Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

BBM: Bola Bali Munggah Medun

29 Maret 2015   15:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ungkapan bola-bali munggah-medun, berarti sering naik juga sering turun. Dalam kondisi gonjang-ganjing harga minyak dunia yang tidak stabil dan kemudian pemerintah kita justru menganut dinamika ketidakstabilan tersebut dalam menetapkan harga bahan bakar minyak di dalam negeri, sudah pasti membuat kalangan rakyat gelisah dan gusar. Siapa suruh bikin singkatan BBM?

Bagaimanapun BBM merupakan barang yang turut menentukan hajat hidup rakyat banyak. Memang rakyat tidak meminum BBM secara langsung, akan tetapi dalam berbagai aspek kegiatan sehari-hari, BBM sangat diperlukan dalam rangka transportasi orang maupun barang. Meskipun bisa jadi rakyat jelata sama sekali tidak memiliki kendaraan pribadi, tetapi setidaknya tetap mempergunakan jasa transportasi yang notabene bertumpu secara operasional terhadap BBM. Jadi jika harga BBM naik, otomatis harga jasa transportasi yang harus dibayar juga bertambah mahal.

Dalam kurun waktu lima bulan perjalanan pemerintahan Jokowi, setidaknya sudah beberapa kali terjadi penetapan perubahan harga BBM. Pernah BBM dinaikkan sangat drastis hingga rata-rata kenaikannya Rp 2.000,-. Pada saat itu semua sektor kehidupan langsung terkena imbas. Tarif transportasi langsung naik, harga kebutuhan sehari-hari juga naik. Semua menjadi bertambah mahal dan daya beli masyarakat secara umum turun drastis.

Pada saat harga BBM dunia turun, pemerintah mengikutinya dengan kebijakan penurunan harga BBM meskipun harga tidak sepenuhnya pulih seperti sebelum dinaikkan. Rakyat senang ketika itu, sudah pasti. Cilakanya, ketika pemerintah menurunkan harga BBM, hal yang sama tidak serta merta diikuti dengan penurunan tarif transportasi, harga lebutuhan bahan pokok, dan semua harga barang dan jasa yang sudah terlanjur dinaikkan.

Bagi para pengguna kendaraan pribadi, turunnya harga BBM sudah pasti langsung menguntungkan mereka. Tetapi bagi pengguna jasa transportasi umum atau massal, khususnya yang berupa kendaraan angkutan jalan raya, penurunan hanyalah hal biasa yang tidak berimbas sama sekali terhadap mereka. Ya, itu tadi, harga BBM turun tetapi ongkos tidak ikutan turun. Nah, dalam kondisi demikian siapakah yang berdiri di belakang rakyat yang pada umumnya menjadi pengguna transportasi umum tadi. Di kala mereka membayar ongkos angkot yang lebih kecil dari tarif yang sebelumnya sudah dinaikkan, seringkali mereka dimaki-maki oleh kru angkutan. Tidak jarang hal ini menimbulkan keributan atau pertengkaran kecil yang bisa mewarnai keseharian rakyat kecil. Bisa dibilang fenomena ini merupakan sebuah ekses konflik horisontal tanpa kehadiran institusi negara yang seharusnya menjadi pembela bagi rakyat lemah.

Tanpa campur tangan peranan pemerintah, hukum alam senantiasa mengarahkan bahwa sebuah ketidakseimbangan atau guncangan kehidupan di tengah masyarakat lambat laun akan menemukan arah kestabilannya sendiri. Dalam ilustrasi peristiwa di atas, kestabilan masyarakat terwujud dengan kondisi orang lemah, rakyat kecil, ya harus selalu mengalah. Alih-alih setiap bepergian selalu protes tarfi terhadap kru angkutan yang tidak mau menurunkan tarif angkutan setelah harga BBM turun, akhirnya kebanyak orang memilih untuk membiasakan diri. Meskipun di dalam hati senantiasa mengumpat, tetapi apalah daya mereka hanya orang kecil. Betapa luar biasa pengorbanan rakyat untuk negara ini!

Mengikuti penurunan harga BBM yang pernah diputuskan oleh pemerintah, setidaknya kini sudah dua kali harga BBM kembali dinaikkan, bahkan hanya dalam kurun waktu di bulan Maret ini. Dari segi nominal rupiah, kenaikan tersebut memang bisa dibilang kecil dan membuat orang sedikit-banyak mengabaikannya. Kenaikan pertama di awal bulan, premium naik dari Rp. 6.500,- menjadi Rp. 6.900,-. Kenaikan yang dilakukan seolah tanpa menyisakan imbas apapun yang signifikan terhadap perekonomian kita.

Harga itupun kini dinaikkan kembali menjadi Rp. 7.400,-. Nah, di sinilah baru muncul pro-kontra dan sedikit riak gejolak. Belum berapa lama masyarakat menghadapi kenaikan harga beras yang menjerat, kini BBM juga tiba-tiba dinaikkan kembali. Mungkin kenaikan kali ini akan berimbas signifikan terhadap komponen tarif transportasi maupun biaya produksi yang lain yang juga akan berdampak terhadap kesulitan hidup bagi rakyat kecil.

Apakah kebijakan pemerintah dalam mengambangkan harga BBM mengikuti fluktuasi harga BBM dunia sudah tepat? BBM yang merupakan salah satu komoditas hajat hidup orang banyak di tanah air, tentu merupakan parameter yang sangat riskan jika dikelola tanpa kestabilan harga. Hal ini berkaitan dengan peranan BBM sebagai parameter penentu akibat ketergantungan sektor lain terhadap tarif transportasi yang sangat tinggi. Jika harga BBM naik, biaya transportasi naik, biaya produksi naik, harga-harga barang naik, dan semua hal kemudian menjadi semakin mahal. Otomatis dengan mahalnya berbagai hal, daya beli masyarakat turun dan memicu kemiskinan yang meluas.

Mungkin pemerintah berdalih, kebijakan mengikuti mekanisme harga BBM tingkat dunia juga diterapkan di banyak negara lain. Namun apabila dicermati lebih mendalam, konstruksi ekonomi negara lain, terutama yang berkaitan dengan ketergantungan sektor transportasi tidak setinggi di negara kita. Dengan sistem transportasi massal yang sudah mapan, naik-turunnya harga BBM tidak mempengaruhi tarif angkutan umum. Namun cerita indah ini tentu saja tidak berlaku di Indonesia.

Terus bagaimana? Apakah selamanya rakyat kecil harus hidup dalam kesusahan dan terpinggirkan dari keberpihakan kebijakan pemerintah yang sejatinya adalah para pelayan mereka? Entahlah.....

Ngisor Blimbing, 29 Maret 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun