Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Green Economy Bagaimana Nasibmu?

25 Mei 2014   05:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehancuran lingkungan secara kasat mata mudah kita temukan. Sedangkan secara penelitian ilmiah tersimpul dari gerekan global dengan global warming. Kerusakan tatanan sosial kemasyarakatan yang toleran, bersahaja, menghormati alam tercipta dengan kehancuran lingkungan. Hal ini adalah sebuah implikasi faktual dengan bergulirnya ekonomi yang mendewakan pertumbuhan dan penciptaan kekayaan dengan cepat.

Teori ekonomi yang selama ini diciptakan oleh para filosof dan ilmuan sebagai panduan untuk kesejahteraan ummat telah berbelok arah. Ekonomi menjadi penindasan sesama manusia, pengrusakan alam dan ekosistem hayati baik hutan, bakau dan laut. Selain itu peran manusia sebagai pemanggku amanah mengelola bumi dengan peran pelaku ekonomi yang memiliki akal dan hati nurani ternyata tidak mampu menjaga proses ekonomi itu berjalan secara berkelanjutan.

Ekonomi mengalami penghancuran secara sistematis terhadap alam yang telah memberikan yang terbaik untuk segala kebutuhan, keinginan dan fantasi manusia. Ekonomi merah (red economy) yang berbasis kepada pertumbuhan kapitalisasi modal, dan keserakahan telah menghancurkan bentangan alam Indonesia zamrud khatulistiwa. Dari Aceh hancurnya rawa dipa adalah bentuk dari implikasi red economy.

Penghancuran ekosistem tanah gambut dan juga kehidupan makhluk lain. Kemudian ditanam dengan perkebunan kelapa sawit ribuan hektar. Atas nama akumulasi kekayaan dan keserakahan menciptakan bara dan prahara kehancuran. Kemudian bila kita menelusuri sepanjang daerah sumatera maka kita melihat hutan Riau, Jambi menjadi merah membara akibat pembakaran hutan dan pembukaan lahan untuk perkebunan. Maka kita menyaksikan kabut asap yang mengakibatkan sekolah dan perkantoran diliburkan. Kemudian kita memasuki Kalimantan, Sulawesi dan Papua yang sampai hari ini menghancurkan sistem budaya, kearifan lokal dan menciptakan konflik sosial sesama masayarakat.

Proses ini tidak terlepas dari paradigma red economy yang melahirkan Undang-undang dan regulasi pemerintah dalam bidang ekonomi. Kemudian diikuti oleh kebijakan perbankan sebagai lembaga penyedia dan intermediasi keuangan. Pengucuran keuangan untuk pengelolaan usaha penghancuran lingkungan tidak menjadi pertimbangan bagi perbankan. Perbankan dan pengusaha terpenjara dalam cara pandang untuk sebuah harapan bernama ‘keuntungan’ dan kekayaan. Tanpa sindikasi dari pembiyaan perbankan maka pengusaha tidak memiliki kekuatan untuk melakukan penghancuran alam. Pembukaan lahan dengan semena-mena, menciptakan kelangkaan sumber daya hayati dan malapetaka untuk generasi yang akan datang.

Indikasi ini terlihat jelas dalam struktur pembiyaan atau kredit perbankan terhadap pengusaha-pengusaha perkebunan, manufaktur dan berbagai jenis usaha. Berdirinya pabrik-pabrik pengusaha dalam negeri sampai pabrik relokasi milik pengusaha asingpun juga ikut menambah sesaknya udara dengan polusi udara. Dulu sungai yang mengalir jernih dan menjadi tumpuan bagi masyarakat untuk kebutuhan dan kebudayaan. Kini tidak jernih lagi, sekarang menjadi pembawa penyakit dan kehancuran peradaban. Kali ciliwung, cisadane dan sungai-sungai yang bermuara di kota-kota Indonesia lainnya tidak lagi layak untuk diminum.

Kemudian dalam dunia kelautan, sampah-sampah menjadi anggota baru yang datang dari hasil pembuangan sampah yang tidak dikelola. Pantai yang sebelumnya bersih kini menjadi kotor. Pantai Kuta Bali setiap tahun mendapatkan kiriman sampah akibat pergerakan aliran laut. Begitupun teluk Jakarta yang hari ini tidak lagi memberikan kehidupan layak bagi nelayan. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan tercemar oleh mercuri dan zat yang mendatangkan penyakit regenerasi. Kemudian beras dan sayur-sayuran juga tidak terlepas dari zat perusak yang terbawa oleh air, pupuk kimia dan petisida. Hal ini melahirkan generasi Indonesia yang semakin tidak sehat, sakit-sakitan.

Indonesia menuju prahara demi prahara red economy bila tidak cepat menukar paradigma pengelolaan sumber daya alam. Paradigma pembangunan dan liberalisasi ekonomi tidak menjadikan Indonesia berdiri atas kemampuan sendiri. Namun tergantung dari pinjaman pembangunan yang membelenggu kebijakan siapapun Presiden Indonesia. Hal ini dapat dianalisa dari paket-paket kebijakan yang diambil oleh Pemerintah.

Fakta ini terlihat jelas dengan kemiskinan yang menggurita bagi sebagian masyarakat dan kekayaan yang melimpah bagi segelintir masyarakat. Kemiskinan yang terbentuk dari proses pengrusakan lingkungan dan menghasilkan produk yang tidak bersahabat kepada lingkungan. Kekayaan yang tercipta menjadikan bencana bagi lingkungan.

Green economy adalah cara baru pengelolaan sumber daya alam dengan memperhatikan keberlangsungan alam. Green economy melahirkan sistem pertanian organik yang menyelaraskan hasil pertanian dengan keberlanjutan ekosistem hayati. Sedangkan dalam bidang perbankan dikenal dengan istilah green banking. Perbankan hanya memberikan pembiyaan kepada usaha-usaha yang tidak merusak lingkungan dan melahirkan energi-energi yang terbarukan. Sedangkan dalam bidang arsitektur melahirkan disiplin ilmu green building.

Apakah green economy dapat dilacak dimasyarakat? Jawaban ini terlihat dari gerakan bank sampah yang menjadi model pemeliharaan kerusakan lingkungan dari sampah hasil produksi pasar dan rumah tangga. Namun untuk sampah B3 masih menyisakan persoalan dalam bidang kebijakan pemerintah lewat berbagai regulasi dan penegakan hukum.

Implementasi green economy dalam konteks perekonomian Indonesia masih baru dan belum menjadi pembahasan sebuah disiplin ilmu dalam buku literatur ekonomi. Dan hal ini menciptakan kelangkaan SDM yang mampu menerapkan green economy mulai dari tingkat pemerintahan, praktisi keuangan perbankan terutama perbankan syariah, wirausaha muda yang melandaskan bisnis kepada green economy.

Seperti barang baru yang membutuhkan masa sosialisasi, pengkajian dan penerapan pada tataran emperik. Menciptakan sebuah kajian dan implementasi secara terpadu dan terintegrasi dari berbagai kalangan ilmuan.

Semoga kita tidak alfa sebelum menentukan siapa 'Tuanku' Surau Masyarakat Indonesia dalam pilpres mendatang. Karena lihatlah siapa team ekonomi para calon presiden mendatang! Apakah masih berparadigma red economy atau berperilaku green economy dan itu kita yang menentukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun