Bangku kuliah tak hanya menyimpan cerita jumlah SKS yang tak terpenuhi, KKN Desa Penari (dan yang suka goyang-goyang sendiri), bolos kuliah, gagal sekripsian sampai cinta muda-mudi yang embyeh-embyeh.
Bangku Kuliah pun menyimpan segudang cerita para perokok yang konon menjadi trend para mahasiswa.
"kalau mau keren dan idealis, maka merokoklah. Niscaya kau akan seperti Che Guevara dan Chairil Anwar!"
Kalimat yang menjadi mitos ini menggaung di kepala para mahasiswa aktivis (dan sok aktivis) kampus. Namun, berapa banyak mahasiswa yang mau buka slepi (wadah tembakau dalam bahasa Jawa) dan nglinting sendiri?
Banyak dari mahasiswa pasti akan bengek kalau terus ngelinting. Kedua, kadang mereka juga gengsi kalau tak beli rokok bungkusan untuk dia sulut. Para pelinting akademis ini terhitung tak cukup banyak. terlebih di fakultas non-seni dan non-budaya. Gengsi-lah taruhannya.
Merek rokok adalah pertaruhan gengsi di depan pacar teman!
Mungkin juga, para pelinting di fakultas seni dan budaya ini terpaksa memilih tembakau untuk teman kontemplasinya. Selain konsumsi rokok yang lebih banter. Para mahasiswa fakultas ini ter-cap miskuin, tapi banyak yang bilang keren!
 Miskuin karena uang sakunya terkuras untuk menuruti idealisme yang jarang dilirik orang. Tapi, dibutuhkan. Saya hanya bisa bilang "Mbok jangan sok jijik dengan kita kalau anda masih membutuhkan kita untuk hiburan dan penyadaran kalian!"
Saya sendiri memilih jalan tengah. Tingwe saya tergolong "tingwe modern" yang berfilter. Ekonomis dan membutuhkan ketrampilan untuk membuatnya. Otomatis, alat yang dibawa lumayan ribet. Saya pun memanfaatkan tepak (kotak makan) untuk membawa perkakas rokok saya. Apa yang terjadi?
Saya selalu menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat. Mungkin mereka berpikir "mau ngrokok saja ribet!" Eh tong! ini kenikmatan dalam berkreasi dan menyulut keindahan!!