Pilkada DKI Jakarta kali ini juga telah banyak mengajarkan warga Jakarta untuk sadar bahwa apa yang terjadi pada dirinya merupakan perhatian hampir seluruh warga Indonesia secara keseluruhan. Anak kecil Jakarta yang dibully karena orang tuanya berbeda pilihan dengan mayoritas di Rawa Buaya juga merupakan perhatian bagi pejabat teras di pemerintahan di Nusa Tenggara Barat. Karena itu, jangan segan untuk berteriak agar se-Indonesia tahu, syukur kalau bahkan mau berbondong-bondong datang untuk membantu.
Bagi warga yang juga tim dan dan pendukung Ahok-Djarot kekalahan ini juga merupakan pembelajaran yang baik untuk terus konsisten memperjuangkan nilai-nilai hidup bersama yang baik bagi sesama.“Some times by loosing the battle, you find a new way to win the war” salah satu posting-an @sahal_as. Kekalahan dalam pertarungan kali ini adalah pelajaran untuk memenangkan demokrasi dan toleransi di masa depan.
Saya teringat sebuah film berjudul “Silence” (2017) yang menceritakan tentang misionaris, Katolik Jesuit, Pater Christovao Ferreira (dalam Bahasa Jepang bernama- Sawan Ochuan), di Jepang tahun 1633 yang jejaknya dicari oleh 2 orang pendeta muda pemberani Francisco Garupe dan Sebastiao Rodrigues.
Film ini menceritakan “para imam yang hilang” dibuka dengan tampilan seorang Pater dipaksa menyaksikan penyiksaan terhadap warga desa Nagasaki penganut Katolik oleh penguasa daerah. Pater ini dipaksa dengan berbagai cara untuk murtad dari keyakinannya dengan cara menghinakan (menginjak) simbol-simbol agamanya. Tidak tahan terhadap apa yang dilihatnya, sang Pater melakukan apa yang dimau penguasa daerah, ornamen bunda maria di injak sang Pater, dan salib diludahi. Penguasa senang dengan apa yang dilakukan sang Pater, dan banyak warga terselamatkan dari siksaan karena menganut Katolik.
Dalam percakapan dengan pendeta muda pencarinya (Rodrigues yang kemudian diberi nama Okada Sanyemon), Ferreira berkata “We were taught to love those who scorn us (Kita diajarkan untuk mencintai orang-orang yang mencemooh kita). Pendeta muda menampakkan keheranannya. Sawab Ochuan melanjutkan “Only Our Lord can judge your heart” (Hanya Tuhan yang dapat menilai apa yang ada di hatimu). Sejak kematian Ferreira, Okada Sanyemon (Pater Rodrigues) melanjutkan misi dengan “silence-” nya. Surat penyangkalan keimanan yang dimintakan oleh Penguasa Jepang tidak sulit dibuat Sanyemon demi menyelamatkan banyak orang hidup yang berkeyakinan Kristen.
But even if God had been
silent, my life...to this very
day...everything I do...everything
I’ve done...speaks of Him. It was in
the silence that I heard Your voice.
Film ini mengajarkan tentang penting dan utamanya mempertahankan nilai keimanan ketimbang simbol-simbol keimanan. Memperaktekkan keimanan dalam perilaku nyata lebih bernilai apabila harus mengorbankan lebih banyak nyawa demi simbol-simbol keyakinan. Kekalahan hari ini adalah cara Dia mengajar agar kita menemukan cara lain untuk menjaga keyakinan.