Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fiskal dan Moneter: Hulu yang Sama, Muara Kok Beda?

16 Agustus 2016   00:15 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:28 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan Tax Amnesty (pengampunan pajak) adalah langkah taktis pemerintahan Indonesia dibawah komando Presiden Republik Indonesia untuk mendapatkan cash money (uang cas). Kebijakan ini diharapkan mampu menambah kemampuan fiskal untuk membangun berbagai proyek infrastruktur. Mulai dari tol laut, kereta api trans sumatera, sulawesi, papua, dan beberapa proyek lainnya.

Pajak adalah pendapatan dari berbagai aktivitas usaha masyarakat dan perusahaan yang dipayungi oleh undang-undang. Uang cas yang mengalir kedalam APBN republik ini. Ini adalah bentuk kepatuhan dan kesadaran menjadi warga negara Indonesia. Kebijakan pengampunan pajak adalah ruang untuk menciptakan kesadaran baru dan kepatuhan baru dengan pengecualian.

Membangun dengan skema hutang, adalah menggantungkan perkembangan ekonomi sektor riil dalam pemerasan puluhan tahun dengan skema bunga tetap. Hal ini terbentang dari sabang sampai merueke. Bunga hutang dan pokok hutang terus bertambah dan terasa amat sulit untuk menuju grafik turun.

Disisi lain, terbangnya uang masyarakat dan pemerintah dalam neraca perdagangan lewat berbagai komoditi, produk, jasa lebih besar dari pada uang masuk lewat kemampuan komoditi, produk dan jasa yang keluar dari Indonesia. Untuk melihatnya secara kasat mata, teramat mudah dengan melihat pergerakan ekspor dan import.

Sedangkan dalam sektor moneter, perputaran dapat dilihat dari berbagai instrumen di pasar uang dan modal. Pergerakan surat-surat berharga yang diperdagangkan oleh emiten di lantai bursa. Semua adalah angka-angka yang fantastis. Pergerakan yang mudah masuk dan juga mudah keluar. Dampaknya terlihat dalam pergerakan rupiah terhadap dolar. Sedangkan skema pajak untuk transaksi ini adalah transaksi angin. Dimana tidak berlandaskan uang riil dari pergerakan barang. Dominasi ini terlalu kuat untuk menggoncang keuangan negara.

Membuka kembali buku pengantar ekonomi makro dan mikro yang menjadi buku wajib para sarjana ekonomi. Terlihat bahwa proses penciptaan uang dan sistem uang dalam sektor moneter berulang dan terus berulang sampai jumlahnya berlipat-lipat. Sedangkan uang fiskalnya tetap sama. 

Kebijakan bunga rendah dibawah dua digit, ibarat angin yang tidak berhembus kencang. Namun sepoi-sepoi membawa pelaku usaha dalam peniduran panjang untuk dihisap perlahan oleh perbankan. Dari bunga pinjaman, pemerintah mendapatkan pajak bunga. Dari produk pemerintah mendapatkan pajak penambahan nilai, dari gaji karyawan pemerintah mendapatkan pajak penghasilan, dari keuntungan usaha pemerintah mendapatkan pajak.

Namun, ada kecerdikan pengusaha kecil, pengusaha besar untuk tidak terkena aneka pajak, hal ini bisa ditelusuri dalam laporan keuangan real team. Dana yang tidak terkena pajak ini sebagian besar disimpan dan dikembangkan di berbagai industri keuangan dan bisnis luar negri. Kekayaan ini lah yang menjadi sebab untuk dipulangkan dengan mengeluarkan pengampunan pajak. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing rupiah dalam sisi moneter tetap diperbiarkan menurut selera pasar terbuka. Untuk sisi rupiah dalam fiskal ditelusuri kemanapun perginya.

Untuk menggerakkan uang fiskal dalam sektor riil, memang butuh keberanian kementrian perekonomian dan mentri keuangan Sri Mulyani untuk terus menurunkan acuan suku bunga bank Indonesia sampai pada level 5 persen. Kemudian meningkatkan pajak dari berbagai komponen sektor moneter. Dan pilihan pahit adalah memotong dua atau tiga angka dibelakang. Hal ini menjadikan posisi rupiah lebih kuat berbanding dengan dollar dan mata uang negara lainnya.

Namun, apa daya tali hutang telah terlalu banyak melilit tubuh negara ini, yang setiap saat ditarik oleh pemilik hutang. Dan setiap hutang membawa konsekwensi berbagai kebijakan turunan.

Diambang 71 tahun merdeka, ternyata kita belum merdeka secara ekonomi. Untuk menghidupi negara kita sendiri mesti terus bergelayut dengan hutang berbentuk Surat Hutang Negara untuk sekedar membangun proyek demi proyek yang sebagian dikorupsi secara legal dan bersama-sama.

Merdeka secara ekonomi itu, mesti melakukan puasa berhutang ala kapitalisme liberal dengan memadukan antara fiskal dengan monerer bak sepasang keping uang yang saling melengkapi dan tidak saling bermasam muka berbeda muara dari hulu yang sama. Apakah kita mampu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun