Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selamat Warga Jakarta

20 April 2017   01:01 Diperbarui: 20 April 2017   01:14 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada DKI Jakarta kali ini juga telah banyak mengajarkan warga Jakarta untuk sadar bahwa apa yang terjadi pada dirinya merupakan perhatian hampir seluruh warga Indonesia secara keseluruhan. Anak kecil Jakarta yang dibully karena orang tuanya berbeda pilihan dengan mayoritas di Rawa Buaya juga merupakan perhatian bagi pejabat teras di pemerintahan di Nusa Tenggara Barat. Karena itu, jangan segan untuk berteriak agar se-Indonesia tahu, syukur kalau bahkan mau berbondong-bondong datang untuk membantu.

Bagi warga yang juga tim dan dan pendukung Ahok-Djarot kekalahan ini juga merupakan pembelajaran yang baik untuk terus konsisten memperjuangkan nilai-nilai hidup bersama yang baik bagi sesama.“Some times by loosing the battle, you find a new way to win the war” salah satu posting-an @sahal_as. Kekalahan dalam pertarungan kali ini adalah pelajaran untuk memenangkan demokrasi dan toleransi di masa depan.

Saya teringat sebuah film berjudul “Silence” (2017) yang menceritakan tentang misionaris, Katolik Jesuit, Pater  Christovao Ferreira (dalam Bahasa Jepang bernama- Sawan Ochuan), di Jepang tahun 1633 yang jejaknya dicari oleh 2 orang pendeta muda pemberani Francisco Garupe dan Sebastiao Rodrigues.

Film ini menceritakan “para imam yang hilang” dibuka dengan tampilan seorang Pater dipaksa menyaksikan penyiksaan terhadap warga desa Nagasaki penganut Katolik oleh penguasa daerah. Pater ini dipaksa dengan berbagai cara untuk murtad dari keyakinannya dengan cara menghinakan (menginjak) simbol-simbol agamanya. Tidak tahan terhadap apa yang dilihatnya, sang Pater melakukan apa yang dimau penguasa daerah, ornamen bunda maria di injak sang Pater, dan salib diludahi. Penguasa senang dengan apa yang dilakukan sang Pater, dan banyak warga terselamatkan dari siksaan karena menganut Katolik.

Dalam percakapan dengan pendeta muda pencarinya (Rodrigues yang kemudian diberi nama Okada Sanyemon), Ferreira  berkata “We were taught to love those who scorn us (Kita diajarkan untuk mencintai orang-orang yang mencemooh kita). Pendeta muda menampakkan keheranannya. Sawab Ochuan melanjutkan “Only Our Lord can judge your heart” (Hanya Tuhan yang dapat menilai apa yang ada di hatimu). Sejak kematian Ferreira, Okada Sanyemon (Pater Rodrigues) melanjutkan misi dengan “silence-” nya. Surat penyangkalan keimanan yang dimintakan oleh Penguasa Jepang tidak sulit dibuat Sanyemon demi menyelamatkan banyak orang hidup yang berkeyakinan Kristen.

But even if God had been

silent, my life...to this very

day...everything I do...everything

I’ve done...speaks of Him. It was in

the silence that I heard Your voice.

Film ini mengajarkan tentang penting dan utamanya mempertahankan nilai keimanan ketimbang simbol-simbol keimanan. Memperaktekkan keimanan dalam perilaku nyata lebih bernilai apabila harus mengorbankan lebih banyak nyawa demi simbol-simbol keyakinan. Kekalahan hari ini adalah cara Dia mengajar agar kita menemukan cara lain untuk menjaga keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun