Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Covid-19, Asbes, dan Vaksin Flu

5 Agustus 2021   15:25 Diperbarui: 5 Agustus 2021   15:38 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jika kita mengingat kembali, tahun lalu (2020) kata pneumonia yang diikuti dengan tambahan "akut" juga terelasi dengan kondisi akibat covid 19. Bedanya, vaksin influenza untuk pencegahan pemberatan covid 19 dianjurkan bagi manusia sebelum terpapar covid agar dapat memberi efek pencegahan pemberatan dan kematian. Vaksin yang sama dianjurkan diberikan bagi mereka yang menderita asbestosis akibat pajanan asbes. Pembeda lainnya adalah gambaran selubung putih di paru-paru dihasilkan oleh teknologi x-ray untuk mendeteksi penderita covid, sementara perlu High Resolution CT Scan bagi penderita gangguan paru akibat asbestos.

Menyelamatkan Manusia 

Korban meninggal akibat covid 19 per 3 Agustus 2021 telah mencapai 4,26 Juta jiwa di seluruh dunia dengan peningkatan angka kematian mencapai 10.000 orang lebih di tanggal yang sama (Worldometers). Saat tulisan ini dibuat, Indonesia sudah mencapai 100.000 orang yang meninggal akibat covid 19.

Sugio Furuya dkk (2018) mengestimasikan sedikitnya 255.000 orang meninggal pertahun akibat paparan asbestos di seluruh dunia dimana 233.000 diantaranya merupakan pekerja yang berhubungan dengan asbes. Bukan angka yang kecil untuk segera memulai memitigasi potensi bencana akibat asbestos. Indonesia sendiri masih mengimpor ratusan ribu ton asbestos dalam bentuk bahan baku untuk diolah mayoritas menjadi atap, lembaran dinding, dan diikuti berbagai produk lainnya.

Kasus penyakit asbestos di Indonesia masih terus menjadi misteri karena pemerintah juga tidak kunjung melakukan upaya pengujian terhadap penyakit paru-paru yang di derita oleh pekerja yang terpapar asbestos. Alih-alih mau mengakui keberadaan korban sebagai penyakit akibat kerja. Douglas dan Van den Borre (2019) mengakatakan acuhnya pemerintah untuk menghasilkan kebijakan yang tepat melindungi warga dari penyakit akibat asbes di dorong oleh tiga hal; pertama, kuatnya lobi yang dilakukan industri asbes. Kedua, isu ini hanya berpengaruh pada kelompok kecil elit politik yang kurang berpengaruh, dan. Ketiga, yang paling besar adalah karena penyakit yang muncul akibat asbestos ini bersifat laten dan membutuhkan puluhan tahun untuk tampak.

Dari perjalanan advokasi yang dilakukan Lion Indonesia terhadap 60 orang pekerja industri pengolahan asbes (tali asbes, gasket/otomotif, dan atap semen), 6 orang diantaranya terkonfirmasi menderita penyakit akibat asbes. Penelitian lain yang dilakukan Anna Suraya dkk (2020) juga membuktikan adanya penyakit kanker akibat paparan asbestos di tempat kerja. Walau sudah ada temuan yang demikian, pemerintah sasat ini masih belum tergerak melarang asbestos di Indonesia dengan berbagai alasannya. Jika mitigasi terhadap bencana asbestos tidak segera dilakukan, bencana seperti covid 19 bukan tidak mungkin akan terjadi kembali secara lokal akibat masih bercokolnya asbestos.

Tawaran Douglas dan Van den Borre (2019) agar pemerintah lebih memberi perhatian terhadap potensi bencana akibat asbes patut menjadi pemikiran dan langkah kedepan demi menyelamatkan Indonesia dari bencana asbestos. Tiga proposal yang diajukan Douglas itu adalah pertama, mendorong pembuat kebijakan di negara-negara yang belum melarang penambangan, impor dan penggunaan asbes harus segera menerapkan larangan.

Jika hal ini tidak mungkin, misalnya, karena perlawanan politik, mereka harus mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi sosialisasi larangan tersebut dalam waktu dekat. Misalnya, dengan memperkenalkan prosedur untuk mengukur paparan asbes dan kejadian mesothelioma, sehingga membuat penolakan terhadap risiko penggunaan asbes menjadi lebih sulit.

Kedua, upaya untuk meningkatkan kesadaran publik yang menargetkan sumber risiko paling penting harus digandakan. Kampanye besar berkenaan dengan bahaya asbes perlu diperlakukan lebih serius sebagaimana kampanye kesehatan lainnya. Kampanye demikian ini dapat disejajarkan dengan kampanye bahaya mengemudi sambil mabuk, bahaya merokok, juga prokes pencegahan covid 19, yang bukan hanya menyasar kelompok tertentu melainkan kampanye luas.

Pengetahuan yang lebih baik tentang penggunaan asbes, cara mengidentifikasinya, dan cara menanganinya dengan aman berpotensi sangat substansial mengurangi paparan asbestos bagi pekerja konstruksi hingga ke rumah tangga.

Ketiga, perlu adanya dorongan agar pemerintah memperbesar subsidi publik untuk pengujian asbes, langkah-langkah pengurangan, penggantian, hingga penghapusan konsumsi asbes. Harus disadari bahwa mengabaikan kemungkinan bencana akibat asbes akan menimbulkan kerugian yang begitu besar bagi negara dan pengusaha sekaligus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun