Hanya saja, UU itu sebenarnya bukanlah agama sebagaimana yang kita pahami selama ini. Dalam terminologi kita, UU itu bukanlah agama, melainkan suatu aliran kepercayaan.
Dengan menganut aliran kepercayaan, kita tidak harus keluar dari agama yang telah kita peluk. Meskipun aku tidak bisa membuktikan bahwa agama keluargakulah yang paling benar, aku juga tidak bisa membuktikan bahwa agama keluargaku itu salah. Karena itu, aku putuskan untuk tidak keluar dari agama keluargaku, kecuali bila kelak terbukti bahwa agamaku ini salah.
Jadi, apa agamaku yang sebenarnya? Selaras dengan aliran kepercayaan UU yang kuanut, maka jawabanku: Hanya Tuhan sajalah yang tahu apa agamaku yang sebenarnya. Aku sendiri tidak tahu. Isian agama pada KTP-ku belum tentu menunjukkan agamaku yang sebenarnya. Hanya Tuhan yang tahu. Bisa saja aku berteriak kepada semua orang bahwa agamaku adalah A, tapi apakah Tuhan juga menilai bahwa agamaku benar-benar A? Aku tidak tahu.
Oleh karena itu, kau boleh menganggapku beragama Islam, tetapi boleh pula menganggapku nonmuslim.
Beginilah agamaku, begitukah agamamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H