Tanggungjawab ini meliputi bidang, pengembangan jamaah dan tetangga mesjid berupa;
Pertama. Aspek aqidah spiritual. Hal in sering diimplementasikan dengan khutbah jum’at. Kajian ibu-ibu, remaja dan bapak-bapak. Namun terdapat sebuah kelemahan dalam perencanaan yang tidak berlandaskan kepada riset tentang kondisi riil jamaah maupun tetangga mesjid. Berbeda dengan perusahaan yang melakukan riset pemasaran, riset kepuasan pelanggan dan riset lainnya untuk melahirkan berbagai kebijakan. Ketiadaan data dan fakta mengakibatkan sebuah kekacauan dalam melihat realitas dari jamaah dan tetangga masjid.
Pengembangan ini aspek aqidah spiritual merupakan pilar pertama dalam tanggungjawab sosial masjid. Ketika hal ini tidak menjadi prioritas maka terciptalah sebuah ketidak konsistenan pemahaman tentang aqidah. Menelisik perkembangan dunia informasi dimana terdapat kelimpahan sumber bacaan menjadikan orang lebih memilih dunia internet dari pada kajian-kajian aqidah spiritual dalam masjid. Hal ini dilandasi oleh perubahan karakteritik masyarakat yang melek informasi. Kebutuhan tentang aqidah spiritual melalui dialog-dialog membangun lebih diminati daripada ceramah satu arah semata.
Kedua, Aspek ekonomi. Beberapa mesjid telah mampu mendirikan lembaga amil zakat, infak dan sedekah dan juga koperasi atau Baitul Maal wat Tamwil. Masjid sebagai sebuah institusi yang surplus secara ekonomi. Hal ini dapat kita akses lewat laporan keuangan pengurus masjid per hari jum'at. Namun tidak sedikit jamaah masjid atau tetangga masjid mengalami kekurangan bahkan tidak memiliki tempat tinggal yang memadai, dimana masjid indah dengan bangunan yang selalu diperbaharui.
Beberapa masjid telah mendirikan lembaga amil sebagai bentuk penguatan ekonomi jamaah dan masyarakat sekitar. Jangkauan ini belum merata di hampir seluruh masjid yang ada di Indonesia. Namun hal sebagian dari koperasi masjid ini menjadikan sebuah institusi bisnis oriented dan pada tahap pengelolaan mesjid hanya menjadi sumber dari dana yang di putarkan di koperasi atau di BMT.
Membutuhkan sebuah kajian lebih lanjut tentang bagaimana sumber pendapatan masjid dari sumbangan jamaah di kelola secara lebih baik untuk penguatan sisi ekonomi jamaah dengan menggunakan kategori asnaf yang delapan. Bukan hanya pada pemberian bantuan langsung, namun ada aspek pemberdayaan dan pengembangan yang mampu melahirkan para muzakki baru.
Ketiga, Aspek social kemasyaraktan dan politik. Hal ini yang hampir tidak terdapat dalam ruang lingkup kinerja pengurus mesjid. Berbeda dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, NGO dan perusahaan lainnya. Mereka mempunyai sistematika, metodologi dan juga relawan yang menjadi pendamping bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Mengapa hal ini bisa terjadi. Mesjid gagal menjadi institusi pengembangan jamaah dan tetangganya sendiri.
Pertama, Kelemahan sumberdaya manusia pengelola mesjid. Hampir seluruh pengurus mesjid yang penulis pernah temui dalam lapangan adalah orang tua yang masuk dalam kategori purnawirawan, pensiunan yang telah habis masa produktif di perusahaan. Menjadi pengurus mesjid atau mushalla adalah untuk menjadikan diri berarti yang selama ini tidak memberikan konstribusi. Mental dan motifasi inilah yang menjadikan mesjid di huni oleh lascar purnawirawan dan sedikit dari orang muda yang mempunyai skill dan kemampuan dalam berbagai bidang.
Kedua, Kelemahan kemampuan skill dan pengetahuan. Sebagaian pengurus adalah yang tidak memiliki skill yang mememadi tentang manajemen organisasi, strategi pengembangan dan juga pengetahuan tentang aspek yang melingkupinya. Aktivitas kegiatan tidak terlepas melanjutkan apa yang pernah pengurus dahulu lakukan dan juga kegiatan rutinitas pembangunan.
Ketiga, mesjid hanya menjadi sarana public service untuk sekedar tempat ibadah solat berjamaah. Keputusan ini di ambil oleh pengurus semata. Dalam pengalaman penulis pernah di larang melakukan rapat remaja di dalam mesjid dan juga dukungan yang tidak memihak. Mesjid hanya di jadikan sebuah tempat untuk Buang Air Kecil, Buang Air Besar dan solat berjamaah dengan pengikut lebih banyak tiangnya dari pada jamaahnya di banyak tempat yang penulis pernah temui.