[caption id="attachment_90145" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption]
Hari ini saya membaca sebuah berita di kompas.com berjudul Tragedi Pengacara Buta.
Hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana dokumentasi film mengenai perlakuan pemerintah China kepada sang “pengacara otodidak” bisa sampai pada pihak lain diluar China. Menarik karena hampir memiliki jalan cerita serupa dengan apa yang terjadi pada peristiwa pembantaian di Cikeusik. Ada orang yang mendokumentasikan peristiwa dan menyampaikannya kepada pihak lain. Dua peristiwa yang terjadi berjauhan dan tidak berkaitan namun memiliki satu kesamaan, dokumentasi sebagai alat kampanye perubahan.
Saya teringat sebuah buku “video for change “ yang diberikan sebagai hadiah dari sebuah penerbitan alternatif di Jogjakarta.Buku ini menjelaskan bagaimana mayarakat bisa memulai perubahan melalui video dokumentasinya. Dengan cara yang paling sederhana sekalipun,perubahan bisa dimulai dengan kesadaran dokumentasi.
Hal ini juga yang terjadi pada saat seseorang yang mendokumentasikan peristiwa Cikeusik dan menyampaikannya kepada Andreas Harsono, anggota Human Right Watch, yang kemudian di publikasikan di situs youtube.Dari video itulah dapat diketahui seberapa tinggi kekerasan yang terjadi pada peristiwa tersebut, dan seterusnya menjadi bahan penyelidikan bagi pihak berwenang. Tidak cuma itu, dari video tersebut juga lah terbangun juga solidaritas.
Sadar Dokumentasi
Kita tidak pernah tahu kapan peristiwa “penting” akan terjadi dihadapan kita. Bahkan mungkin kita juga bukanlah orang yang terlalu peka apakah sebuah peristiwa itu penting atau tidak. Banyak peristiwa yang mungkin kita anggap penting namun tidak bagi orang lain begitu pula sebaliknya.
Walau demikian sulitnya menentukan apakah sebuah informasi itu penting atau tidak namun ada hal yang bisa kita lakukan berkenaan dengan ini. Pada prinsipnya, apapun dokumentasi yang kita buat hal itu pasti penting. Penting buat kita atau orang lain baik sekarang ataupun kelak. Tidak ada informasi yang tidak penting. Hanya pilihan media apa yang akan kita gunakan yang menurut hemat penulis akan menentukan penting atau tidaknya sebuah informasi.
Kesadaran membuat dokumentasi memang belum menjadi “hoby” buat sebagian besar kita. Padahal banyak hal yang bisa dihasilkan dari kesadaran membuat dokumentasi.
Dari kesadaran mendokumentasikan “hoby” melakukan perjalanan, seseorang bisa menerbitkan buku dan memperoleh uang darinya. Dari hoby mengutak-atik kendaraan yang diiringi kesadaran dokumentasi ternyata juga bisa menghasilkan buku panduan yang bermanfaat bagi orang lain. Dari kesadaran membuat dokumentasi juga kita bisa mengetahui apa yang terjadi di Cikeusik atau peristiwa lainnya di seluruh belahan muka bumi. Setidaknyadengan kesadaran membuat dokumentasi, kita akan dengan mudah memanggil pengalaman yang pernah kita lalui. Seorang Pramoedya Ananta Toer, tidak akan bisa menghasilkanKronik Revolusi Indonesia jikalau ia tidak sadar pentingnya dokumentasi. Setidaknya hal inilah yang juga menjadikan novel-novel teenlit dapat hadir dihadapan kita. Catatan tentang apa yang terjadi pada gerakan mahasiswa 1966 juga bisa kita nikmati berkatdokumentasi Soe Hok Gie yang diterbitkan oleh teman-temannya.
Media Tepat Manfaat Melipat
Agar dokumentasi dapat memberi manfaat maka perlu memilih media yang tepat. Mulai dari media membuat dokumentasi sampai media apa yang digunakan untuk “berbagi”. Dokumentasi bisa kita buat dikertas, file di komputer, di pita/keping CD atau bahkan file di telepon genggam sekalipun.Hal ini bisa dilakukan dengan carayang sederhana misalnya dengan mencatat, merekam atau bahkan “mengambil” kepingan dari peristiwa yang melingkupi kita. Untuk memudahkan kita dalam mendokumentasikan peristiwa maka diperlukan media penyimpanan yang baik.
Selain media penyimpanan tradisional, kita juga bisa memanfaatkan media-media kontemporer untuk menyimpan dokumentasi. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sekarang ini kita bisa dengan mudah menemukan tempat untuk menyimpan dokumentasi yang telah kita buat.
Bahkan lebih dari itu sambil menyimpan dokumentasi, kita bisa juga menggunakan “media penyimpanan” tersebut sebagai media untuk mempublikasikan dokumentasi yang kita buat. Perlu diingat bahwa sebagus apapun dokumentasi kita buat tanpa penyimpanan yang bagus juga maka tidak akan memberikan manfaat apapun bagi kita dan orang lain.
Sekarang ini kita sudah sangat dipermudah dengan keberadaan internet. Kita bisa dengan mudah menemukan situs yang dapat kita gunakan untuk menyimpan dokumentasi atau sekaligus mempublikasikan hasil dokumentasi yang kita buat. Bahkan media-media jejaring sosial sekalipun sudah memberikan kemudahan bagi kita untuk menyimpan sekaligus menyiarkan hasil dokumentasi kita.
Satu pelajaran yang bisa kita petik dari diunggahnya video Cikeusik dan video “Pengacara Buta” adalah pilihlah media yang sesuai untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Memilih youtube sebagai media untuk menyimpan sekaligus mempublikasikan dokumentasi nampaknya memang tepat untuk membangun “pengetahuan” orang banyak termasuk juga membangun solidaritas.
Dalam hal dokumentasi akan digunakan untuk membantu advokasi maka ada baiknya juga memilih komunikator atau penyampai pesan yang kredibel untuk menyampaikannya. Komunikator ini bisa merupakan perorangan atau lembaga yang kita percaya bisa menyampaikan pesan dengan baik dan menjadi sekutu yang baik.
Karena itu mulailah menjadikan aktivitas pendokumentasian sebagai salah satu hoby baru. Kita tidak pernah tahu kapan dokumentasi itu akan bermanfaat kelak untuk perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H