Mohon tunggu...
Sang Santri
Sang Santri Mohon Tunggu... Guru - Santri suka menulis

Menulis sebagai hobi, bermanfaat sebagai harapan, sekses semoga terwujud

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pro Kontra Profesi Guru

21 November 2018   09:09 Diperbarui: 21 November 2018   15:06 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemudian, melihat waktu yang harus dipenuhi oleh guru. Rasanya akan sangat sulit memikirkan kembali untuk menyelakan waktu bekerja dilain waktu. Tidak semua tempat memberikan pekerjaan paruh waktu. Dan tidak semua tempat juga dengan waktu cuma sekian jam mau memberi gaji yang bisa digunakan menahan perut. Pekerjaanpun butuh ijazah terkadang,. Jika seperti itu haruskan kita berkuliah lagi? sungguh tidal masuk akal.

Pekerjaan seorang guru itu juga tidak mudah. Bagi para mahasiswa pendidikan pasti tahu akan hal ini. Akan butuh perencanaan yang matang jika ingin hasil pengajarannya dirasakan secara maksimal. Guru bukan cuma menyampaikan ilmu. Tapi juga pengarah karakter bagi anak agar masa depannya lebih baik. Membagi waktu hanya akan membuat pematangan itu hilang. Karena selalu berat memikirkan 2 hal berbeda secara bersamaan.

 Dengan semua pertimbangan  yang sudah saya paparkan apakah tetap tidak boleh mengambil beberapa tunjangan agar setidaknya seorang guru dan keluarganya bisa meneruskan hidupnya. Toh uang tersebut adalah alokasi tetap pemerintah, yang jika tidak di ambil akan pindah kekantong yang lain. Yang bisa jadi tidak untuk kesejahteraan masyarakat lagi,  namun untuk kepentingan pribadi. Seperti sekarang yang terjadi ke papah .

Kasus yang sama juga pernah terjadi disekolah saya. Jangan ditanya kalau soal agama, sekolah saya merupakan salah satu sekolah pesantren terbaik dikudus yang sudah melahirkan banyak sekali kyai besar. Semua gurunya yai karena itu. kami memangil mereka yi, tidak pak.. Dulu sekali sekolah kami juga berangkat dari menggeratiskan muridnya. Tidak ada sepeserpun uang yang diterima oleh ustadz.

Hal ini berjalan beberapa lama dan ternyata terdapat banyak masalah ketika ustadz tidak diberikan pesangon. Ada sebagian kelas terkadang kosong dilarenakan ustadz pada waktu itu harus mengurus pekerjaannya dulu. Ada juga yang harus puasa karena mengobankan waktunya untuk sepenuhnya mengajar. 

Ketua yayasan mengetahui masalah-masalah tersebut dan mencoba untuk mengatasinya. Dan jalannya adalah dengan membebani siswa dengan iuran agar bisa diberikan kepada guru kami. Sungguh, saya sangat tidak percaya jika mereka yang sangat paham akan agama tidak tahu bahwa uang yang mereka terima itu membuatnya tergolong sebagai ulama dunia. 

Ada kutipan seorang penulis(maaf saya lupa namanya) yang menurut saya  bisa menyimpulkan paragraf ini. Beliau berkata" kita menyakini bahwa pekerjaan yang kami lakukan adalah sebuah pengabdian. Tapi haruskah kita kelaparan karena melakukan pekerjaan yang kita senangi.? (Kurang lebihnya seperti itu)

Oleh karena itu, menurut saya, apa yang selama ini kita anggap bawa uang akan menyebabkan kita menjadi ulama dunia saya kira kurang tepat. Yang lebih tepat ialah ketika ulama yng mencari cari uang dan dengan uang tersebut lupa akan Allah(condong terhadap harta) itu baru bisa disebut ulama dunia.

Malahan  dalam salah satu cerita, yai bisri saja dalam menulis buku tidak diniatkan untuk linasri ilmi. Namun, diniatkan untuk uang karena beliau menganggap diakhir bisa diganti niatnya. Dan uang jika dibuat nafaqoh istri tidak kalah juga ganjarannya dengan nasrul ilmi. Tuhkan Hehe ternyata nggak sejahat itu uang ya..

Orang yang meninggalkan uang pun tidak kemudian aman 100 persen. Masih tetap ada ancaman lain yang menurut saya lebih berat. Yaitu, sifat takabbur dan bangga diri pada ilmu. Karena selamanya orang takabbur tidak akan masuk surga (seperti apa yang didawuhkan nabi).

Oleh karena itu, Sebenarnya,  yang mengubah segalanya adalah hati kita. Kemana kecondongan hati itu. Disitulah dimana niat kita berada. Dalam bab zuhud dijelaskan bahwa yang perlu di hindari adalah kecondongannya. Bukannya materinya (bukan kaya/uangnya). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun