Rabu, 28 September 2016, mungkin adalah hari yang kelam bagi Sri Yono, (44 Tahun). Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan kesehatan paru-parunya di sejumlah rumah sakit, siang itu dia di vonis, Asbestosis oleh dokter salah satu rumah sakit besar di Jakarta.
Bukan perkara mudah memang mengidentifikasi Asbestosis bagi pekerja atau mantan pekerja di industri pengolahan Asbestos. Banyak prosedur pemeriksaan teknis yang harus dilalui.
Kalau rontegen biasa digunakan tenaga medis untuk mengetahui gangguan di paru-paru pasien biasa. Untuk asbestosis jauh lebih rumit dari itu. Prosedur CT Thorax (pemeriksaan CT Scan di dada), hingga cairan paru mesti dilewati untuk memastikan seseorang menderita asbestosis.
Sri Yono mengabdi 25 tahun di perusahaan yang mengolah bahan baku asbestos menjadi kanvas rem, gasket, bantalan kopling dan kebutuhan otomotif sejenisnya di daerah Bogor.
Perusahaannya mungkin tidak menyadari bahwa dampak dari pengolahan asbestos di perusahaannya akan menggerogoti kesehatan para pekerja. Bukan dalam 1, 5 atau 10 tahun. Dampak penyakit akibat asbestos memang baru akan terlihat jauh lebih lama dari menunggu anak mendaftarkan diri di Sekolah Menengah Atas.
Hari-hari setelah menerima vonis dilalui Sri Yono dengan gundah. Namun dia tidak patah arang, dia terus semangat dan mengajak teman-teman pekerja lainnya untuk sadar bahaya asbestos.
Dia juga menjadi satu-satunya pekerja pabrik pengolahan asbestos yang berhasil memperoleh pengakuan dan kompensasi dari BPJS. Walaupun kompensasi yang diterimanya tidak lebih dari pendapatan tidak kena pajak (PTKP) seorang pekerja menengah dengan dua orang anak. Penyakit yang diderita Sri dianggap sebagai "kecelakaan" oleh BPJS.
Kepercayaan banyak orang Indonesia khususnya di kampung-kampung mengatakan ada hubungan erat antara vonis penyakit dan kenyataan makin cepatnya kesehatan seseorang digerogoti setelahnya. Orang yang di vonis hepatitis C, misalnya, akan terlihat makin hari makin kurus sebelum akhirnya terlihat parah.
Sejak di vonis asbestosis, memang Sri Yono tidak tampak melemah semangatnya. Namun kondisi fisiknya makin terlihat bergerak negatif dari kondisi awal. Dia makin sering mengeluh mudah kelelahan dan termegap-megap hanya untuk sekadar berjalan menuju masjid di dekat rumahnya untuk menunaikan Shalat Jumat.
Orang-orang yang biasa berhubungan dan bertemu langsung dengan Sri, melihat perubahan fisik yang cukup tajam dan mengkhawatirkan kondisinya.
Dua-tiga pekan lalu, jelang peringatan hari buruh, Rumyati, istri Sri Yono, mengabarkan bahwa kondisi suaminya memburuk. Napas yang tersengal-sengal, muka yang pucat, dan keluhan Sri Yono yang terus merasa lemas disampaikan. Berikut satu foto yang menunjukan pipi dan leher kanan Sri Yono membengkak besar.