Netizen yang fokus pada keterangan yang ditulis BCL, mereka umumnya memberikan respon positif. Tetapi netizen yang fokus pada foto, justru memberi respon yang mengkritik.
"Tutup dong auratnya. Kasian suaminya disana." Respon netizen dengan foto profil berhijab.Â
Dari komentar netizen yang mengkritik tadi, terdapat sisi menarik untuk dijadikan sebuah konten. Namun dari sisi keterangan yang BCL tulis yang merupakan kata-kata motivasi, hal itu bisa juga dibuat satu konten.Â
Tinggal bagaimana para konten kreator ingin membuat konten tersebut. Apakah mau yang mengkritik penampilan BCL atau yang menyanjung BCL sebagai seorang single parent.
Pada bagian ketika konten artikel BCL itu telah dipublish pada media, sesungguhnya penerapan ilmu Jurnalistik belum sepenuhnya diterapkan.Â
Karena kalau kita mengacuh pada devinisinya, Jurnalistik adalah pengumpulan bahan berita (peliputan), pelaporan peristiwa (reporting), penulisan berita (writing), penyuntingan naskah berita (editing), dan penyajian atau penyebarluasan berita (publishing/broadcasting) melalui media.
Dalam konteks konten artikel seperti BCL tadi, tahapan pada awal yakni, pengumpulan bahan berita yang diperoleh melalui sebuah peliputan, tidak diterapkan disini.
Tahapan itu hanya pada reporting, writing, editing serta publishing.Â
Terkait pemanfaatan media sosial sebagai produk Jurnalistik, memang menimbulkan pro kontra tersendiri.
Media online republika.co.id pernah mengangkat hal ini lewat pemberitaan mereka dengan judul "Pers Diingatkan tak Jadikan Medsos Konten Berita".
Pada bagian depan ditulis, bahwa mantan ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengingatkan media mainstream tidak mudah menjadikan konten di media sosial sebagai pemberitaan tanpa memahami kaidah jurnalistik.