“Oh, silakan, Don.”
Namun pertanyaan lanjutan yang dia lontarkan adalah pertanyaan klasik yang entah sudah berapa kali dia ucapkan pada saya yaitu “Kapan kawin? Tunggu apa lagi?”
Dan dengan hati-hati, supaya Doni tidak tersinggung, dan dengan gaya ngeles tingkat menengah (maklum, kurang lihai mencari dalih :-)), “Belum sekarang.”
Petuah-petuah pun akhirnya keluar dari mulut Doni.
Saya pun cuma mendiamkan saja.
Tak bersuara.
Karena kalau saya membantah, Doni akan semakin nyerocos terus.
Saya pun pura-pura mendengarkan, menjadi pendengar yang baik.
“Supaya ada teman berbagi,” Doni akhirnya mengakhiri ‘kuliah’.
Saya pun mengiyakan saja.
Tapi, lain waktu, kalau dia bertanya lagi hal yang sama, “Kapan kawin?”