Keempat. Tidak adanya pelatihan berkala dan sistematis serta terstandar bagi pengurus mesjid dan muhsalla yang fi fasilitasi oleh Departemen Agama, MUI, PP DMI, dan ormas lainnya yang mengaku atau menampilkan ciri keislaman.
Kelima. Benturan konflik social pengurus dan juga aspek firkoh-firkoh dalam pemahaman Bergama. Itu mesjid organisasi itu, itu mesjid aliran itu dan sebagainya. Pelambangan ini mengakibatkan mesjid bukan sebagai tempat menyatukan ummat, namun menjadi sumber pemecah ummat dan konflik berkepanjangan.
Keenam, mesjid milik pribadi dan tidak waqaf milik ummat dan masyarakat hal ini sering terjadi mesjid menjadi sumber pendatapan ekonomi sebagai sebuah usaha publik servis.
Sebagai penutup tulisan ini, sudah sepantasnya kita yang hampir setiap hari atau sekali seminggu untuk memberikan infak skill, pengetahuan, waktu dan tenaga untuk menjadikan mesjid dan mushalla mampu menjadi sebuah katalisator kehidupan yang Allah janjikan kita adalah ummat terbaik yang Allah siapkan.
Kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau tidak dimulai maka menunggu kapan lagi. Untuk kita yang Allah beri petunjuk. salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H