Membaca beberapa artikel pemberitaan dari Sumatera Barat, tentang kesepakatan pemegang saham menjadikan Bank Nagari menjadi bersistem keuangan syariah adalah kemajuan berarti. Beberapa praktisi dan penggiat telah menunggu keberanian pemegang saham pengendali, terutama Bupati, Walikota dan Gubernur untuk bersepakat mengikuti jejak BPD Aceh dan NTB.Â
Beberapa teman dan sahabat, terutama beberapa karyatan Bank Nagari merasa lega dan bahagia. Sebab ada harapan untuk bekerja lebih damai dan tenang dalam hati. Namun, tidak sedikit yang masih pesimis dan mempertanyakan persoalan ini. Bagi penulis cukup menjadi tantangan bagi Direksi dan juga seluruh awak Bank Nagari menunjukkan kinerja terbaik setelah hijrah finansial.
Secara sederhana, tata kelola keuangan syariah memberikan ruang bagi pengelola untuk tidak dipaksa dengan angka pasti memberikan imbal hasil atas simpanan. Bila akadnya adalah wadiah, atau titipan, maka ia menjadi seperti barang. Sedangkan akad musyarakah atau kerjasama, ada klausal kerjasama tentang sama berbagi resiko dan keuntungan.Â
Sedangkan pada sisi nasabah, maka hal ini memastikan bahwa keuangan Bank Nagari memang melekat dengan pertumbuhan produk dan jasa. Tanpa lagi melakukan perjanjian utang beserta bunga. Tentu ini lebih melegakan. Sedangkan dalam sisi internal, setidak ada beberapa tantangan untuk sampai pada kenyataan seluruh operasional keseluruhan hijrah sempurna.Â
Pertama, Upgrading keterampilan dan keilmuan karyawan Bank Nagari Syariah. Hal ini telah dimulai dari berbagai pelatihan demi pelatihan. Terakhir sepengetahuan penulis kenal dengan beberapa karyawan Bank Nagari. Telah mengikuti berbagai pelatihan demi pelatihan.
Dan secara sistem, sebab saat ini bank mesti tersambung dengan sistem OJK dan BI. Ada proses shiffing sistem, sesuai dengan akad-akad yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah. Hal ini sindikasi akad atau perjanjian. Bagi nasabah baru, hal ini tentu amat memudahkan Bank Nagari untuk melakukan akad awal, seperti murabahah (jual beli barang). Contoh, pembelian kendaraan motor, rumah. Tentunya bekerjasama dengan pihak ketiga.
Sedangkan pada sisi nasabah lama, hal ini perlu pembaruan akad atau perjanjian. Terutama yang terikat kredit puluhan tahun. Hal ini butuh negosiasi ulang dan juga perbaikan perjanjian yang mengubah kepada perjanjian baru sesuai dengan kaidah keuangan syariah.
Memang yang tersulit dalam proses transformasi sebuah organisasi adalah faktor kepemimpinan dan kesiapan internal karyawan. Sebab akan banyak mengubah kebiasaan, juga mengubah bentuk rupa Bank Nagari, apakah nanti akan berubah nama, atau meubah tagline semata. Hal ini tentunya praktisi dari bidang merek lebih memahami. Dan biasanya akan dilakukan survey oleh pihak ketiga yang khusus untuk itu.
Tantangan terberat adalah edukasi dan sosialisasi terhadap nasabah dan masyarakat. Sebab secara realitas, ada image kurang baik tentang praktek perbankan syariah. Terkait beberapa hal, bila sebelumnya nasabah peminjam meninggal dunia, maka akan dicover oleh asuransi. Sedangkan pada pinjaman sistem keuangan syariah, tidak ada. Sebab menjadi warisan bagi pewaris untuk menyelesaikan utang.
Tantangan ini mebutuhkan kalaborasi dengan pihak akademik yang focus melahirkan SDM keuangan syariah. Untuk wilayah Sumatera Barat, ada Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam (FEBI) UIN Imom Bonjol, FEBI IAIN Bukittinggi, FEBI IAIN Batusangkar, dan beberapa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah. Wilayah ini menjadi bagian dari pendidikan bagi literasi keuangan syariah.
Apresiasi atas transformasi Bank Nagari menjadi bersistem keuangan syariah datang dari berbagai kalangan. Diantaranya dari Majlis Ulama Indonesia Sumatera Barat. Hal ini tentu menambah motivasi Direksi dan seluruh karyawan bersama-sama untuk lebih baik sebelum bersistem keuangan syariah.