Mohon tunggu...
Fajar Islam Sitanggang
Fajar Islam Sitanggang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

anak ke 4 dari 10 bersaudara. Mengidolakan sosok ayah yang tiada duanya, menyimpan sosok ibu penuh kasih nan lembut di dalam hati.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jurnal Hati (Ed. 3)

2 Januari 2012   10:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:26 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LINGKARAN

Sebuah catatan kecil di tepi kaki langit

Bogor 20 oktober 2011, 20:02 wib

Sekilas tak ada yang istimewa dari sebuah lingkaran. Sebuah bentuk dasar tanpa sudut, berkelit konsisten menuju satu arah. Ia bersinergis atau dipaksa bersinergi dengan ujung yang sebenarnya tidak terdefinisi. Tetap seperti itu, meski berjuta literatur ditelusuri zaman demi zaman, devonian, renaisans hingga zaman dimana orang dewasa tak lagi dewasa, ia tetap begitu. Selalu begitu. Melingkar, lingkaran.

Keistimewaan lingkaran hanya terlihat oleh orang yang istimewa. Atau orang yang berusaha menjadi istimewa. Berpikir istimewa, bertindak istimewa, berpendapat istimewa. Terlebih orang yang menempatkan orang lain di tempat istimewa yang ia miliki. Karena keistimewaan lingkaran terkecap pada peristiwa-peristiwa biasa yang terlihat istimewa, tentu di mata orang-orang yang istimewa.

Peduli, cemas, perhatian, terpotret mesra dalam bingkai kasih sayang, persahabatan dan hangatnya keluarga. Bergelung, mengait satu sama lain saling sambut. Mengalir tanpa hambatan, dan akan kembali pada pusat awal resonansi getaran. Berlanjut, tanpa lelah. Inilah perasaan manusia, ia tetap begitu. Selalu begitu. Melingkar, lingkaran.

Keberanian, ketakutan,  semangat, hampa,  terukir pasti dalam bongkahan memori konseptual pola pikir makhluk berakal.  Merantai kokoh satu dengan yang lain tanpa celah, tanpa cela. Bergolak lembut menggelombang dengan berbagai amplitudo yang sama rata, satu sama lain hingga bermuara kembali pada sumber gelombang. Melaju, mewaktu tanpa jeda. Inilah hati manusia, ia tetap begitu. Selalu begitu. Melingkar, lingkaran.

Satu kala kau peduli, satu kala kau dipedulikan. Satu detik kau dicinta, detik lain kau dicinta. Satu masa kau hampa, masa lain kau menyemangati. Aliran ini yang memutar bumi, berotasi dalam polanya, lingkaran.

Apa yang kau rendahkan dari dirimu? Tak ada yang mempedulikan orang lain bila kau tak ada. Tak ada yang mencintai orang lain bila kau tak ada. Tak ada yang menghela semangat bila kau tidak ada. Saat kau terbangun dalam lipatan-

lipatan permainan pikiranmu, sementara itu pula kau sadar..

Kau bagian dari aliran itu, rotasi dunia itu. Kau bagian dari, lingkaran. Yang tak lagi menjadi lingkaran bila tak ada kau. Lingkaran..

Betapa hebatnya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun