu bersamanya. Bersama di jurang yang sama. Dan akan lebih merepotkan bila mereka bersama disana, Saling menguatkan saling menyamankan yang pada akhirnya membuat jurang itu sebagai rumah yang ingin pula menjerat orang diatasnya.

Inilah dunia medsos kita sekarang. Dibalik kemegahannya ada keruntuhan nilai dan norma kebenaran.  Energi pengikatnyaa juga digerus. Mungkin ini artinya kenapa nabi sempat mendawuhkan

Semua pendosa akan termaafkan. Kecuali orang orang yang melihat2kan dosanya.
Mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun