Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Xavia dan Kalung Emas Kepala Singa Ares

25 Juli 2024   20:25 Diperbarui: 25 Juli 2024   20:40 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: iStockphoto

Xavia, seorang arkeolog muda. Dia tinggal di Jakarta. Xavia, gen Z, cerdas dan berani. Dia sangat mencintai sejarah kuno, terutama mitologi Yunani kuno.


Suatu hari, saat sedang melakukan ekskavasi di sebuah situs kuno di Yunani, Xavia menemukan sebuah artefak yang sangat langka. Artefak itu adalah sebuah kalung emas dengan liontin berbentuk kepala singa yang indah.

Tanpa Xavia sadari, kalung tersebut merupakan artefak yang pernah dimiliki oleh dewa perang Yunani kuno, Ares.

Ketika Xavia memegang kalung itu, tiba-tiba dia merasakan kehadiran yang aneh di sekitarnya. Sebuah cahaya terang muncul di hadapannya, dan dari dalam cahaya itu muncullah sosok seorang pria dengan kekuatan yang luar biasa dan aura keanggunan yang tak tertandingi.

"Salam, Xavia," kata pria itu dengan suara dalam.

Xavia tersentak kaget. Dia merasa seperti sedang bermimpi. "Siapa... siapa kamu?" tanyanya gemetar.

"Aku adalah Ares, dewa perang," jawab pria itu dengan tenang.

Xavia tidak percaya apa yang dia dengar. Tapi saat dia melihat ke dalam mata pria itu, dia merasa ada kebenaran dalam kata-katanya. Ares, dewa perang yang perkasa dan penuh gairah, sekarang berdiri di hadapannya.

Seiring berjalannya waktu, Xavia dan Ares mulai menghabiskan banyak waktu bersama. Ares terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Xavia, sementara Xavia terpesona oleh kelembutan dan kepedulian yang tak terduga dari dewa perang yang keras kepala itu.

Namun, cinta mereka tidaklah mudah. Ares harus beradaptasi dengan dunia modern yang begitu berbeda dengan zaman kuno tempatnya berasal. Dia harus belajar tentang teknologi, budaya populer, dan cara hidup manusia modern. Di sisi lain, Xavia harus menerima bahwa hubungannya dengan Ares membawa bahaya dan tantangan yang tak terduga.

Namun demikian, cinta mereka terus berkembang. Xavia belajar untuk menerima bagian-bagian gelap dari Ares, sementara Ares belajar untuk menemukan kedamaian dalam kehidupan modern yang tidak pernah dia alami sebelumnya.

Di antara konflik dan tantangan, Xavia dan Ares menemukan kekuatan dalam cinta mereka yang mendalam. Mereka belajar bahwa meskipun dari dunia yang berbeda, cinta sejati akan selalu menemukan cara untuk bersinar terang.

Suatu malam yang dingin di sudut Jakarta, Xavia dan Ares duduk bersama di atap sebuah bangunan tinggi yang menawarkan pemandangan gemerlap kota di bawah mereka.

Xavia menatap ke langit yang dipenuhi bintang-bintang, sementara Ares duduk di sampingnya dengan tatapan penuh kehangatan.

"Ares, bagaimana perasaanmu tentang dunia modern ini?" tanya Xavia dengan penuh perhatian.

Ares memandanginya sejenak sebelum menjawab, "Ini sangat berbeda dengan dunia yang kukenal. Teknologi, pola pikir, semuanya begitu maju dan kompleks. Tapi ada keindahan dalam kehidupan manusia modern yang aku mulai menghargai, terutama kebersamaan seperti ini."

Xavia tersenyum. "Aku senang kamu mulai merasa nyaman di sini. Tapi aku juga ingin kamu tahu bahwa aku sangat bersyukur bisa mengenalmu, Ares. Kamu membawa keajaiban ke dalam hidupku."

Ares mengangguk perlahan. "Kamu juga membawa keajaiban ke dalam hidupku, Xavia. Sejak kita bertemu, hidupku menjadi lebih berarti. Aku merasakan hal-hal yang dulunya tidak pernah aku bayangkan."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati kehadiran satu sama lain di tengah malam yang tenang itu. Namun, ketenangan mereka terganggu oleh kehadiran seseorang yang tiba-tiba muncul di atas atap bangunan itu.

Seorang pria bertubuh tinggi dengan senyum yang licik berdiri di hadapan mereka. "Apa yang kalian lakukan di sini?" ujarnya dengan suara berat.

Xavia langsung merasa tidak nyaman. "Kami hanya ingin menikmati pemandangan," jawabnya dengan hati-hati.

Pria itu menggelengkan kepala. "Kalian berdua adalah ancaman bagi kami. Kami tidak bisa membiarkan keberadaanmu terus berlanjut."

Ares bangkit berdiri dengan tatapan tajam. "Siapa kau yang berani mengganggu kami?"

Pria itu tertawa sinis. "Aku adalah seorang penjaga. Tugasku adalah memastikan bahwa entitas seperti kalian tidak berada di dunia ini. Kami tidak bisa membiarkan dunia manusia terus terpengaruh oleh makhluk-makhluk mitologi yang telah lama kita larang."

Xavia dan Ares saling pandang, mereka menyadari bahwa ini adalah konfrontasi yang tidak bisa dihindari. Dalam sekejap, suasana menjadi tegang. Ares siap untuk bertindak, sementara Xavia mencoba mencari cara untuk menyelesaikan konflik ini dengan damai.

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, tiba-tiba muncul kekuatan yang melingkupi mereka berdua. Sebuah cahaya putih terang menyelimuti atap bangunan itu, memancarkan kekuatan yang begitu kuat sehingga pria itu terpental ke belakang.

Saat cahaya reda, Xavia dan Ares melihat sosok yang tak terduga berdiri di hadapan mereka. Itu adalah Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi Yunani.

"Diamlah, penjaga," ucap Zeus dengan suara yang memenuhi ruang. "Mereka adalah bagian dari takdir yang lebih besar."

Pria penjaga itu menundukkan kepala dengan patuh. "Maaf, Tuan," katanya sambil menghilang begitu saja.

Xavia dan Ares terdiam, terpesona oleh kehadiran Zeus sendiri. Tapi Zeus tersenyum ramah kepada mereka berdua.

"Anak-anakku, cinta kalian telah menciptakan getaran yang luar biasa di alam semesta ini," kata Zeus dengan lembut. "Kalian telah membuktikan bahwa cinta tidak mengenal batas zaman atau dimensi. Kalian adalah contoh dari harmoni yang sejati antara dunia manusia dan mitologi."

Xavia dan Ares bertatapan dengan penuh kehangatan. Mereka merasakan getaran energi yang mengalir di antara mereka, mengikat mereka lebih erat lagi.

"Dengan restu ini, kalian bebas untuk menjalani kehidupan bersama," lanjut Zeus. "Jangan pernah lupakan bahwa cinta kalian adalah sesuatu yang kuat dan suci. Jagalah satu sama lain, dan jagalah keharmonian yang kalian raih."

Zeus kemudian menghilang dengan gemuruh samar, meninggalkan Xavia dan Ares dalam ketenangan malam yang kembali terasa hangat. Mereka duduk bersama, tangan mereka saling menggenggam, siap menghadapi masa depan yang penuh petualangan dan keajaiban bersama-sama.

Di bawah cahaya bulan, cinta mereka menerangi malam Jakarta, menghadirkan kisah cinta abadi antara seorang arkeolog modern dan dewa perang kuno.

Cldg25/7/2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun