Mohon tunggu...
Madjid Lintang
Madjid Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa yang masih terus belajar.

Di hadapan Tuhan aku hanya sebutir debu yang tak berarti. Pembelajar yg tak henti belajar, dan seorang hamba Tuhan yang penuh dosa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Riayo" Haji

1 Agustus 2020   11:33 Diperbarui: 1 Agustus 2020   13:02 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat di kampung saya, Kabupaten Empatlawang, Sumatera Selatan, punya istilah sendiri untuk Hari Raya Idhul Adha. Kami menamakannya "Riayo Haji". Secara bebas bisa diartikan sebagai hari raya di bulan haji.

Selain shalat Ied yang merupakan ibadah tidak bisa ditinggal pada "Riayo Haji", pemotongan hewan kurban menjadi hal wajib. Di kampung saya itu, pemotongan hewan kurban menjadi semacam "pesta" rakyat.

Seluruh penduduk desa, tua-muda, lelaki-perempuan, termasuk anak-anak, berkumpul di halaman masjid. Mereka hadir bukan untuk menonton. Ada tugas untuk ibu-ibu dan bapak-bapak selain tukang jagal.

Pada saat pemotongan hewan kurban akan dimulai sebagian lelaki mempersiapkan tungku berukuran besar. Mereka bergotong-royong menyiapkan tempat menanak nasi dan menjerang air panas.

Kayu bakar disusun di bawah tungku besi berkaki tiga dan siap digunakan. Ada dua tungku dan dua kuali raksasa yang dinamakan "kawah" ditaruh di atas tungku dan diisi air.

Satu tungku untuk menggodok air minum, yang nantinya untuk menyeduh kopi dan teh. Tungku yang lain untuk menanak nasi.

Sementara itu kalangan perempuan melakukan pembagian tugas. Ada yang mencuci beras, ada yang mempersiapkan merajang rempah dan bumbu dapur untuk gulai.

Semua kebutuhan memasak hari itu merupakan swadaya atau sumbangan sukarela warga. Ada yang menyumbang beras, garam, minyak goreng, bumbu dapur dan gula, bahkan kayu bakar.

Peralatan memasak berupa tungku besi dan kuali besar (kawah), merupakan pinjaman warga. Ada pula yang meminjamkan gelas dan sendok. Kalau pisau pengiris daging masing-masing membawa dari rumah.

Di bagian lain petugas jagal disaksikan pemilik hewan kurban melaksanakan tugasnya, menyembelih sapi dan kambing yang jadi kurban. Anak-anak dengan riang menyaksikan acara sakral itu. Biasanya anak-anak akan berebutan "torpedo" kambing untuk dipanggang diberi bumbu kecap.

Setelah penyembelihan selesai, hewan-hewan kurban sudah menggelegak tidak bernyawa, maka tugas diambil-alih kelompok lain lelaki untuk menguliti. Mereka juga bertugas memotong dan memisahkan daging dan organ bagian dalamnya.

Setelah daging dan organ-organnya terpisah, lalu ditimbang, dibungkus, dan dibagikan. Tulang dan jeroan diserahkan ke ibu-ibu yang akan mengolahnya menjadi gulai.

Jika nasi sudah matang. Gulai pun sudah jadi, maka seluruh warga pun siap santap siang bersama. Tentu saja diawali doa yang dipimpin seorang ustad.

Itulah "pesta" rakyat tahunan yang menjadi tradisi turun-temurun di kampung kami. Hari itu seluruh desa diliputi suasana gembira ria. Anak-anak bermain bersama dengan riangnya. Para orangtua pun ngobro penuh canda ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun