Teringat tentang rumah gadang di setiap nagari di Minangkabau, Popinsi Sumatera Barat. Terdapat sebuah bangunan dengan memiliki empat kaki. Berjendela diatas, memiliki gonjong dua, berdiri diatas sandi batu. Menyambut siapapun yang datang bertamu ke rumah gadang.
Terletak didepan rumah gadang, ada sepasang dan terkadang dua pasang. Bagunan tersebut bernama rangkiang atau lumbuang, begitu sebutan masyarakat minang. Di beberapa daerah memiliki ciri khas dan nama tersendiri berserta kegunaan masing-masing..
Pengelolaan BPJS Kesehatan & BPJS Ketenagakerjaan seperti mengelola lumbuang rumah gadang. Ia adalah sistem dan simbol proteksi ekonomi, sosial sekaligus bagi anggota suku, tamu dan mayarakat nagari.
BPJS Kesehatan adalah  sistem dan simbol proteksi kesehatan masyarakat. BPJS Ketenagakerjaan bagian tak terpisahkan sebagai system dan symbol perlindungan tenaga kerja. Keduanya Lahir dari UU Sistem Jaminan Sosial Nasional diakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Tata kelola keuangan BPJS adalah Badan Hukum Publik, bercirikan gotong royong. BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan memiliki program spesifik, saling melengkapi. Sumber keuangan berasal dari iuran pemeritah untuk masyarakat miskin, iuran peserta mandiri, yakni masyarakat Indonesia keseluruhan. Masyarakat yang bekerja membayar iuran peserta bagi BPJS Ketenagakerjaan, baik menerima upah tetap, atau tidak.
Dari hasil pengelolaan aset kaum, ditetapkan oleh niniak mamak beberapa jumlah padi, rupiah emas dan sumber keuangan lainnya untuk mengisi lumbuang. Masing-masing lumbung memberikan kontribusi sebagai proteksi bagi siapapun.
Anak kemenakan memiliki kewajiban sebagais anggota suku, ikut serta mengisi lumbuang. Sebagai bentuk partisipasi aktif yang bagian tak terpisahkan warga kaum. Bila terjadi kekurangan isi lumbuang, niniak mamak mengambil kebijakan untuk mengisi, termasuk peran anak kemenakan. Keputusan ini diambil berdasarkan musyawarah bersama untuk menyelamatkan lumbuang sebagai symbol proteksi ekonomi dan sosial suku.
Dr. Chazali H Situmorang menyampaikan dalam tulisannya di Jurnalsosialsecurity.com tentang keberadaan keuangan BPJS Kesehatan dengan frasa; defisit, bleeding (berdarah-darah). mismatch (salah kelola). Sebagai sebuah evaluasi 1.000 kehadiran BPJS Kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Defisit sampai IDR 6,8 Trilyun. Â (6/10/2016)
Penyelesaian persoalan ini dipulangkan kepada pemerintah sebagai Niniak mamak meletakkan undang undang. Â Pilihan adalah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) berjumlah 6,8 Trilyun, atau mengajak Pemda ikut rembuk menyelesaikan persoalan ini.
PMN meminggirkan ketetapan UU dan Badah Hukum Publik pengelolaan BPJS Kesehatan. Bila menggunakan PMN maka BPJS kembali menjadi Badan Usaha Publik bidang kesehatan yang mengikuti sistem bisnis asuransi mencari laba, dan menghindari bangrkut.
Keterlibatan Pemda sebagai pembayar iuran masyarakat miskin untuk menutupi pendarahaan BPJS Kesehatan adalah upaya mengalihkan tanggungjawab Pemerintah Pusat. Penyelesaian kasus kekurangan iuran dapat menggunakan skema lain, berupa kebijakan Presiden.
Bundo kanduang sebagai pengelola dan pengatur keluar masuk, dalam hal ini adalah Direksi BPJS Kesehatan. Melakukan perbaikan kinerja, akuntabilitas dan transparansi tentang kelolaan dana iuran peserta, baik berupa sosialisasi tematik, advokasi dan laporan bagaimana penyaluran dana kepada penerima manfaat dan masyarakat.
Urang sumando adalah team ahli memaksimalkan potensi yang ada, mereka adalah investor, pengusaha yang mengelola aset Negara, ikut bergotong royong dengan memberikan bantuan. Dengan menyertakan seluruh pekerja dan membayarkan iuran secara berkelanjutan.
Anak laki laki merantau sebagai duta sekaligus pengelola aset di kaum lain. Dalam konteks keuangan BPJS Kesehatan mereka adalah orang-orang yang bekerja diluar negeri, membala pulang dan ikut mengisi lumbuang BPJS Kesehatan dan ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Penyelesaian ini, sebaiknya mengikuti falsafah gotong royong, setiap elemen ikut terlibat secara aktif dan tidak melanggar aturan. Bila terdapat aturan yang berpotensi menghambat, pilihan terbaik adalah mengganti aturan tersebut, berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia.
Sedangkan kita sebagai masyarakat Indonesia, ikut membantu dengan membayar iuran secara rutin, mengajak yang belum menjadi peserta dalam program dua lumbuang rumah gadang Negara BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sebab keduanya adalah bagian tidak terpisahkan. Bila telah bangkut keduanya, mestikah kita sebagai bangsa mengemis dan menghutang ke Negara lain.
Memberikan evaluasi dan solusi bagi seluruh proses penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang sedang deficit, berdarah-darah dan salah kelola. Bila tidak kita dengan senang hati menyakiti hati bundo kanduang.
Sebab Indonesia adalah mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam hidup bernegara dan berbangsa. Jangan Ibu Pertiwi marah dan mengutuk anak bangsa masyarakat Indonesia dengan penderitaan dan nestapa, karena tak tahu berbakti!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H