Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mendorong RUU Ketahanan Siber

26 Januari 2018   17:10 Diperbarui: 26 Januari 2018   17:17 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

"The Internet is the largest experiment involving anarchy in history" (Schmidt, Cohen: 2013)

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi disatu sisi menghidupkan banyak aktivitas ekonomi dan sosial yang sebelumnya tidak pernah ada di sebuah komunitas bangsa. Namun pada sisi yang lain, dia juga mengguncang batas-batas tradisional tanpa kendali. Masyarakat digital, atau digital society (Dirk Helbing, 2015) demikian penduduk dunia mengistilahkan societyyang terbangun dengan pesatnya perkembangan digital dan internet saat ini.

Tidak berselang lama dengan pesatnya bisnis teknologi informasi dan komunikasi, negara-negara dunia mulai tersadar perlunya aturan untuk perkembangan dunia digital bagi negerinya. Dimulai dari peraturan untuk mengendalikan Digital War(Charles Arthur: 2013) di dunia bisnis agar perang tidak hanya menyisakan satu entitas produsen dan mengorbankan konsumen. Kini negara-negara di dunia mulai berupaya membangun pertahanan digitalnya dalam bidang sosial-politik. Hal ini didorong oleh perubahan-perubahan prilaku sosial seiring dengan massifnya penetrasi teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat.

Bocornya data intelejen Amerika Serikat dengan tokoh Edward Snowden setidaknya menjadi alasan Jerman mulai berkonsentrasi untuk membangun "specific rules for the infrastructures vital to our society", menurut Klaus Vitt, Kepala Bidang Informasi, Komisi Informasi, Jerman dalam forum ISSE di Berlin tahun 2015. Pada tahun yang sama, Rusia dan Tiongkok memasukkan klausul Digital Sovereignty dalam salah satu kesepakatan yang dibuat dalam kerangka non-aggression elements-nya. Walaupun akhirnya Rusia juga mengalami serangan cyber yang meningkat dari Tiongkok pada 2016 menurut laporan Kaspersky Lab, perusahaan keamanan cyber milik Rusia.      

Di Negara-negara Uni Eropa, Prancis adalah salah satu negara yang terus giat mewacanakan Digital Souverignitydi tingkat kerjasama antar negara. Tiga hal yang menjadi perhatian Perancis adalah; 1) perlunya membangun batas minimum keamanan digital masing-masing negara, 2) penguatan penyedia layanan keamanan cyber yang penting bagi dunia usaha dan sosial, serta, 3) Penguatan kerjasama secara politik dan opeasional dengan membangun CSIRTs (Computer Security Incident Response Teams).

Konsepsi digital sovereignty sendiri di Prancis telah dikenal sejak tahun 2000, dan didefiniskan sebagai "... is control of our present and destiny as manifested and guided by the use of technology and computer networks" oleh CEO Skyrock, Prancis, Pierre Bellanger. Atau jika dialihbahasakan secara bebas konsep kedaulatan digital merupakan kuasa atas masa kini dan tujuan sebuah bangsa yang diarahkan oleh penggunaan teknologi dan jaringan komputer.

Pembahasan kedaulatan digital makin serius dilakukan misalnya seperti yang dilakukan oleh Dewan Nasional Digital Prancis pada 2014. Hal ini dilatarbelakangi oleh makin tingginya ketergantungan masyarakat terhadap GAFA (Google, Apple, Facebook and Amazon) yang menuntut perlunya penerapan perangkat peraturan yang berkesesuaian dengan free movementdan freedom.

Saskia Sassen (2012), Sosiolog Amerika-Belanda, mengatakan bahwa Internet hanyalah satu bagian dari luasnya dunia baru digital yang menetralisir kedaulatan (sovereignty) sebuah entitas negara. Saskia berangkat dari asumsi bahwa Internet dan kedaulatan bukanlah anugerah (given). Keduanya merupakan hal yang dinamis dan dapat berubah. Ekonomi global dan teknologi telah membawa transformasi penting kedalam otoritas negara bangsa.  Karena itu dia menandaskan bahwa yang terpenting dalam wacana internet dan kedaulatan adalah unbundling and partial relocation dari otoritas negara kepada lembaga supra, sub, dan non lembaga negara.      

Dari banyak negara yang telah berkonsentrasi untuk menetapkan dan menerapkan kedaulatan digital,hampir kesemuanya berangkat dari situasi perang ekonomi digital dan ketergantungan negara terhadap sedikit penguasa penyedia jasa digital dunia. Alasan ekonomis menjadi alasan pertama negara-negara tersebut membangun sistem keamanan digitalnya. 

Alasan-alasan politik seperti demokratisasi, keamanan data nasional muncul setelahnya beriringan dengan kasus-kasus pembobolan data penting dan rahasia bagi negara. Berkenaan dengan hal yang terakhir disebut diatas, muncul istilah Balkanisasi Internet seperti yang dilakukan Rusia, China dan Brazil dimana negara mengatur ketat arus internet dinegerinya. Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun