"Perwakilan PT Syngenta, FICMA (Fibre Cement Manufacturer Association) rajin datang ke kementerian terkait sebelum pertemuan. Mereka memberikan hasil riset, kajian, bahkan membiayai riset yang dilakukan lembaga negara untuk meyakinkan ada/tidaknya dampak material paraquat, krisotil," jelasnya. Tidak hanya riset dampak penggunaan namun juga riset-riset yang berkaitan dengan nilai ekonomis yang menjadi bahan masukan dari kedua lembaga tersebut kepada kementerian. "Teman-teman silahkan datang dan beri masukan yang sama kepada kementerian terkait," ajaknya secara diplomatis.
Dari penuturan perwakilan delegasi resmi Indonesia tersebut tampak negara Indonesia masih "ragu" terhadap dampak jahat bahan seperti krisotil, dan paraquat khususnya. Dalam kondisi yang demikian maka kata kunci "pengendalian" menjadi andalan untuk mementahkan dampak jahat kesehatan dari penggunaan krisotil. Â Â
Alasan kelompok industri untuk tetap menjauhkan krisotil dan paraquat dari daftar PIC nampak lebih mudah diterima oleh negara. Serapan tenaga kerja, biaya ekonomis pergantian bahan dan mesin, dan alasan produk yang murah untuk mendukung pembangunan lebih menjadi pertimbangan negara ketimbang "baru" adanya sedikit korban yang itupun masih diragukan apakah karena krisotil atau karena amphibole/amosite.
Gerakan Ban-Asbestos nampaknya masih harus melalui jalan yang cukup terjal dan panjang untuk sampai pada keberanian negara Indonesia melarang transaksi asbestos-krisotil dalam bentuk apapun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI