Mohon tunggu...
Sang Pengelana
Sang Pengelana Mohon Tunggu... -

Berkelana dari waktu ke waktu untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Mengejar impian tak akan pernah berakhir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kritik Saudara dengan Cara Kasar; Kritik Orang Lain dengan Cara Halus

24 November 2016   00:53 Diperbarui: 24 November 2016   01:12 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau dikritik, berarti sayang. Kan saudara.”

Capek deh. 

Saya sih bukannya tidak suka orang mengritik. Saya malah senang ada kritik datang. Itu berarti orang lain peduli. 

Hanya saja, saya tidak menyukai cara dalam menyampaikan kritik. 

Saya ragukan kalau saudara saya memang menyayangi seperti yang dia bilang. 

Bicara dengan rekan sejawat, atau dengan bawahan, malah bertolak belakang. 

Kata “tolong” selalu tidak pernah lepas dari perkataan. 

Beda terhadap saudara. 

Langsung to the point.

“Don, Sini.” (Ampun, tadi suruh tidur, sekarang malah suruh keluar kamar lagi datangi dia. Baru juga membaringkan diri di kasur.)

“Ambilkan piring …. “ (Saya memang anak bungsu di keluarga, tapi bukan berarti saya itu jongos. Kalau Ibu atau Ayah yang menyuruh, tanpa perkataan “tolong” pun tidak masalah, meskipun saya punya teman yang membiasakan mengucapkan “tolong” kepada istri dan anak-anaknya.)

Bahkan kakak saya pun memberikan barang lewat tangan kiri. Meskipun kalau di Amerika atau Eropa, hal ‘tangan kiri’ tidak jadi masalah, namun hal itu menjadi masalah untuk budaya timur yang menganggap tangan kiri itu adalah tangan untuk ‘cebok’ sesudah buang air besar. 

Saya pun tak mau berpanjang lebar, karena tak ada gunanya berdebat dengan saudara. 

Saya hanya berpesan dalam hati (dan juga menyampaikan pesan kepada Anda semua, para pembaca, yang berkenan meluangkan waktu membaca tulisan amatir saya ini) bahwa kepada siapa pun juga, kita seharusnya berbicara sopan. 

Buku pedoman yang digunakan untuk menjadi lebih baik adalah How to Win Friends and Influence People atau dalam versi terjemahan bahasa Indonesia adalah Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain yang ditulis oleh Dale Carnegie

Meskipun begitu, buku utama yang seharusnya menjadi kompas dalam bergaul dengan sesama adalah kitab suci agama kita masing-masing. 

Saya tutup dengan kutipan seorang penulis Indonesia, Ari Irawan Nugroho. Kiranya bisa membuka wawasan. 

Bunyinya :

Sudah menjadi sifat manusia, sukarela memberikan kritik terhadap orang
lain, namun enggan menerima kritik dari orang lain terutama kritik terhadap wataknya.

Balikpapan, 1 November 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun