Sedangkan bagi pekerja buruh. Ini adalah jawaban untuk dapat melangsungkan kehidupan. Kehidupan yang mesti terus dijalani. Ketersediaan usaha, pekerjaan terutama masyarakat berpendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi yang dilahirkan oleh perguruan tinggi mutlak ada. Sebagian besar terserab dalam dunia industri. Sedangkan pemerintah daerah mendapatkan PAD baru dari berbagai elemen pajak.
Bila telah banyak orang di satu kawasan, kebutuhan meningkat, termasuk keinginan. Polemik terbesar adalah membangun hubungan harmoni berkeadilan antara Pengusaha dengan buruh dengan diskusi alat tentang skema gaji yang umum disebut dengan Upah Minimum Regional atau Daerah. Di satu sisi pemerintah menjadi bagian pengambil kebijakan untuk keberlangsungan kawasan ekonomi. Sedangkan masyarakat bisa menikmati cipratan ekonomi.
Maka dalam kawasan ekonomi industri, kita akan melihat berbagai jenis usaha tumbuh berkembang di tengah masyarakat. Di antaranya kontrakan untuk pekerja yang berasal dari luar daerah, baik untuk individu maupun yang telah memiliki keluarga. Selanjutnya pasar yang menyediakan berbagai keperluan.
Namun, ironi berkeadilan dalam hubungan segi empat ini teramat jauh. Penelisikan dapat dilihat dari pergerakan cash flow pajak yang diterima oleh pemerintah daerah, provinsi, sampai pusat. Struktur perpajakan ini bisa dilokalisasi untuk kebutuhan dasar masyarakat pekerja atau buruh. Pertama untuk kepentingan perumahan murah bagi buruh. Hal ini bagian pekerjaan BUMN Perumahan Rakyat di bawah kementerian tenaga kerja. Skema yang mungkin dihadirkan adalah rusunawa bagi pekerja.
Kedua, cash flow dari pajak pekerja dan pengusaha dapat dialokasikan untuk kebutuhan sarana publik, berupa ketersediaan infrastruktur jalan, irigasi, transportasi. Kebijakan ini di bawah kementerian perhubungan.
Ketiga, cash flow dari pajak pekerja dan pengusaha dapat dialokasikan untuk pembangunan sarang pendidikan yang mampu memutus siklus kemiskinan pendidikan sebagai tanggung jawab negara mencerdaskan masyarakat Indonesia.
Keempat, masyarakat sekitar dapat menikmati aliran uang dari pekerja dan pengusaha dengan pengembangan kemitraan strategis dalam menghasilkan berbagai produk pendukung dan juga berbagai bidang usaha yang mampu mengurangi kejomplangan ekonomi.
Kelima, perubahan struktur pengupahan dan menjadikan pekerja sebagai mitra strategis dan taktis untuk sama-sama berkembang dengan perusahaan. Mengutip tulisan Hendri Teja dengan judul Revolusi Mental Perburuhan, bahwa cita-cita buruh memiliki saham perusahaan adalah keniscayaan membentuk sistem gotong royong antara pengusaha dan buruh.
Keenam, menghilangkan standardisasi upah minimum dan juga pungutan yang terkadang tidak menjadi bagian dari pembangunan kemanusian di sekitar kawasan ekonomi industri. Hal ini bisa ditelisik dari berbagai dialog terbuka yang melahirkan solusi kalah-kalah antara penguasa dengan serikat buruh.
Ketujuh, tanpa membentuk siklus keadilan ekonomi antara pengusaha dengan pekerja dengan skema bagi hasil dalam kepemilikan saham. Maka pengusaha dan termasuk penguasa daerah akan kehilangan sumber daya ekonomi beruapa cash flow, baik berupa pajak, retribusi, dan pergerakan ekonomi lainnya.
Berkaca dari membangun keadilan di kawasan ekonomi industri. Urun rembuk membentuk pranata undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan lainnya sampai tingkat bupati yang berkeadilan adalah tugas kita selaku.