Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

K3 Belum Serius Diterapkan, Mari Kenang Perjuangan Buruh

3 Mei 2016   11:48 Diperbarui: 4 Mei 2016   13:20 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlu diingat juga bahwa sejak masyarakat Indonesia menggunakan atap berbahan asbestos tahun 1950 sampai saat ini bahan tersebut masih terus popular dipakai. Tidak hanya untuk atap, sejumlah peralatan seperti pipa, kanvas rem dan fitting listrik dan lain sejenisnya juga menggunakan bahan asbes. Padahal bahan ini sudah terbukti menjadi salah satu penyebab kanker. 

Bahkan lebih dari 57 negara di dunia saat ini sudah dengan tegas melarang penggunaan asbes. Namun Indonesia hingga hari ini sama sekali tidak ada larangan penggunaan Asbes. Bahkan sejumlah perusahaan terus mengimpor dan memproduksi barang dari asbestos dalam bentuk asbes lembaran (atap), kanvas rem dan lainnya.

Dapat terbayangkan betapa akan besarnya jumlah buruh yang bersentuhan langsung dengan asbestos akan menjadi 'calon' korban dari pekerjaan yang dilakukannya. Bahkan sebuah perkumpulan organisasi yang konsern mengadvokasi pelarangan penggunaan asbes mengatakan, Indonesia akan mengalami ledakan korban kanker asbestosis pada 2019-2029. Hal ini merujuk dari pola penggunaan asbestos yang memuncak di Indonesia sejak 2009 dan pengalaman Inggris dan Belanda setelah menggunakan asbes10-20 tahun.

K3 dalam Ancaman Upah dan Waktu Kerja
Upah murah adalah fenomena yang hampir pasti terjadi di semua negara berkembang. Inilah yang juga terjadi di Indonesia. Industri baik itu yang dimiliki bangsa Indonesia maupun didirikan dengan modal multinasional akan selalu didapati membayarkan upah pekerjanya jauh dari layak. Produk hasil kerja yang diselesaikan buruh sangat jauh timpang dengan keuntungan perusahaan yang menjualnya. Upah buruh akan selalu terpaut jauh dari nilai barang hasil kerjanya.

Untuk meningkatkan upah, buruh 'dipaksa' lembur untuk mencapai target keuntungan perusahaannya. Buruh harus bekerja lebih dari 8 jam hanya untuk memperoleh tambahan upah yang tidak akan pernah lebih besar dari pengorbanannya. Buruh pulang dalam kondisi yang sangat kelelahan. Tidak mau kalah, buruh pun berusaha tetap menjaga kesehatannya.

Secara berkelakar, seorang aktivis buruh bahkan berujar, “Kamu minum jamu itu bukan buat badanmu, tapi buat pengusaha”. Kondisi ancaman K3 dari upah dan waktu kerja sangat tepat digambarkan oleh si aktivis buruh tersebut.

Upah yang rendah memaksa buruh untuk memberi waktu kerja lebih dari semestinya. Karena kondisi tubuh yang secara alamiah akan mengalami kelelahan, buruh pun mengkonsumsi segala hal yang dipikirnya akan dapat mengembalikan tenaga kerjanya. Padahal mereka melakukan hal itu tidak lebih dari untuk memberi keuntungan perusahaan melalui target produksi yang dinaikkan.

Maka demikian alih-alih memperhatikan lingkungan kerja, potensi bahaya, bahan berbahaya, dan hal lain terkait K3, buruh pun dipaksa 'buta' terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang semestinya menjadi tanggung jawab perusahaan. Buruh bekerja dibawah ancaman minimnya perlindungan dan tanggung jawab perusahaan atas kondisi kesehatan dan keselamatan kerja mereka.

Bahkan demi dikatakan 'taat K3' perusahaan dengan santainya membebankan pembelian Alat Perlindungan Diri (APD) atas ongkos buruh yang kadang dicicil dari potongan upah. Sedikit lebih baik bagi buruh yang bekerja di perusahaan yang memang menyediakan APD 1 kali saat buruh pertama kali masuk kerja seperti penulis temukan di buruh konstruksi. Jauh lebih banyak perusahaan yang tidak menyediakan APD ketimbang yang hanya menyediakan 1 kali di saat awal buruh bekerja.

kanalsatu-dot-com-57299325e5afbd0d05b20b41.jpg
kanalsatu-dot-com-57299325e5afbd0d05b20b41.jpg
Tanpa perlindungan. Sumber: kanalsatu.com

Buruh datang ke tempat kerja bukan untuk menjual nyawanya. Mereka menjual tenaga untuk keuntungan perusahaan yang sebagian kecilnya dikembalikan dalam bentuk upah. Upah yang buruh terima memang jauh dari perhitungan layak untuk keberlangsungan hidup. Namun sangat tidak pantas perusahaan juga membebani buruh dengan kondisi kerja yang jauh dari perlindungan kesehatan dan keselamatannya. Upah murah sama tidak dapat diterima akal sehat dengan kondisi kerja yang mengancam kelangsungan hidup buruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun