"Seperti usia seragam sekolah yang sudah berumur 35 tahun, rajutan kain di seragam itu pasti sudah banyak yang terputus karena rapuh dimakan lamanya usia. Dipastikan juga, seragam itu bahkan tak ada lagi karena mungkin sudah koyak, bolong disana-sini, terbakar, hanyut dibawa air atau si pemilik sudah lupa meletakan dimana seragam itu."
Sama halnya seperti seragam sekolah yang berumur 35 tahun, begitu juga dengan jarak waktu kelulusan saya dan teman-teman seangkatan yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), dahulu disebut SLTP, tentu sudah sangat lama bukan! Ya, kerena itu sama saja dengan hitungan waktu lebih dari 3 dekade atau mau nyaris ke setengah abad.
35 tahun lalu, saya dan teman-teman seangkatan duduk bersama di SMPN 152. Sekolah itu hingga kini masih terletak di daerah Sunter Jaya, Jakarta Utara dan beruntung tidak berpindah lokasi seperti sekolah lain yang mungkin nasibnya kurang baik, digusur atau dipindahkan.
Dulu waktu masih pulang-pergi ke sekolah, saya khususnya, masih ingat betul bagaimana suasana yang ada di sekitaran sekolah. Kalau kita berangkat dari arah perumahan elite Sunter Mas, kita akan memasuki gang-gang kecil yang padat rumah. Nah, di dekat sekolah banyak terdapat sentra-sentra pengrajin tahu dan tempe. Sehingga aroma yang tercium sangat khas di wilayah itu, yakni bau limbah dari proses pembuatan tahu-tempe.
Namun, jika kita mengambil jalan dari jalan utama, suasana yang kita dapati akan berbeda. Kita tidak terlalu menghirup aroma limbah tahu-tempe, karena di jalan raya yang menghubungkan antara jembatan Bendungan Dempet ke perumahan Depkes dan lainnya, sudah terdapat banyak rumah warga dan deretan warung serta toko.
Didekat sekolah terdapat juga  Puskesmas dan Kantor Kelurahan. Di sebelah sekolah, (kalau belum digusur atau masih ada) terdapat sekolah swasta bernama Giki (Gita Kirti). Agak bergeser lagi, terdapat semacam lahan kosong berbentuk rawa. Disitu masih banyak ditumbuhi tanaman rawa seperti eceng gondok dan sebagainya.
Pada masa itu (antara tahun 1984-1987), untuk mencapai sekolah banyak sekali teman-teman seangkatan yang masih menggunakan kendaraan umum seperti Metro Mini, Mikrolet, bajaj bahkan becak. Kala itu yang naik kendaraan pribadi memang ada, tapi hanya beberapa saja. Tetapi jangan harap bisa 'order' Ojek Online (Ojol) saat itu, karena memang belum ada. Sebab bagi kita sebagai generasi Baby Boomers, saat itu belum merasakan bagaimana sekolah dengan memakai handphone. Jangankan memakainya, mengingat atau membayangkan seperti apa itu wujud handphone pun belum ada dalam benak kita semua.
Untuk keperluan komunikasi di masa itu kita hanya menggunakan telepon umum, atau bagi orangtuanya yang berkecukupan mereka menggunakan telepon di rumah masing-masing.
Sementara itu jika bernostalgia lagi pada masa sekolah di era 80-an, uang jajan yang diberikan ortu pun tergolong masih sangat kecil, jika dibandingkan dengan uang jajan anak atau cucu-cucu kita saat ini.
Aneka jajanan semasa SMP di era itu pun tak seperti saat ini. Kalau anak-anak sekarang bisa jajan kentang goreng, sosis bakar atau jajanan kekinian, anak-anak SMP era 'Duran-Duran' jajannya ya nggak seperti saat ini. Anak-anak SMP di masa itu memang tidak banyak dihadapkan sama pilihan kuliner yang variatif seperti saat ini.
Barangkali kalaupun ada yang sudah dibekali makanan oleh orangtuanya seperti fried chicken, burger ke dalam tas sekolahnya, itu pun bisa diketahui siapa dia. Ya, mereka tentunya yang memiliki orangtua dengan karir serta jabatan yang tinggi.
Selama 35 tahun meninggalkan bangku SMP, sudah barang tentu banyak hal yang terlupakan. Atau karena faktor usia, saya pribadi bahkan sebagian teman, sudah lupa lagi dengan nama serta wajah teman atau guru-guru kita.
Faktor 'pergaulan' di masa sekolah bisa jadi memengaruhi bagaimana kita saat ini terhadap eks teman-teman. Maksudnya, jika kita memiliki pergaulan luas di masa sekolah, bukan tidak mungkin kita masih bertemu dan bersilaturahmi dengan teman-teman saat ini. Tetapi jika kita 'kuper' saat itu, jangankan bertemu, teman ingat sama kita pun sudah merupakan mukjizat.
Beruntung, segelintir alumni masih peduli dengan arti 'kebersaman' itu. Sehingga mereka pun tergerak untuk membuat acara reuni. Sejatinya, acara reuni itu memang digelar setiap setahun sekali. Namun saya pribadi, atau mungkin ada teman-teman lain yang sama sekali tak pernah hadir di setiap hajatan reuni itu.
Sebab itu, untuk mengingatkan lagi bahwa kita pernah sama-sama duduk di bangku SMP 152 khususnya angkatan 1987, panitia kecil mengajak para alumni dimanapun berada untuk guyub lagi, ngumpul lagi dan merenda lagi kenangan yang dulu sebegitu naiefnya atau polos, mungkin begitu ya.
Saya sebagai Kompasioner, atau mungkin juga teman-teman seangkatan yang juga membuat konten di media yang berinduk di Kompas grup ini, atau lewat media serta platform lain, setidaknya dapatlah menyuarakan rencana baik ini. Siapa tahu dari situ teman-teman kita yang nun jauh disana tersampaikan pesan baik ini, lalu tergerak membulatkan niat, tekad dan tenaga untuk datang.
Semoga ya!
Menurut Ketua angkatan alumni Saliwa 87 Deri Hardiyansah, reuni tahun ini dibuat sebagai ajang silaturahmi setelah hampir lebih 5 tahun tidak dibuat pertemuan serupa.
"Untuk reuni ini kita buat karena sebagai ajang silaturahmi setelah hampir lebih 5 tahun kita ga buat pertemuan, dan kebetulan tahun ini tepat 35 tahun kita lulus dari SMP. Kita intinya biar kawan-kawan senang dan bahagia di usia menjelang senja ini. Bisa bernostalgia dan mungkin saling lepas rindu." Ujar Deri lewat pesan tertulis di WhatsApp, Rabu (22/6/2022).
Deri menambahkan bahwa reuni tahun ini juga sengaja dibuat dengan tema kesetaraan.
"Reuni kita usahakan kedudukan semua sama seperti kita dulu di SMP tidak memandang jabatan, profesi dan kedudukan saat ini. Makanya kita buat acaranya nanti yang bikin santai, senang dan menjadi kenangan." Imbuh Deri.
Deri mengapresiasi sejumlah inisiator reuni yang sudah bekerja keras demi terselenggaranya acara ini.
"Setelah reuni pertama tahun 2009 di Bumbu Desa Kelapa Gading, banyak sekali teman-teman yang jadi inisiator acara ini antara lain,
Mas Bambang Riyanto, Jeng Ermawati, Jeng Ida Dahlia, Jeng Sumiati, Jeng Eti Kurniawati, Jeng Dwi, Mas Bambang Sanjaya, Mas Winarno dan masih ada lainnya." Pungkas Deri.
Sementara dari daftar hadir yang ada, jumlah yang sudah mengisi absensi kehadiran nyaris mencapai seratus alumni. Mereka berasal dari berbagai kelas angkatan 1987.
Menariknya beberapa guru juga mengisi absensi kehadiran.
"Memang kami ada rencana untuk memberikan tanda kasih buat guru-guru yang hadir nanti. Dari absensi sudah bersedia hadir antara lain Bapak NL Tobing, Ibu Rita Wiharti, Ibu Daryani, Bapak Makroni, Ibu Mimbar, Ibu Eny Kusnaeni dan Ibu Sri Kahesti Purwaningsih." Jelas Deri lagi.
Acara reuni alumni 87 Saliwa sendiri rencananya akan digelar di kediaman alumni Eti Kurniawati, Cluster Mediterania Golf 2, Jl. Panaitan No.8, Sentul City, Bogor, Jawa Barat hari Sabtu 16 Juli 2022.
"Disediakan Bus untuk teman-teman yang datang. Untuk seragam, perempuan memakai atasan Orange, bawahan Putih, kerudung Coklat muda dan untuk laki-laki menggunakan atasan Orange (kemeja/kaos) dengan bawahan Jeans. Acara dikemas sangat keren, dimeriahkan oleh Host kebanggan 87, Rudy Irham. Ada Doorprise, Souvenir menarik." Tulis penyelenggara di undangan.
Semoga rencana dan niat baik ini terlaksana tanpa kendala dan hambatan apapun. Selamat ber-reuni kawan-kawan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kesehatan dan rejeki kepada kita semua, Amin YRA.***
Tangerang (23/6/2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H