Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Pengemis Intelektual ke Wirausaha Intelektual

8 Januari 2012   07:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:10 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi kaum intelektual adalah cita-cita kemulian. Bung Hatta menyebutkan sebagai kaum Intelensia. Kaum intelektual menempati strata social lebih tinggi di Indonesia. Memiliki tanggungjawab untuk menjadikan Indonesia lebih baik menjemput keunggulan dan bukan mengejar ketertinggalan.

Dalam paradigm religius manusia yang berpengetahuan atau kaum intelektual adalah strata tertinggi dalam Islam. Allah menyebut kaum intelektual dalam Alqur’an adalah ulul albab, sering diartikulasikan sebagai ahli berfikir atau ilmuan. Islam juga memberikan landasan ruhiyah, metodologi yang di kuatkan dengan kata iqra. Kata iqra menjadi momentum awal bahwa beragama itu mesti memiliki kemampuan dalam mengolah realitas dalam bentuk ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan di dapat dari rangkaian proses pembelajaran sepanjang masa. Tidak semua orang memiliki kemauan kuat untuk terus memaksimalkan untuk belajar. Tidak semua orang mempunyai kemauan yang kuat untuk mendayagunakan akal untuk belajar.Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menikmati pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan lewat sarana pendidikan.

Di Indonesia proses pembelejaran dimulai dari Pendidikan Usia Dini sampai Perguruan Tinggi. Proses belajar menelan waktu 17 tahun untuk sampai pada jenjang Perguruan Tinggi. Selain pendidikan formal terdapat beberapa pendidikan non formal sebagai bentuk pembentukan kaum intelektual. Lewat pembelajaran akan hidup yang mengasah kemampuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Menjadi mahasiswa adalah pilihan terbaik dan kesempatan terbatas untuk masyarakat Indonesia. Tingginya biaya pendidikan menjadikan kesempatan untuk kuliah adalah kesempatan langka. Dari laporan Dirjen Perguruan Tinggi bahwa dari 30 orang murid SD, maka tidak sampai 50% atau 15 orang yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan dan tuntunan ekonomi untuk melanjutkan hidup.

Untuk melanjutkan kuliah seseorang harus mengeluarkan biaya hidup 700.000/bulan dan biaya kuliah 1.000.000/semester. Maka setiap yang melangkahkan kakinya untuk menjadi mahasiswa akan menelan biaya lebih 30 juta dalam rentang 8 semester perkuliahan. Terlebih bergesernya pendidikan bukan tanggungjawab pemerintah, namun telah menjadi komoditi yang menggiurkan dalam aspek bisnis.

Kaum intelektual dalam lintas sejarah panjang Indonesia mengambil peranan melakukan perubahan sosial demi perbaikan kulitas berkehidupan. Mulai dari kemerdekaan Indonesia yang dipelopori oleh kaum pemuda yang mendapat pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Belanda maupun oleh Jepang. Revolusi yang bergulir menghapuskan keterjajahan dan terakhir adalah reformasi yang dimotori oleh kaum intelektual kampus pada tahun 1998.

Pergerakan waktu dan tuntunan zaman yang berubah dinamis. Memberikan tantangan berbeda bagi kaum intelektual kampus. Bukan hanya sebagai agent of change namun juga sebagai agent of development. Kaum Intelektual kampus di tuntut untuk memberikan solusi kreatif produktif tentang berbagai bentuk masalah yang semakin menumpuk dan telah mulai membusuk. Salah satunya adalah menghapuskan atau mengurangi masalah benang kusut pengangguran.

Benang kusut ini terlihat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan untuk kaum intelektual yang lahir setiap tahun dari Perguruan Tinggi. Setiap tahun perguruan tinggi di Indonesia mampu melahirkan kaum intelektual kampus 700.000 orang. Baik dari perguruan tinggi negri maupun swasta.

Ada dimensi yang hilang dalam sisi intelektual hari ini, dimana kaum intelektual kehilangan dimensi kekayaan intelektual. Kekayaan yang mampu menciptakan nilai lebih atas ilmu yang di terima selama pendidikan di Perguruan Tinggi. Kaum intelektual perguruan tinggi seakan kehilangan kemampuan berdiri atas skill, pengetahuan keilmuan dan sikap mental.

Hal ini sebabkan terjadi factor.

Pertama, pendangkalan intelektual. Hal ini ditandai oleh sedikitnya karya intelektual kampus dalam bidang penulisan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Jika membandingkan dengan hasil karya intelektual sistem pendidikan negara tetangga Malaysia, maka karya Intelektual Indonesia 1 berbanding 20. Ironis, penyakit ini seakan telah menjadi kanker yang mengganas. Merusak sendi-sendi kuat penciptaan intelektual bermental baja, berilmu dalam dan luas. Hal ini bisa dilihat dari mati surinya jurnal-jurnal kampus, terlebih kampus swasta dan tidak sedikit kampus negeri.

Kedua, motivasi kuliah & Pola perkuliahan. Pergeseran motivasi hanya sekedar mendapatkan ijazah dengan Indeks Prestasi Kumulatif secukupnya sebagai syarat untuk melamar sebuah pekerjaan. Kuliah hanya sekedar formalitas datang dan pergi atau dalam istilah Kuliah Pulang-Kuliah Pulang (Kupu-kupu). Disisi lain model perkuliahan mengaminkan sistem penyampaian materi dengan begitu saja lewat slide. Mahasiswa mendengarkan dan mengkopi slide. Teramat jarang ada tugas terstruktur dalam penelitian, pengayaan lewat tulisan. Mahasiswa tidak memiliki rekam jejak tentang penelitian yang panjang atas 144 SKS mata kuliah untuk syarat mendapatkan gelar sarjana. Hasil ini terpapar jelas dengan Plagiatisme & UpahanSkripsi, Thesis dan Desertasi.

Ketiga. Kualitas pengelolaan Perguruan Tinggi. Banyak kampus hanya menyediakan proses pembelajaran dan pembentukan intelektual kampus instan. Pengelolaan perkuliahan dengan pola cepat, padat dan hanya satu hari yang mulai ngentren, walau aturan Dirjen Pendidikan Tinggi tidak mentelorir hal ini. Namun kenyataan di lapangan masih berjalan. Beberapa kampus layaknya sebuah lembaga kursus, tidak terlihat aktivitas intelektual. Sarana penelitian bagi jurusan eksakta yang minim, bahkan tidak jarang tiada.

Dari beberapa factor diatas menciptakan aneka penyakit akut bawaan bagi intelektual kampus. Penyakit ini melahirkan sebuah virus yang mengganas bagi bangsa ini terutama dengan munculnya para pegangguran Intelektual. Data terakahir menunjukkan bahwa hampir dari 80% lulusan perguruan tinggi tidak diserap oleh pasar tenaga kerja.

Penyakit memasuki sistem nilai kaum intlektual kampus yakni mentalitas pengemis. Mentalitas ini menjadi budaya kaum intelektual kampus yang mampu untuk meminta pekerjaan dengan keilmuan dan skill yang di dapat di perguruan tinggi tidak seberapa.

Dari penyakit ini apakah obat terbaik untuk mengurangi dampak virus pengemis Intelektual? Banyak obat yang dapat digunakan untuk mengobati sakit yang terus menjalar. Salah satunya adalah mentalitas pengusaha. Wirausaha adalah sebuah bentuk mental yang mendorong seseorang untuk memberikan nilai lebih dalam kehidupan. Mentalitas wirausaha intelektual yang di pupuk dengan berbagai tindakan dan juga kebijakan perguruan tinggi setidaknya dapat mengurangi jumlah pengemis intelektual.

Beberapa kebijakan dan tahapan dapat dilaksanakan oleh perguruan tinggi diantaranya.

1.Pembentukan aspek mental skill dan pengetahuan kewirausahaan mahasiswa dari Perguruan Tinggi.

Pembentukan ini dimulai dari pemberian kurikulum yang mampu mewujudkan mentalitas wirausaha Intelektual. Beberapa perguruan tinggi telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan. Sebagian Perguruan tinggi memberikan pada tahun pertama perkuliahan, dan sebagian pada tahun terakhir perkuliahan. Dari sisi ini perguruan tinggi beperan dalam memberikan pengetahuan dasar tentang wirausaha bagi intelektual kampus. Pengembangan ini bisa memalui penyusunan Transkip non akademik dan perencanaan pelatihan bertahap dan berkesinambungan. Pihak perguruan tinggi bisa menggandeng perusahaan untuk bersinergi dalam menciptakan wirausaha intelektual.

2.Dukungan aspek keuangan dari pihak ketiga diantara berupa industri atau perbankan.

Dukungan ini berupa dukungan modal untuk menjalankan wirausaha intelektual. Banyak usaha yang telah dirintis oleh kaum intelektual kampus tenggelam diakibatkan ketiadaan modal usaha yang mudah dan murah untuk menopang usaha. Pemberian stimulus modal dan akses pasar mutlak dan sangat perlu. Jaminan pembayaran modal dapat menggunakan sistem pembayaran kuliah bersamaan.

3.Dukungan aspek pemasaran dan pembinaan dari pihak pemerintah

Jaminan aspek pasar dan daya serap pasar menjadi bagian dari memaksimalkan wirausaha intelektual kampus. Sedangkan dari pihak pemerintah melakukan pembinaan lewat Dinas Terkait. Beberapa kementrian telah memulai Kementrian Pemuda dan Olahraga, Kementrian UKMK dan Kementrian Pariwisata & Ekonomi Kreatif.

4. Peran serta alumni perguruan tinggi.

Peran ini memiliki nilai strategis dan taktis untuk mengurangi jumlah pegangguran dari almater tercinta. Langkah-langkah ini dapat di tempuh dengan berbagai cara. Pertama, memberikan pelatihan secara bertahap dan bekala bagi mahasiswa untuk masuk dalam ranah wirausaha. Bekerjasama dengan pihak Manajemen Kampus atau Lembaga kemahasiswaan. Kedua, menyediakan modal ventura untuk menopang aktivitas bisnis awal mahasiswa. Ketiga, menyediakan channeling hasil produksi dari usaha mahasiswa, bentuknya menjadi penerima terhadap produksi usaha mahasiswa.

Masih panjang jalan yang mesti dilalui untuk mewujudkan wirausaha Intelektual. Jika setiap kampus mampu melahirkan 2% wirausaha intelektual maka telah mampu mengurangi secara signifikan 50% pegangguran intelektual bermentalkan pengemis.

Jawaban ini belum selesai dan butuh kesiapan dari berbagai elemen kunci perguruan tinggi di Indonesia.

Tulisan ini adalah bentuk persiapan Simposium Nasional "Wirausaha Berbasis Mahasiswa dan Kampus, mendobrak Kebuntuan dan Kekakuan, Prespektif Akademik, Bisnis Stategis & Praktis, serta Pemerintah" oleh Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi DPD Jabotabek yang insya Allah di selenggarakan pada bulan Mei 2012 di Universitas Bung Hatta, Padang.

Panitia Pelaksana :

Muhammad Yunus, S.E, SPP (Koordinator Pelaksana)

Tia Murtianis, S.E (Eksekutif Sekretaris Pelaksana)

Co-Event Organizer: Wirausaha Muda Proklamator UBH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun