Saat ini sedang menggema istilah Glorifikasi terkait pembebasan Pedangdut Saipul Jamil dari penjara. Istilah Glorifikasi itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti, sebuah proses, cara, perbuatan meluhurkan maupun  memuliakan.
Dari pengertian tersebut maka bisa disimpulkan bahwa apa yang telah terjadi saat Saipul Jamil bebas dengan cara dikalungkan bunga, diarak keliling di atas mobil mewah, adalah sebuah tindakan atau perbuatan meluhurkan maupun memuliakan sang Pedangdut.
Tindakan itu kemudian memunculkan polemik di tengah publik. Pasalnya, mantan suami Dewi Perssik itu tak pantas dan layak diperlakukan seperti itu, mengingat kejahatan yang dilakukan oleh Ipul amatlah kontradiktif dengan glorifikasi tadi.
Saipul Jamil diketahui pernah melakukan kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur pada 2017 lalu. Atas perbuatannya dia dijerat pasal 292 KUHP tentang pencabulan dan divonis tiga tahun penjara.
Vonis itu membuat Saipul Jamil keberatan sehingga dia naik banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun majelis justru menambah hukumannya menjadi 5 tahun penjara. Itu terjadi lantaran Saipul Jamil diketahui menyuap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, untuk meringankan hukumannya tersebut.
Melihat latar belakang kasus hukum yang menjerat Saipul Jamil tadi, jelas yang namanya kejahatan tetap kejahatan. Apapun itu jenis kejahatannya, Saipul Jamil harus membayar mahal perbuatannya dengan mendekam cukup lama di hotel prodeo.
Kini setelah melewati masa hukuman dan sudah dapat menghirup udara bebas, publik malah menghukum pria yang biasa disapa Ipul itu.
Hukum publik itu, entah siapa yang memulai, jelas menyasar kepada tindakan perlawanan hukum yang pernah dilakukan Ipul yaitu tadi, perbuatan pencabulan atau ada juga yang menyebut Ipul seorang pedofil.
Karena perbuatan melanggar hukum tadi, maka apa yang sudah terjadi saat pembebasan Ipul beberapa hari lalu kemudian disandingkan dengan narasi kontradiktif. Bahwa seorang fedofil tak pantas mendapatkan perbuatan diluhurkan atau dimuliakan.
Jadi sejatinya siapa sesungguhnya orang yang harus meluhurkan dan memuliakan Ipul? Bukankah kedua tindakan atau cara tersebut akan lebih pantas diberikan kepada para orang-orang yang bersih?