Everyone in nature desires to know! (Aristoteles)
Betul sekali! Manusia pada hakekatnya selalu ingin tahu, ingin mengerti realitas hidupnya. Karena nafsu ingin tahu ini, manusia secara terus-menerus membongkar setiap sisi kemapanan realitas dan pemikirannya. Nafsu ini membuat manusia secara gesit bahkan membongkar labirin pemikirannya yang gelap, tersembunyi. Yang paling absurd adalah bahwa dengan nafsu ini, manusia ingin memahami pemikiran “Yang Absolut” secara sempurna! Inilah konsekuensi paling tragis dari pemikiran para ekstensialis awali semacam Nietczhe.
Dari seluruh nafsu ingin tahu ini, apakah yang sebenarnya ingin dipecahkan oleh manusia? Bagian manakah yang sejatinya ingin dirobek oleh manusia? KETERBATASANNYA. Ya, dengan nafsu ini, manusia ingin lepas dari segala hal yang membatasi dirinya, pemikirannya. Batasan antara apa? Batasan antara ‘sesuatu yang besar’, yang ada di dalam diri manusia, dengan ‘realitas agung’ yang dihadirkan oleh Yang Absolut. Antara ‘potensi besar’ yang ada di dalam diri manusia dengan suatu ‘Potensi agung’ dimana potensi besar itu berasal. Apakah atau siapakah batasan itu? Batasan yang ingin dirobek oleh manusia adalah dirinya sendiri! Gila bukan? Manusia bergulat dengan dirinya sendiri agar nafsu ingin tahunya terpenuhi. Ia memberontak atas dirinya. Ia bahkan menanyakan secara terus menerus, siapakah dirinya sebenarnya?
Manusia sebenarnya tahu lebih banyak daripada apa yang bisa ia katakan[1]. Ia menyimpan suatu potensi yang sangat besar di dalam dirinya, lebih dari hal-hal yang bisa diungkapkan secara lahiriah. Jika demikian adanya, tentu setiap manusia adalah orang-orang yang hebat sejauh ia bisa mengungkapkan ‘something inside’nya itu secara tepat. Manusia itu menemukan makna terdalam dirinya sejauh ia dapat mengaktualisasikan dirinya. Ini tentang potensi dan aktus! Pertanyaannya adalah, apakah yang menjadi jembatan antara potensi/realitas besar yang ada di dalam diri manusia ini dengan aktusnya sehingga ia bisa memahami potensi/realitas agung di luar dirinya? Saya yakin, jembatan metafisis ini pasti ada. Hanya saja, sekali lagi, saya belum menemukan jembatan itu. Secara perlahan, manusia akan menemukannya. Saya akan menemukannya!
[1] Thesis ini diungkapkan pertama kali oleh Michael Polanyi dalam gagasan briliannya, Tacit Knowledge.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H