Cinta, oh cinta. Semenjak roda kehidupan diputar, cinta hadir menjadi pewarna kehidupan. Sejak Adam dan Hawa, Rama dan Shinta, Bhisma dan Amba, hingga Rara Mendut dan Pranacitra, semua menghadirkan sisi biru kelabunya perasaan cinta. Namun lebih dari itu, cinta hadir lebih luas bahkan menjadi dorongan nafsu untuk melakukan apapun atas nama cinta. Lihat saja ulah para koruptor yang saat kini menjadi keprihatinan mendalam semua rakyat di negara kita. Para koruptor melakukan tindakan kejahatan yang merugikan negara juga banyak yang didorong oleh rasa cinta, cinta terhadap harta-benda, cinta terhadap anak-istri, cinta kepada jabatan, dan terutama yang paling dominan sebenarnya adalah cinta terhadap diri sendiri.
Cinta yang merugikan orang lain, masyarakat, bangsa dan negara merupakan cinta yang telah kehilangan makna terdalamnya. Cinta keblinger justru menimbulkan kerusakan peradaban dan kehidupan mulia. Cinta semacam ini adalah cinta dangkal, bahkan palsu. Oleh karena itu, kita harus mengembalikan rasa cinta sebagai limpahan keselamatan, kedamaian dan ketentraman, serta keberkahan kehidupan dunia dan akhirat. Cinta yang menghidupi kehidupan. Cinta yang menebar, meluas dan mendalam untuk mendatangkan keberkahan dan keridlaan-Nya. Cinta sebagaimana ditiupkan oleh Tuhan pada setiap ruh makhluk ciptaan-Nya. Salam cinta untuk semua isi alam semesta raya.
Ngisor Blimbing, 15 Desember 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H