Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Balik Tragedi WTC 11 September 2001

11 September 2014   15:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:01 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi warga Amerika Serikat, bahkan mungkin juga seluruh masyarakat dunia, belum sepenuhnya melupakan Black September 2001. 11 September 2001, tepat 13 belas tahun silam, sebuah tragedi kemanusiaan meluluhlantakkan simbol supremasi ekonomi dunia. Gedung Menara Kembar World Trade Center di New York, dihantam dengan dua buah pesawat terbang yang membawa korban meninggal lebih dari 3.000 jiwa. Peristiwa tersebut juga populer dituliskan sebagai tragedi 911.

Momentum tersebut seolah menjadi penanda ditabuhnya genderang perang Amerika Serikat terhadap apa yang dinamakan oleh mereka sebagai teroris. Tidak saja mengkhususkan pengejaran terhadap kelompok Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang konon bertanggung jawab di balik peristiwa tragedi 911, pemerintah Amerika Serikat sebagai adikuasa tunggal juga kebablasan mendendam kepada ummat Islam. Tidak sedikit masyarakat barat yang kemudian memiliki pandangan bahwa ummat Islam adalah teroris, dan agama Islam identik dengan terorisme. Sebuah pemikiran yang super ngawur dan sangat membahayakan cita-cita perdamaian dunia. Semua akibat propaganda pemerintah George W. Bush Junior.

Terkisahkan Phillipus Brown, seorang CEO sebuah perusahaan swasta yang berkantor di lantai 74 Gedung WTC Menara Utara. Pada saat kejadian yang tidak masuk akal itu terjadi, bayangkan sebuah pesawat penumpang menabrakkan diri pada sebuah gedung pencakar langit, ia tengah memulai rutinitas pekerjaannya. Seketika semua orang panik dan kebingungan oleh guncangan akibat hantaman pesawat yang menabrak. Sirine bahaya langsung meraung-raung. Peringatan dari speaker yang mengharapkan tetap tenang, tidak panik dan diam di tempat seolah tidak digubris sama sekali oleh semua orang. Semua berlangsung sangat cepat.

Dalam hitungan detik, semua orang menghambur ke tangga darurat. Sesuai dengan prosedur, dalam kondisi darurat lift gedung memang tidak akan berfungsi dan satu-satunya jalur penyelamatan adalah tangga darurat. Bisa dibayangkan, ribuan manusia kemudian saling berebut untuk turun melalui tangga darurat dalam waktu serentak dan dalam suasana kepanikan yang sangat luar biasa. Akibatnyapun menjadi sangat luar biasa. Manusia saling berebut, berdesakan, saling sikut, bahkan saling injak untuk menyelamatkan diri masing-masing.

Ada ide gila Ibrahim Hussein alias Abe, seorang karyawan baru yang baru bekerja pada hari naas itu, bersama Joane, Phillip turun lewat lift yang tersisa. Maksud hati langsung turun sampai lantai dasar, namun Tuhan menghendaki lift tertahan di lantai 50. Dengan susah payah, pintu lift berhasil dibuka, dan mereka bertiga kembali berada di ruang perkantoran. Bersamaan denga itu kembali terjadi guncangan yang sangat hebat. Awan panas hitam legam menghambur dari atas ke bawah. Jeritan manusia-manusia yang tengah meregang nyawa sangat menyayat jiwa.

Dalam kondisi di ujung maut, tidak sedikit dari para manusia di gedung naas tersebut berada pada titik puncak putus asa. Banyak diantara mereka yang tidak memiliki pegangan kepasrahan dan keikhlasan bahwa mereka sedang menjalani jalan takdir Tuhan. Sebuah keadaan dimana tangan-tangan manusia sedemikian lemah untuk bersikap sombong akan ketentuan-Nya. Sementara di sisi lain, mereke sebelumnya sedemikian larut dalam kefanaan dunia sehingga mereka seolah akan hidup kekal dan tidak akan pernah menjumpai saat-sataa datangnya maut. Merasa sia-sia saling berebut jalan tangga darurat, tak sedikit diantara anak manusia tersebut yang memilih berputus asa, bahkan kemudian langsung terjun bebas. Ya, mereka bunuh diri pada titik ketiadakpercayaan akan keajaiban Tuhan bagi siapapun yang dikehendakinya.

Hal yang demikian juga mendera Joane. Wanita profesional penderita asma tersebut berada pada puncak kekalutan. Ia nekad melompat melalui kaca jendela yang pecah terbuka. Meski Abe dan Phillip sudah berusaha mempertahankan genggaman tangan Joanne, namun sebuah guncangan susulan yang dahsyat tidak dapat terelakkan. Joanne jatuh bebas pada garis gaya gravitasi yang tiada terlawan.

Kembali atas kenekatan pikiran Abe, Phillips dan Abe nekad meluncur turun lewat jalur kabel-kabel instalasi gedung yang menghubungkan sistem listrik dan data antar lantai. Rupanya Tuhan masih belum mentakdirkan mereka langsung tiba di lantai dasar. Mereka berdua terdampar di lantai 10.

Setelah berhasil memecahkan tabung kaca yang membatasi jalur kabel-kabel, Abe dan Phillip dengan terpaksa harus menempuh kembali jalur tangga darurat. Masih sama sebagaimana kondisi di lantai-lantai yang lebih atas, manusia saling menumpuk dan berebut selamat juga terjadi, bahkan semakin parah. Di tengah himpitan ribuan manusia yang bertumpukan sempat terjadi guncangan dahsyat kembali. Kali ini di samping mempercepat gedung menuju keruntuhan, awan panas hitam menggelegar dan menimbulkan banyak percikan api. Abe yang senantiasa melindugi Phillip justru terterjang gumpalan api dan terjangan serpihan kaca dan materi bangunan. Akibatnya Abe mengalami luka bakar parah dan pendarahan di bagian kepalanya.

Bukannya memikirkan diri sendiri, Abe bersikeras agar Phillip segera meninggalkannya. Phillip yang bersikeras akan membopong tubuh Abe, justru dihardik. Bahkan Abe sempat mendorong dan menendang Phillip agar segera turun meninggalkannya. Abe merasa ia sudah sampai pada batas puncak ikhtiarnya kepada Tuhan.

Dengan perasaan kalut tak menentu, Phillip merasa mengkhianati pahlawan yang telah memandunya hingga mendekati titik pendaratan di lantai dasar. Abe, karyawan baru yang kebetulan seorang muslim, baginya adalah sosok manusia luar biasa yang tulus ikhlas mendahulukan keselamatan orang lain dibandingkan nyawanya sendiri. Bahkan orang lain yang baru sesaat dikenalnya pada saat-saat terjadinya tragedi naas itu. Itulah kesan mendalam Phillip terhadap Abe, terhadap seorang muslim, terhadap Islam. Islam menebar keselamatan bagi siapapun, bagi semesta alam.

Akhirnya Tuhan mentakdirkan Phillip selamat dari Tragedi 911. Dalam masa karir selanjutnya ia sukse menjadi seorang millyuner yang kemudian banyak mendermakan hartanya untuk misi kemanusiaan. Ia sadar betul bahwa supremasi WTC atas ekonomi dunia, langsung maupun tidak langsung telah merampas hak hidup banyak manusia di belahan bumi yang lain. Atas kekaguman dan rasa hutang budi terhadap Abe, ia sangat percaya dengan the power of giving.

Meski ia bukan seorang muslim, ia menjadi pengamal sedekah dan infak. Iapun sangat percaya bahwa para muslim pelaku pengeboman WTC hanyalah oknum teroris yang sama sekali berperilaku dengan nilai ajaran Islam yang sejati. Islam tidak pernah mengajarkan tindak teror. Islam bukanlah terorisme. Sebuah aksi teror adalah tindakan apapun yang melukai nilai peri kemanusiaan, siapapun pelakunya. Muslim dan Islam tidak bisa dikatakan sebagai teroris atau terorisme hanya karena ada oknum ummatnya yang melakukan tindakan teror.

Delapan tahun berlalu meninggalkan luka dan derita pagi para keluarga korban Tragedi 911. Michael Jones, suami Joanne hanyut dalam dendam kepada setiap muslim, kepada Islam. Pada saat terkabar akan dibangunnya sebuah masjid di Ground Zero, lokasi bekas WTC beridiri, ia menjadi koordintor aksi demo penolakan rencana tersebut. Baginya Islam telah merenggut orang dicintainya. Apapun yang berkaitan dengan Islam dibencinya mati-matian.

Di sisi lain, Azima istri Ibrahim Hussein, terpuruk dalam depresi ketersudutan stereotip Islam adalah terorisme, muslim adalah teroris. Ia menjadi korban masyarakat yang sinis memandang para muslim atas nama Islamphobia yang berkembang semakin akut. Ibunya, orang tua kandung yang tersisa sepeninggal ayahnya, yang seorang katholik alim, juga menjadi pengutuk Islam. Ia yang sebelumnya sudah merasa kehilangan anaknya yang terengkuh keimanan agama lain menjadi semakin tertekan hingga menderita alzaimer akut. Demi kecintaan akan ibundanya, Azima terpaksa menyamarkan hijabnya di bawah sebuah wig rambut palsu dalam kesehariannya. Sebuah pilihan hidup yang teramat berat.

Delapan tahun berlalu, Tuhan mengutus suami-istri Rangga-Hanum yang datang ke Amerika Serikat atas misi dari bosnya masing-masing. Melalui takdir Tuhan yang berliku, pada acara penobatan CNN TV Heroes, dipertautkanlah Phillip, Azima dan Michael. Melalui kisah pengakuan jujur mengenai latar belakang Phillip memilih jalan kedermawanan, hati Michael yang dibalut kebencian terhadap Islam luluh. Dendam kesumat di hatinya lenyap sudah. Dari kisah yang sama, Azima menemukan serpihan penggal akhir hayat Abe yang tetap kaffah menggenggam Islam. Mereka ditautkan dalam tali kasih cinta sejati indahnya persaudaraan anak manusia.

Di mata Hanum-Rangga, rekonsiliasi tersebut adalah sebuah keajaiban, bahkan mukjizat. Delapan tahun kesalahpahaman masyarakat barat terhadap Islam dijawab dengan tuntas oleh Tuhan melalui Azima, Phillip, dan Michael. Islam menampakkan cahaya rahmatan lil 'alamin-nya. Islam yang cinta damai sebagaimna makna kata islam itu sendiri.

Keajaiban, ya sebuah mukjizat yang ditampakkan oleh Sang Maha Penuh Misteri. Peristiwa penampakan mukjizat itu bagaikan terbelahnya rembulan sebagai mukjizat Kanjeng Nabi Muhammad sebagai jawaban kesangsian para kafir akan dakwah dan risalah yang diembannya.

Penggalan kisah di atas merupakan bagian kisah Bulan Terbelah di Langit Amerika. Sebuah buku novel yang sangat inspiratif karya suami-istri Hanum Rais - Rangga Almahendra. Sebagai kisah yang digali dari perjalanan di New York dan Washington, Hanum ingin melanjutkan kembali misi menjadi agen muslim yang baik sebagaimana ditulisnya dalam kisah 99 Cahaya Islam di Eropa yang dituliskannya sebelumnya. Bagi mereka, kesalahpahaman bahkan kebencian masyarakat barat terhadap Islam tidak lepas dari akhlak ummat Islam. Jika setiap ummat Islam mengemban misi untuk menampilkan keluhuran akhlaknya, pasti masyarakat barat akan paham bahwa Islam sama sekali bukan terorisme, bahkan ajaran Islam sangat menentang tindakan teror siapapun pelakunya. Dengan demikian Islam akan nampak sebagai cahaya rembulan yang teduh, Islam yang rahmatan lil 'alamin.

Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika menjadi salah satu berlian berharga yang dapat memancarkan cahaya Islam ditengah gelombang jaman yang memandang Islam dan Kanjeng Nabi Muhammad dalam kelamnya kesalahpahaman atas nama fanatisme agama yang sangat sempit. Islam adalah rahmat bagi semua ummat manusia. Buku menjadi salah satu rujukan mengenai bagaimana bersikap sebagai agen muslim yang baik. Monggo dibaca kisanak.

Ngisor Blimbing, 6 September 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun