Presiden Joko Widodo menegaskan tak ada toleransi bagi pengganggu Pancasila.
"Kita ini memiliki norma-norma agama, memiliki etika dan tata krama ketimuran, memiliki budaya yang luhur. Kita harus ingat ini, Pancasila adalah rumah kita bersama, rumah bersama kita sebagai saudara sebangsa setanah air. Tidak ada toleransi sedikitpun bagi yang mengganggu Pancasila," kata Jokowi dalam acara Visi Indonesia di SICC, Bogor, Minggu (14/7/2019).
Pernyataan tegas Presiden Jokowidodo itu patut disambut positif oleh seluruh rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Cukuplah sudah negeri ini dicabik-cabik oleh aksi-aksi kelompok radikal, intoleransi, dan anti-pemerintah. Ibarat sebuah bahtera Negeri ini harus selamat sampai Pulau tujuan, yakni hidup gemah ripah loh jinawi, toto tenteram kerta raharja, baldatun toyibatun wa rabbun ghofur.
Sikap tegas Presiden tersebut tentu saja membutuhkan kekuatan yang maksimal di samping seperangkat peraturan perundang-undangan. Kekuatan dimaksud adalah TNI dan Polri. Dua kekuatan negara ini harus seiring sejalan dan maksimal melaksanakan tugasnya menegakkan NKRI.
Dua unsur kekuatan benteng negara itu harus bersih dari anasir-anasir radikalisme. Seperti kita tahu beberapa waktu lalu Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu mengungkapkan bahwa sejumlah anggota TNI terpapar paham radikalisme.
Untuk bekerja seiring-sejalan mengemban perintah Negara menjaga Pancasila dan menegakkan keutuhan NKRI, TNI dan Polri tidak hanya harus kuat, tetapi juga harus kompak, solid. Tanpa soliditas yang tinggi elemen tertinggi sampai ke tingkat paling bawah, maka kerja TNI Polri akan mengalami distorsi dari dalam.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus memilih figur yang benar-benar sesuai dengan tuntutan keadaan untuk mengemban tugas sebagai pemimpin dan pemegang kendali TNI dan Polri. Jenderal Pol. Tito Karnavian sampai saat ini masih orang yang tepat memegang jawaban Kapolri. Keberhasilannya mengatasi berbagai gangguan keamanan baik kriminalitas, radikalisme, terorisme sudah terbukti.
Jenderal Tito juga berhasil memangun soliditas dengan TNI. Hal itu dibuktikan dari menurunnya konflik antar anggota baik perorangan maupun atas nama kesatuan TNI dan Polri. Dapat pula dilihat dari suksesnya tugas-tugas TNI-Polri yang diemban bersama dalam beberapa moment pengamanan skala nasional, regional maupun lokal.
Pertanyaannya sekarang, apakah Jenderal Pol. Tito Karnavian akan tetap dipertahankan dengan perpanjangan masa jabatannya sebagai Kapolri, mengingat selama ini jabatan tersebut hanya tiga tahun. Kemudian apakah Jenderal Pol. Tito Karnavian bersedia apabila Presiden Jokowi meminta beliau meneruskan masa bhaktinya?
Apabila Jenderal Pol. Tito Karnavian berhenti setelah masa jabatannya habis. Beliau mungkin akan pensiun diri dari dinas kepolisian. Hal itu karena usia Jenderal Pol. Tito belum memasuki masa pensiun.
Kemudian, Presiden harus menyiapkan calon pengganti Jenderal Tito. Salah satu syarat penting dalam menentukan calon Kapolri baru adalah 1. Berpengalaman menumpas terorisme dan separatisme. 2, mampu menjaga soliditas dengan TNI. 3. Berwawasan luas soal kebangsaan dan hubungan antar-lembaga pemerintah/negara. 4, mampu mengurai masalah secara taksis, teknis, dan strategis.