Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemitraan antara pengusaha dengan pekerja

6 Maret 2015   16:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sebagai pemegang amanah kontitusi mengatur hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Amanah ini kemudian dibuat aturan berupa undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur bagaimana hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Dimana prinsip dalam penyusunan ini mengedepankan keadilan, dan juga kesejahteraan bagi pekerja dan tidak membebani pengusaha.

Keberadaan pengusaha mampu menopang perekonomian suatu negara. Semakin banyak pengusaha dalam suatu tempat atau kawasan, maka perekonomian secara otomatis akan bergerak. Pemerintah mendapatkan pajak dari keuntungan perusahaan, pajak penambahan nilai dan juga pajak retribusi. Sedangkan dari sisi pekerja, pemerintah juga membebankan pajak penghasilan atau Pph. Dari pajak inilah pemerintah mampu membangun jalan, sarana dan infrastruktur dan juga menggaji pegawai negri.

Keberadaan pengusaha membutuhkan pekerja yang terampil dan mampu melakukan aktivitas produksi dalam bidang manufaktur. Sedangkan dalam bidang jasa pekerja yang dibutuhkan adalah memiliki keterampilan spesifik berdasarkan kepada jenis jasa yang dibutuhkan.

Dalam paradigma ekonomi kapitalis liberal, hubungan pekerja dengan pengusaha adalah hubungan pemberi kerja dengan penerima kerja. Pekerja adalah bagian dari input produksi, dalam bahasa akademisi labor termasuk faktor produksi yang akan menambah biaya produksi dan menentukan harga. Hal ini membawa konsekwensi pekerja berada dalam kepasrahaan dalam sistem ekonomi. Hal ini pada tahap awal zaman industri, pekerja tidak mendapatkan hak keadilan dan keekonomian bila bekerja dengan pengusaha.

Untuk itu karl max dengan mainstrem sosialisme, memberikan tawaran ekstrem bahwa pengusaha dan kapitalisme adalah musuh. Hal ini dijadikan sebuah gerakan pertentangan kelas untuk mendapatkan keadilan antara pengusaha yang memiliki modal dengan serikat pekerja, buruh.

Bagaimana dalam prespektif Islam? secara teologi manusia adalah sama dihadapan Allah sebagai hamba dan khalifah yang mendapat tugas untuk memakmurkan bumi. Dalam melakukan memakmurkan bumi, mengolah sumber daya yang untuk semaksimal mungkin sebagai bukti ketaqwaan. Prinsip ini berdasarkan kepada saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Allah swt mengatur rezki dengan melebihkan sebagian dan mengurangi sebagian untuk menguji keduanya sekaligus. Hal ini memberikan pandangan dengan teladan rasulullah saw dengan prinsip syirkah (partnership). Dimana masing-masing memberikan kontribusi untuk menciptakan sesuatu. Prinsip ini membentuk kesetaraan dan keadilan dalam menentukan kontribusi dan bagi hasil. Dari bagi hasil produk yang dijual, sebagian menjadi hak pekerja dan sebagian menjadi hak pengusaha.

Yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana dengan komponen biaya modal? Dalam syirkah (partnerhip) dan akan istisna’ hal ini telah inklud dalam produk yang diserahkan kepada pengusaha. Hak pembuat telah ada dalam harga berdasarkan produk yang dihasilkan. Alur kemitraan ini mengedepankan profesionalitas dan kualitas produk sesuai dengan pemesanan.

Sedangkan disisi lain, modal produksi dalam Islam menggunakan tidak terkeret oleh inflasi dan bunga modal. Dalam ekonomi kapitalis modal dalam produksi dikenakan biaya modal. Hal ini untuk mengkover bunga pinjaman dari pihak investor dan sistem perbankan. Hal ini menambah biaya produksi. Untuk mencapai keekonomian produk, maka biaya yang ditekan adalah biaya tenaga kerja. Hal ini memberikan tekanan pekerjaan dengan memaksimalkan waktu dan tenaga untuk menghasilkan produksi lebih.

Sedangkan dengan model kemitraan (partnership) setiap kontribusi tenaga dihitung berdasarkan produktifitas. Semakin tinggi produktifitas, maka semakin tinggi pendatapatan tenaga kerja. Model ini pengusaha dan pekerja sama-sama menikmati keuntungan bila penjualan meningkat dan sama-sama menikmati kerugian ketika penjualan atau pendapatan perusahaan turun.

Beberapa pengusaha menerapkan biaya tetap dan variabel dalam memberikan upah bagi pekerja. Model ini digunakan oleh rumah makan padang. Sistem ini setiap pekerjaan mendapatkan gaji harian untuk keperluan dasar, biasanya disebut dengan uang sabun. Kemudian mendapatkan biaya makan yang dikonversikan dengan makan dirumah makan. Setelah 100 hari, semua pendatapan dan pengeluaran dihitung. Maka keluarlah keuntungan. Keuntungan ini kemudian dibagi untuk bagian-bagian yang ikut serta dalam mengelola rumah makan. Mulai dari tukang masak, pelayan, pemodal dan cleaning service.

Semakin tinggi keuntungan, maka semakin tinggi bagi hasil yang didapatkan. Bila keuntungan turun, maka bagi hasil turun. Bila rugi, maka masing-masing tidak mendapatkan bagi hasil. Hal ini menjadi evaluasi bersama antara pengelola. Dimana letak persoalan. Apakah di bagian pelayanan, rasa dan kualitas masakan atau hal lain. Hal ini dibahas untuk diselesaikan secara berama.

Metode dan falsafah ini bisa diterapkan dalam skala industri dengan sistem gaji tetap dan bagi hasil. Yang menjadi tantangan adalah membentuk sebuah sistem yang dapat digunakan dan dipelajar kemudian disempurnakan dikemudian hari. Model ini membutuhkan penelitian terstruktur dan sistematis. Bagi kalangan industriawan bisa langsung diterapkan dilapangan.

Penerapan model ini, mengharuskan pihak investor menggunakan sistem kemitraan dalam skema investasi. Termasuk juga pihak perbankan yang memiliki skema syirkah. Bila hanya antara pihak pengusaha dengan pekerja, maka terjadi ketimpangan dalam siklus partnership. Dimana pengusaha dibebani dengan pengembalian pinjaman sekaligus dengan bunga pinjaman.

Efek dari sistem pinjaman berbuga, pengusaha harus melakukan efisiensi biaya, salah satu adalah bagaimana menjadikan biaya tenaga kerja murah dengan kemampuan maksimal dalam memberikan kontribusi tenaga untuk produksi. Tradisi ini melahirkan hubungan antara pengusaha dengan serikat pekerja setiap tahun memanas. Negosiasi demi negosiasi terlihat dari skema penghitungan Komposisi Hidup Layak. Dari perhitungan ini maka lahirlah Upah Minimum Provinsi yang menjadi standar dalam penggajian pekerja.

Efek dari negosiasi yang tidak melahirkan titik temu, maka tingkat produktifitas usaha secara keseluruhan menurun. Hal ini bisa dilihat dari penurunan omzet, bila terjadi pemogokan massal dan orasi bersama diakhir tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun