Gempa-Stunami Palu, Donggala dan sekitarnya Jum'at 28 September 2018 mengingatkan kembali memori kejadian Gempa-Stunami Aceh 26 Desember 2004 dan gempa Padang 30 September 2009.
Turut menjadi relawan di Aceh pada masa tanggab darurat. Dan menjadi relawan pada gempa Padang masih terpatri bagaimana rasa kehilangan, kegoncangan yang dialami korban gempa dan stunami. Â
Duka, tangis dan jeritan kehilangan orang yang dicintai, keluarga, anak, istri suami dan kehancuran rumah, kendaraan dan tetangga.
Ketika menyelamatkan diri, berdesakan, pakaian hanya ada dibadan, uang tidak seberapa, toko tutup, lampu mati, belum jelas tempat mengungsi, perut lapar, anak menangis.
Luka yang masih perih, darah mengalir, pertolongan belum ada. Semua berpadu dalam hati dan pikiran. Yang penting selamat dulu.
Relawan datang dengan segala kemampuan dan keikhlasan. Mengevakuasi dengan telaten mayat yang masih ada direruntuhan, memasukkan dalam kantong jenazah. Menshalatkan, menguburkan dengan layak.
Merawat korban luka. Membuat dapur umum. Penanganan panik pegungsi. Mengkoordinir rekan-rekan relawan, memanfaatkan peralatan yang masih bisa digunakan untuk evakuasi.
Miris dan menjengkelkan tentang apa yang menjadi pernyataan Para Menteri Kabinet Kerja Jokowi dan Yusuf Kalla di berbagai media. Baik televisi, cetak maupun online. Bersuara dan menyatakan banyak hal.
Pemerintah Izinkan Warga Palu "Menjarah" Minimarket, minggu, 30 September 2018 rmol.
Korban Gempa Palu Boleh Ambil Barang di Minimarket, minggu, 30 September 2018 kompas
Kapolri Sebut Masyarakat Palu Bukan Menjarah, tapi Kelaparan, senin, 1 Oktober 2018 cnnindonesia
Apakah tidak mau belajar menggunakan akal budi, nurani, empati, kekuasaan dan wewenang, anggaran dan seluruh apa yang memungkinkan untuk penanggulangan bencana yang menimpa saudara sebangsa Indonesia dengan empati dan respon cepat.
Pemerintahan turki, AS dan negara lainnya datang dengan logistik, beserta tim ahli yang siap berjibaku membantu korban gempa-stunami Palu, Donggala dan sekitarnya. Sedangkan para menteri semestinya bersikap empati, melakukan respon cepat.
Empati dari pemimpin mampu menyembuhkan luka korban. Kehadiran, ucapan dan tindakan dari wewenang dengan segenap aturan yang telah ada mendukung aksi tanggap darurat untuk penanggulangan bencana.
Respon cepat lewat koordinasi antar lembaga dan kementerian dalam satu perintah adalah bentuk keniscayaan pemimpin republik Indonesia ini yang telah diberi amanah dan tanggungjawab selama 4 tahun.
Soal hoax dan penangkapan rakyat yang mengunggah dan membuat status adalah perkara lain. Sebab gempa-stunami Palu berangkai dari apa yang telah diperbuat oleh pemerintah di gempa Lombok NTB.
Kecewa, sedih dan marah adalah bagian dari evaluasi diri, kinerja dan aksi pemerintahan Jokowi. Bukan mengumbar kata, kebijakan serampangan tentang apa yang menjadi tragedi anak bangsa Indonesia.
Belajarlah kepada relawan pak menteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H