Puncak agenda Kopdar Blogger Nusantara 2012 adalah sesi talkshow yang mengangkat tema mengenai blogpreunership, blogging for life, dan videoblogging. Sekitar pukul 10.00 WITA, gedung pertemuan LAN di lantai 4 dihentak dengan alunan gendang dan tembang berbahasa Makassar yang dibawakan secara penuh penjiwaan oleh seorang pelaku adat. Berjajar penuh lenggak-lenggok penuh gemulai dibalut dengan senyuman ramah, empat orang gadis menarikan tari Pakarena berpasangan dengan empat orang pemuda. Keempat pasang muda-mudi tersebut masing-masing mengenakan pakaian adat yang berbeda satu sama lain sebagai sebuah penggambaran perwakilan anak suku bangsa yang ada Sulawesi Selatan yang meliputi suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Tarian yang khusus diperuntukkan untuk menyambut tamu agung ini memiliki perbawa yang luar bisa hingga mengharubirukan kekaguman para blogger.
Dari beberapa talkshow yang digelar siang itu, ada satu pembicara perempuan yang mengangkat cerita pengalamannya menggunakan media blog untuk melakukan kegiatan sosial kemanusiaan. Dengan jargon internet aman dan bersih, sang pembicara mulai memancing rasa penasaran hadirin.
Internet aman dan bersih? Jargon apalagi ini? Saya sendiri masih asing dengan istilah tersebut dan baru mendengarnya saat turut kumpul kopdaran dalam rangka HUT ke-3 Komunitas Blogger Bekasi, Sabtu, 8 September 2012 yang lalu di Balai Patriot Bekasi. Hari itu, di puncak Kopdar Blogger Nusantara 2012, kembali ungkapan yang sama saya dengar kembali dan dari sosok yang sama lagi. Lontaran internet aman dan bersih itu disampaikan oleh salah satu pembicara dalam talkshow inspiratif. Dialah Mbak Sily, seorang ibu rumah tangga yang mendayagunakan jaringan sosial media untuk menggalang aksi kemanusiaan dalam pengumpulan donor darah untuk saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan.
Pada awal mengenal media blog, pembicara yang dari kejauhan sangat mirip artis Syahrini ini justru menggunakan postingan sebagai alat mencurahkan segala ganjalan hati, keluh kesah, kekesalan, bahkan sumpah serapah. Segala unek-unek, rasa stress dan permsalahan-permasalahan yang dihadapi sehari-hari ditumpahkan lewat postingan. Semua beban hati dan pikiran, pokoknya diobral di blog. Awalnya ia hanya berpikir sangat sederhana bahwa dengan menuangkan dan menumpahkan segala ganjalan di hati, maka pikiran dan persaaan akan menjadi lega, menjadi plong dan terhindar dari stress. Semua hal negatif di dalam jiwa ingin dibuang jauh-jauh lewat blog. Blog adalah tempat nyampah, demikian yang terjadi saat itu. Lalu bagaimana respon dari pengunjung di blog sampahnya itu?
Blog yang berisi sampah, ternyata justru memancarkan aura energi negatif. Sumpah serapah dan caci maki dengan kata-kata yang sebebas-bebasnya, tanpa kontrol sopan-santun, bahkan sangat kasar justru memancing pembaca untuk berkomentar dengan kasar pula. Pancaran gelombang aura negatif yang terpancar dari blog sampah, ternyata justru menarik energi negatif yang lebih besar lagi. Akibatnya apa yang dirasakan Mbak Sily? Ia justru merasakan beban pikirannya menjadi bertambah berat. Alih-alih mencurahkan segala himpitan jiwa, keluh-kesah, dan rasa stress, justru para pengunjung blognya menambahkan beban pikiran lewat komentar-komentar yang negatif pula. Hal ini justru menjadikan permasalahan dan himpitan pikiran yang dirasa bukannya menjadi berkurang, tetapi malah bertambah berat.
Menyadari teori sederhana bahwa siapa menebarkan keburukan maka keburukan yang lebih besarlah yang akan dituai dan barang siapa menebarkan benih kebaikan maka kebaikan-kebaikan yang berlipat gandalah yang akan dipanen, membuat pikiran seorang Mbak Sily menjadi terbuka dan berbalik seratus delapan puluh derajat. Sejak saat itu, Mak Sily bertekad untuk menggunakan blog untuk menebarkan nilai-nailai kebaikan.
Dari beberapa berita yang pernah disimaknya, Mbak Sily mendengar bahwa PMI senantiasa mengalami kekurangan persediaan darah bagi saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan. Ia berpikir, andaikan ada seseorang yang bisa memediasi antara pendonor darah dan orang yang membutuhkannya, dengan memanfaatkan social media yang ada, maka ia akan dengan sukarela membantunya. Awalnya ia hanya merasa sebagai seorang ibu rumah tangga yang bukan siapa-siapa dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi hingga beberapa saat ia tidak menemukan sosok seseorang yang dibayangkannya itu. Akhirnya ketika ia tidak bisa mengharapkan orang lain untuk menjalankan gagasannya, maka ia sendiri yang kemudian menyingsingkan lengan baju untuk mulai bergerak.
Langkahnya tentu saja mengundang banyak cibiran dari teman-teman karibnya. Banyak komentar miring yang disampaikan. Masih muda ngapain repot-repot ngurusi orang lain! Masalah sendiri saja masih banyak, kenapa membebani diri dengan menambah masalah dari orang lain? Kalau mau berbuat sosial kan nanti kalau sudah tua saja kenapa? Namun semua pandangan sinis itu tidak membuat langkah Mbak Sily surut. Ia terus maju, mulai dari hal kecil!
Internet adalah produk teknologi manusia yang sangat powerfull. Internet memiliki banyak sisi positif yang bisa dimanfaatkan untuk menebarkan kebaikan dan saling menolong sesama manusia. Dan memang, melalui jaringan social media Mbak Sily terus mengkampanyekan dan memediasi saudara-saudara kita yang membutuhkan darah dengan para pendonor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lambat laun, gayungpun bersambut dan banyak teman relawan lain yang turut bergabung memperkuat barisan para relawan darah ini.
Awal tahun 2012, ada sebuah tawaran pekerjaan yang sempat menggoda perjalanan aksi sosial Mbak Sily. Ia mendapatkan tawaran menjadi seorang site manajer di sebuah perusahaan dengan imbalan gaji dan fasilitas yang sangat menggiurkan. Akhirnya Mbak Sily menapai dunia kerja dan semakin mengen dorkan kegiatan sosialnya. Pada suatu sore ada seseorang yang menelponnya. Beberapa kali sempat tidak diangkat, akhirnya dengan berat hati iapun menjawab telepon yang masuk. Dengan nada memohon, suara di seberang line sangat mengharapkan bantuan Mbak Sily untuk mencarikan pendonor darah bagi saudaranya yang tengah menjalani operasi di rumah sakit. Mbak Sily hanya bisa menjelaskan bahwa dirinya sudah tidak aktif lagi mengurusi hal itu. Teleponpun ditutup.
Selepas menutup telepon, timbul dilematika yang membebani pikirannya. Antara ingin membiarkan permintaan bantuan itu dan ada rasa sesal sedkit kenapa ia membiarkan orang yang tengah membtuhkan bantuannya. Pikirannya menjadi gelisah dan tidak tenang. Akhirnya menjelang pukul sepuluh malam, ia memberanikan diri menelepon balik nomor telepon yang sebelumnya telah menghubunginya. Dengan penuh keraguan, ia menanyakan apakah gerangan orang yang meminta bantuannya sudah mendapatkan bantuan donor darah atau belum. Jika belum tentu ia akan berusaha mencarikan bantuan donor darah. Namun sungguh seribu sayang, sesal kemudian tiada berguna. Ternyata ia mendapatkan jawaban bahwa si sakit sudah meninggal dunia karena tidak sempat mendapatkan bantuan donor darah.
Seperti disambar petir, pikiran Mbak Sily ditikam rasa bersalah yang sangat mendalam. Rasa bersalah itu dibawanya hingga beberapa hari dan sempat berlarut-larut untuk kemudian sedikit demi sedikit menipis seiring berlalunya sang waktu. Namun dua bulan berikutnya terjadi kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Di tengah kesibukannya sebagai manajer, ia dikabari ibundanya mengalami pendarahan dalam sehingga muntah darah. Sang ibundanya harus segera menerima transfusi darah. Akan tetapi Mbak Sily dikabarai hal tersebut dalam keadaan mendadak.
Upaya mencari pertolongan donor dilakukan dengan menyebarluaskan informasi tersebut melalui jaringan saudara dan teman-teman Mbak Sily, baik offline maupun online. Namun waktu berjalan sangat cepat dan seakan tidak mau kompromi. Baru berjalan dua jam semenjak Mbak Sely diberitahu kondisi sakit ibundanya dan berusaha mencari bantuan donor darah, ternyata Yang Maha Kuasa berkehendak lain dengan memanggil ibundanya untuk selama-lamanya. Betapa Mbak Sily merasa ini seakan sebagai peringatan yang sangat keras dari Tuhan.
Kepergian sang ibunda akibat kasus kekurangan darah yang tidak tertolong karena ketiadaan persediaan kantong darah menjadikan Mbak Sily terpukul dan akhirnya memutuskan diri keluar dari pekerjaannya sebagai site manajer. Semenjak itu hidup Mbak Sily didedikasikan untuk menggalang kepedulian donor darah melalui aksi di dunia maya dan nyata. Di blog maupun jaringan social media yang lain, ia membuat postingan-postingan yang menggugah masyarakat untuk peduli dengan aksi donor darah. Lewat dunia maya pula ia banyak menjadi perantara saudara-saudara yang membutuhkan bantuan donor darah.
Tuhan pastinya Maha Adil, melalui gaung kegiatan yang banyak diposting di dunia maya mengundang perhatian Google Crome Singapura yang sangat tertarik dengan sepak terjang seorang ibu rumah tangga biasa yang melakukan aksi sosial kemanusiaan melalui pendayagunaan dunia maya. Bukan tanpa basa-basi, Google Crome Singapura bahkan memberikan penghargaan Wealth Heroes atas dedikasi dan kerja sosial Mbak Sily. Semenjak itu, banyak perusahaan yang menggunakan ikon dan brand image yang dimiliki Mbak Sily untuk promosi produk ataupun kegiatan CSR mereka. Inilah jalan rezeki baru bagi Mbak Sily.
Pelajaran penting dari kisah di atas diantaranya bahwa untuk berbuat baik dengan melakukan kerja sosial demi kepentingan masyarakat luas tidaklah harus dilakukan saat seseorang sudah kaya, sudah sukses, sudah berkemampuan, bahkan sesudah tua di masa pensiun. Yakinlah bahwa masalah rezeki sudah diatur oleh Tuhan lewat jalan manapun yang seringkali bahkan tidak pernah bisa kita duga. Lakukan yang terbaik untuk lingkungan kita!
Foto Mbak Silly diambil dari sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H