Sebuah prespektif baru mengelola bisnis dan keuangan Koperasi
Koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa Indonesia indah dalam untaian kata, namun buruk dalam aplikasi perekenomian masyarakat Indonesia. Berkulindan dengan istilah ekonomi kerakyatan yang menjadi pemanis kampanye setiap yang berkehendak untuk mendapatkan amanah kekuasaan Negara lewat demokrasi. Sedangkan dalam praktek system perundang-undangan dan juga peraturan pemerintah yang berjalan jelas berwajah dan berbentuk kapitalis sejati. Entitas ini terlihat dengan mangkalnya perusahaan demi perusahaan dalam 50 besar mengumpulkan laba yang hadir setiap tahun. Kemudian juga yang bisa listing di Bursa Efek Jakarta sebagai pasar modal Indonesia maka kita lihat tak satupun disana Koperasi.
Kehadiran kementrian Kopersi dan UMKM seakan menjadi setitik cahaya yang tidak mampu menjadi penerang untuk berkembangnya koperasi sebagai sebuah system perekenomian masyarakat Indonesia. Perubahan Undang-Undang Koperasi yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi menjadikan Koperasi masih tetap terperangkap dalam budaya lama. Semangat perubahan hanya terlihat dari perubahan logo yang sebelumnya adalah pohon beringin yang memiliki neraga keadilan dan dibalut oleh kapas dan padi. Secara disiplin ilmu manajemen perubahan hal ini sebagai sebuah entitas baru.
Koperasi dalam bahasa Inggris adalah cooperation sedangkan dalam makna keyakinan Islam adalah berjama’ah. Hal ini pernah disampaikan oleh Bung Hatta kepada Ahmad Gazali di Batu Ampar Kab. 50 Kota, Sumatera Barat. Kemudian makna sejati dari Koperasi diselewengkan dengan masuknya system simpan pinjam, hal ini sama dengan rentenir. Perlakuan penghisapan yang dilegalkan oleh Negara dan merusak esensi dari Koperasi itu sendiri.
Pada tulisan kali ini telisik yang ingin diungkapkan adalah mikro Koperasi. Sedangkan persoalan makro Koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa, atau dalam istilah Bapak Dahlan Raharjo dalam tulisan di opini kompas bulan juni 2015 membangun Koperasi adalah wilayah kebijakan. Persoalan mikro koperasi dan tepatnya adalah pengelolaan bisnis dan keuangan Koperasi, yang tidak senyawa dengan dasar lahirnya Koperasi yang digagas oleh Bapak Dr. Muhammad Hatta sebagai kekuatan ekonomi masyarakat Indonesia pada sector riil.
Pendekatan pada Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendekatan pembagian dari keuntungan dari berbagai usaha yang telah dikeluarkan biaya operasional. Sisa Hasil Usaha dinikmati oleh anggota setelah dipertanggungjawabkan dalam Rapat Anggota Tahunan. Alur ini adalah bentuk sistimatika laporan keuangan perusahaan bercirikan kapitalis. Koperasi adalah sintesa dari dua kekuatan ideology yakni kapitalisme dan sosialisme yang berkembang di dunia. Hal ini mempengaruhi bentuk rupa Koperasi yang berkembang di Indonesia sampai saat ini. Kembali pada tataran SHU terutama pada Koperasi simpan pinjam yang masih menerapkan bunga terhadap pinjaman yang menjadi SHU. Inilah praktek rentenir yang dilegalkan dan dinikmati oleh anggota Koperasi.
Hal ini dapat ditelisik dalam Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan Simpanan Sukarela, hal ini senafas dengan model perbankan. Pada esensinya dalam koperasi adalah orang yang melakukan kerjasama atau cooperation terhadap suatu kegiatan ekonomi. Tujuan ini tidak tercapai dalam realitas anggota Koperasi. Sebagai ilustrasi dalam usaha pertanian komoditi padi, Koperasi dan anggota memiliki sawah tidak menjadikan sawah sebagai modal bersama untuk menghasilkan padi dengan prinsip gotong royong, mengerjakan secara bergantian. Namun anggota Koperasi petani dalam model Koperasi simpan pinjam menjadi penyetor modal berupa uang, yang kemudian dikembangkan dengan system pinjaman berbunga bagi anggota.
Kemudian pemerintah dan lembaga keuangan lainnya menyetorkan modal dengan spirit yang sama berupa modal uang yang menjadi modal pinjaman anggota. Inilah kesalahan utama mengembangkan Koperasi sampai saat ini. Baik secara kajian akademik dalam dunia perkuliahan, maupun dalam pelaksanaan.
Sedangkan pada pendekatan Bagi Hasil Usaha, anggota Koperasi adalah orang yang terlibat dalam sebuah proses kegiatan usaha, baik sebagai pelaksana usaha, maupun yang melakukan investasi dengan pola bagi hasil. Pendekatan yang digunakan adalah Revenue Sharing maupun Revenue Net Sharing dalam akad Mudharabah maupun Musyarakah mampu memberikan ruang investasi bagi anggota maupun kepada non anggota pada satu entitas bisnis koperasi.
Ilustrasi pada pendekatan Bagi Hasil Usaha, setiap orang yang terlibat dalam entitas usaha, menanggung keuntungan dan juga kerugian usaha yang bergerak dalam sector rill dan bukan pada sector financial yang menjadi kekuatan Koperasi Simpan Pinjam saat ini.
Maka kehadiran disiplin baru ekonomi syariah dan lahirnya intelektual dari disiplin yang tumbuh dan berkembang bolehlah kita menitip embrio koperasi sesuai dengan keyakinan dan juga nilai keadilan untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan social bagi masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H