Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita di Balik 3 Sidang Versi Kampus!

19 Januari 2012   13:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:41 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Membaca beberapa tulisan rekan-rekan Kompasianer tentang dunia perguruan tinggi dari kegelisahan intelektual, kegamangan emosional dan kemiskinan spiritual baik dari prespektif dosen, mahasiswa, orang tua dan masyarakat melahirkan sebuah evaluasi mendalam secara personal. Untuk apakah perkuliahan dan sistem di dalamnya berada dalam kehidupan masyarakat Indonesia?

Banyak kisah inspiratif dan membawa harapan untuk menggapai perbaikan diri dan status sosial lewat pendidikan perguruan tinggi. Namun tidak sedikit kisah yang menghilangkan empati dan simpati atas relasi pendidikan dalam perguruan tinggi.

Butuh keberanian sistematik dan personal dari pemangku kepentingan dari kalangan dosen, manajemen kampus untuk mendedah diri melihat bopeng-bopeng yang telah menyebar ke seluruh tubuh pendidikan perguruan tinggi. Membersihkan dan menyembuhkannya dengan berbagai terobosan. Dimulai dari sikap mentalitas, keterampilan, skill dan tujuan hidup yang menampakkan dalam interaksi perkuliahan antara dosen dan mahasiswa (civitas akademika)

Di sisi lain, mahasiswa sebagai pribadi dinamis dan kaum terdidik mesti memiliki kekuatan kebenaran kritis dan membangun reformasi intelektual untuk mendobrak budaya mesum, mesem dan musang perguruan tinggi. Sebenarnya kampus adalah milik mahasiswa sebagai orang perseorang dan komunitas sosial untuk membentuk wajah sosial masyarakat saat ini dan masa akan datang.

Menelisik dan mengintip lebih jauh tentang relasi antara civitas akademika perguruan tinggi lewat sebuah proses akhir perkuliahan dimulai dari Stara 1 dengan tugas akhir bernama Skripsi, Strata2 dengan tugas akhir Thesis dan terakhir Strata 3 dengan tugas akhir Desertasi, amat menarik dari berbagai sisi. Baik telaah positif maupun negatif, baik atau buruk.

Skripsi adalah ending dari sebuah rangkaian proses pendidikan mahasiswa sarjana dengan gelar akademik berawalan S. Kisah dibalik ini punya banyak cerita aneka rasa. Ada yang mesti menambah kuliah 1 tahun untuk menuntaskan lebih kurang 60-80 halaman. Namun tidak jarang hanya menyelesaikan dalam hitungan hari. Kok bisa, cerita ini berasal dari alih daya penulisan, penelitian skripsi dengan bayaran tertentu.

Kegamangan utama mahasiswa untuk menulis skripsi berawal dari tradisi fakir menulis, miskin berdialog kontruktif yang diiringi dengan busung lapar membaca. Menjadi seperti tali berpilin tiga yang saling menguatkan satu sama lain. Maka banyak kisah skripsi mahasiswa hanya menjadi kuburan intelektual di perpustakaan. Berderet panjang tersusun rapi, memiliki nama, tanggal kematian. Hanya sedikit yang mampu hidup lebih lama dalam ranah kehidupan baik praktis maupun strategis.

Dalam menguji skripsi mahasiswa tidak jarang di temui "kehilangan kesadaran intelektual" dalam sidang skripsi ketika pemaparan isi skripsi. Maka bisa di tebak dengan baik bahwa ia bukan yang berkutat dari awal hingga akhir dalam proses penulisan skripsi, alamak sudah menjadi konsumen plagiat kaum intelektual. Apakah ini salah dari mahasiswa sendiri? Tidak, sekali lagi tidak, ada kontribusi nyata dari dosen pembimbing dan standar akademik kampus.

Lain lagi cerita di balik Thesis yang berasal dari perkuliahan master. Thesis adalah karya intelektual ilmiah mahasiswa master. Penelitian yang lebih mendalam dan kompleks tentang suatu hal dan perkara. Tidak luput pula dari penyakit utama di skripsi. Thesis upahan, hal ini berasal dari proses pendidikan yang lebih pendek 3 semester efektif dan 1 semester untuk penulisan thesis. Walau memiliki kedalaman pembahasan, namun jarang yang mampu menjadi sebuah buku akademik.

Thesis hampir sama mengalami fase masuk kuburan intelektual di perpustakaan. Dan jarang dikunjungi serta diziarahi, karena sedikit yang jumlah mahasiswa master. Rasanya lebih banyak diziarahi skripsi mahasiswa S1 untuk dilakukan copy paste teori dengan objek penelitian berbeda. Apakah begini malangnya nasib Thesis? Adakah sesuatu pembenaran rasional untuk menjawab fenomena ini?

Thesis yang tidak dilatarbelakangi dengan peran dan tanggungjawab dalam pekerjaan. Sering hanya menjadi sebuah pertanda untuk meningkatkan taraf sosial dari pendidikan yakni Master. Thesis hanya setingkat lebih tinggi status, apakah variabel penelitian lebih banyak atau daftar referensi yang lebih banyak tidak kurang dari 25 buah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun