Mohon tunggu...
Frengki Nur Fariya Pratama
Frengki Nur Fariya Pratama Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pecinta naskah Jawa di Sradhha Institute, berdikusi sastra di Komunitas Langit Malam.

Menjadi Insan yang mampu berkontribusi terhadap negara dan masyarakat adalah ideologis manusia yang menghamba kepada Sang Khaliq

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kak Sultan Demi Wibawa Rakyat dan Kebudayaan Lokal

13 Agustus 2021   15:20 Diperbarui: 13 Agustus 2021   15:26 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahta Untuk Rakyat salah satu idiom yang melekat dengan HB IX. Rakyat yang secara umum adalah bangsa Indonesia begitu dijunjung tinggi oleh beliau. seorang raja yang bertahta, tahtanya diperuntukkan bukan untuk pribadinya, namun untuk rakyatnya. Kak Sultan sebutan yang kontradiktif, bahkan dikatakan menyalahi struktur bahasa Indonesi. Panggilan yang tak menunjuk identitas khusus hanya gabungan dua sebutan namun menyimbolkan sosok pemimpin yang merakyat. Kak Sultan! Panggilan akrab untuk beliau Sultan Hamengkubuwana IX. Bapak Pramuka Indonesia yang dicintai rakyat, yang lekat akan aura magis.

Pada Jumat Legi, tiga hari sebelum Kak Sultan mangkat terjadi kejadian janggal. Abdi Dalem Arjodikrama melihat keanehan burung Merak yang dipelihara di keputren. Burung Merak berbulu indah itu mengepakkan sayapnya lebih lama dari biasanya. Suara bernada sedih pun keluar dari mulut binatang indah itu hingga menarik perhatian para abdi dalem (Dahana dkk. 1988: 151). Kejadian itu pun ditangkap sebagai isyarat akan adanya pemimpin besar yang mangkat, hingga binatang pun merasakan kehilangan. Terbukti, pada Minggu Pon 2 Oktober 1988 Kak Sultan mangkat. 

Rakyat sebagai unsur yang berusaha dijunjung tinggi Kak Sultan, nampak dari falsafah yang dipegangnya. Ide atas harapan besarnya menamai Pramuka, Organisasi Kepanduan Indonesia yang dilebur memikul amanah besar bagi para pandu untuk menjadi para muka, berkerumun menjadi yang terdepan menjaga, mencintai dan memikirkan nasib bangsa Indonesia ke depannya. Tanggal 14 Agustus 1961 itulah nama organisasi baru usulan Kak Sultan sebagai harapan besarnya dirayakan, yang sekarang dikenal sebagai Hari Pramuka.

Kata para muka dapat disamakan dengan kata pramukha dalam leksikon bahasa Jawa kuna. Karya sastra jawa kuna yang mencatat leksikon itu antara lain Hariwijaya, Rmyaa, Smaradahana, Arjunawijaya, Sutasoma, Abhimanyuwiwha,Tantri Kmandaka, Lubdhaka = iwartrikalpa, Kidu Harsa-Wijaya, Kidu Sundyana, dan sebagainya (Zoetmolder, 1994: 844). Salah satunya dalam Hariwijaya (VIII:12) berbunyi: kita pramukha ni raga kinire balapati, yang secara bebas diterjemahkan: bekal (senjata) penting dimiliki pemimpin. Bekal senjata itu termasuk pula awas-nya pikiran memilah antara kepentingan pribadi dan kepentingan rakyat tanpa mencerabut kodrat alam-nya.

Kak Sultan sebagai sosok pahlawan nasional yang pernah menjadi wakil presiden itu mendambakan kewibawaan rakyat beserta segala kepribadian lokalnya, dengan tetap menengok perkembangan zaman. Kak Sultan mempertemukan jiwa Barat dan Timur secara harmonis.

"Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, pertama-tama saya adalah dan tetap orang Jawa. Maka, selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam keraton yang kaya akan tradisi". (Pusat Data dan Analisis Tempo.Seri I Sultan Hamengkubuwono IX. 2019:38)

Begitulah pidato berbahasa Belanda Kak Sultan sebagai raja baru keraton Yogyakarta.

Cara pandang yang dapat dikatakan sebagai konservatif-progresif ini menitikberatkan pada keteguhan untuk memegang prinsip, identitas dan budaya lokal bangsa. Martabat bangsa dijunjung tinggi dan dipertahankan di setiap zaman dengan caranya masing-masing. Seperti halnya saat berubahnya nama pandu menjadi pramuka. Kak Sultan tetap mempertahankan prinsip kepanduan yang berciri khas, namun menyesuaikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.

Kegiatan Pramuka yang disesuaikan dengan kebutuhan bangsa itu tetap digulirkan. Bahkan di ungkapan pada World Scouting.

"Kita dapat tetap taat pada dasar prinsip-prinsip moral kepramukaan, tetapi kita harus memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda kita, dan dengan kebutuhan masyarakat kita.." (Katamsi. 2001. Hal:36)

Prasaran Kak Sultan pada World Scout Conference ke-23 di Tokyo tahun 1970 ini mengisyaratkan cara berpikir yang dinamis dalam menjalankan kegiatan Kepramukaan sesuai dengan perkembangan zaman, yang selaras dengan kebutuhan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun