---
Hari-hari berikutnya, perasaan Dara semakin terombang-ambing. Ia terus bertemu Arga secara diam-diam, menciptakan kenangan-kenangan yang hanya mereka berdua yang tahu. Saat mereka berjalan di taman, Arga sering meraih tangannya dengan lembut, dan Dara, meskipun tahu itu salah, selalu membiarkan tangannya berada di genggaman Arga lebih lama dari yang seharusnya.
Suatu malam, saat bulan bersinar terang, mereka berdiri di tepi danau. Arga memeluk Dara dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu Dara.
"Kamu tahu, aku ingin waktu berhenti di sini. Bersamamu selamanya," bisik Arga dengan lembut.
Dara menutup matanya, merasakan desiran hangat yang menjalar di seluruh tubuhnya. Namun, perasaan bersalah kembali menghantam hatinya. "Arga, ini nggak benar. Aku punya Radit. Dia suamiku. Aku nggak bisa terus seperti ini."
Arga terdiam sejenak. "Kalau begitu, kenapa kamu masih di sini, bersamaku?"
Dara menggigit bibirnya, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata. "Aku nggak tahu. Mungkin karena aku mencintaimu, Arga. Tapi ini salah."
---
Akhirnya, pada suatu malam yang tak terelakkan, Radit menemukan pesan-pesan di ponsel Dara yang ditujukan untuk Arga. Meski tidak ada kata-kata yang terlalu vulgar, jelas dari percakapan mereka bahwa hubungan Dara dan Arga lebih dari sekadar teman.
Radit menatap Dara dengan tatapan penuh kekecewaan saat mereka duduk di ruang tamu.
"Apa ini, Dara? Aku nggak pernah menyangka kamu akan menyembunyikan sesuatu sebesar ini dari aku."