Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maneges Gunung di Ibu Kota

20 Desember 2013   13:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selanjutnya Pangadi atau lebih dikenal sebagai Ipang, ketua kelompok seniman Gunung Sumbing lebih banyak mengungkapkan latar belakang kehidupan sehari-harinya. Bakul gorengan hingga mencari belut di malam hari adalah caranya menopang kebutuhan keluarga. Di bidang seni, ia banyak menggeluti seni lukis kanvas.

Lain Pangadi, lain Mas Jono. Sosok pria yang satu ini terlahir dari keluarga petani yang kebetulan di lingkungannya juga tidak terdapat komunitas seni yang mapan. Pergaulannya dengan lingkungan dan dunia tani justru memberikannya kemerdekaan untuk mengekspresikan naluri seninya melalui berbagai karya seni rupa, mulai dari topeng, patung, hingga wayang plastik. Bentuk karyanya banyak menggambarkan binatang sawah seperti walang dan kumbang. Melalui sentuhan tangan dinginnya juga terlahir tarian topeng saujana. Baginya seni adalah media pembelajaran berbagai sisi kehidupan dan kemanusiaan.

MG5
MG5

Kesempatan selanjutnya, Mas Riyadi dari Padepokan Wargo Budoyo. Ia mengaku paling lain diantara para ketua kelompok yang lainnya di Lima Gunung. Ia bukanlah sosok seniman yang menguasai nabuh gamelan, nembang, nari, melukis atau apapun. Namun demikian, mantan lurah ini justru tetap diterima menjadi bagian penggerak komunitas seni di desanya. Kesempatan terakhir, berturut-turut dipungkasi dengan uraian dari Haryadi dan Tanto Mendut yang panjang lebar mengungkap banyak hal, sehingga menjadi terlalu banyak untuk direkam dan dituliskan.

Secara keseluruhan jalannya pemaparan Maneges Gunung tersebut sangat menarik dan penuh makna. Bentara Budaya mengundang Komunitas Lima Gunung untuk hadir dan pentas di ibu kota sesungguhnya untuk menjadi media berbagi dan saling belajar antara komunitas seniman gunung yang berbasis alam pedesaan dengan komunitas kesenian kaum urban yang berbasis wilayah kota. Kemandirian, independensi, kreasi, termasuk penggaliaan dana swadaya dari warga yang mendukung proses kreasi dan pementasan mereka adalah sebuah keistimewaan dan hal yang sulit ditemui di tengah kota besar. Sikap dan sifat totalitas berkesenian, meskipun tidak memiliki dana, adalah spirit yang dapat dicontoh oleh seniman manapun.

Namun demikian ada sesuatu hal yang menurut saya kurang maksimal dari diskusi budaya tersebut. Jika diskusi tersebut dimaksudkan untuk saling berbagi dan mentransformasi proses pembelajaran dari Komunitas Lima Gunung terhadap komunitas seni yang ada di ibu kota, alangkah sayangya ketika peserta diskusi justru sangat sedikit dan dari kalangan yang sangat terbatas lagi. Bahkan di pikiran saya sempat terbersit, uraian dari para tokoh Lima Gunung yang sangat berbobot dan penuh makna justru tidak mendapatkan audiens yang semestinya untuk menyerap spirit dan semangat kreasi seni mereka. Hal ini menjadi sedikit berkebalikan dengan pemberitaan di media yang seolah-olah pagelaran ini sangat gegap-gempita dan penuh antusiasme. Saya justru melihat Komunitas Lima Gunung menjadi sangat kesepian di tengah hiruk-pikuk kesibukan warga ibukota yang sudah sedemikian kering kepekaan seninya. Alangkah amat disayangkan.

Mungkin tepat usulan metode yang diusulkan oleh Bre Redana, untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran, justru komunitas dari berbagai daerah yang justru harus datang dan menyelami Komunitas Lima Gunung ketika berkreasi di lingkungan aslinya. Semacam sebuah program "culture tour". Semoga.

Ngisor Blimbing, 18 Desember 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun