[caption caption="Warna kuning emas mendominasi ornamen di mimbar Masjid Seribu Tiang Kota Jambi."][/caption]Libur kerja satu bulan, merupakan waktu yang cukup panjang dan menjemukan. Untung saja pada saat bersamaan ada undangan pernikahan keponakan di Kota Jambi. Cukup menarik untuk dihadiri, apalagi yang menikahkan anak adalah sepupu yang sudah lama nian tak berjumpa, ditambah lagi yang dinikahkan putra tunggalnya.
“Kapan lagi kau mau menghadiri pernikahan anak aku kalau bukan sekarang,” demikian suara sepupuku dari ponsel. Benar juga. Maka berangkatlah aku ke Jambi tanggal 3 Februari. Pesta pernikahan sang keponakan tanggal 7 Pebruari, masih ada waktu untuk singgah di kampung halaman, Desa Gn. Meraksa Baru, Kecamatan Pendopo Lintang, Kabupaten Empatlawang, Sumatera Selatan.
Perjalanan dari Lampung ke tanah kelahiran memakan waktu 12 jam, menggunakan bus ekonomi yang sempit dan pengap. Dari Bandarjaya berangkat pukul 20.30 WIB, tiba di tujuan esok harinya pukul 10.00 WIB. Perjalanan yang cukup melelahkan.
Setelah bermalam satu malam di kampung, kangen-kangenan dengan sanak family dan teman-teman semasa kecil, tanggal 5 Pebruari pukul 08.00 WIB berangkat ke Kota Jambi. Kebetulan saudar a yang punyak mobil Fortuner meminta aku jadi driver. Alhamdulillah gak keluar ongkos karena jadi sopir pribadi. Kami berangkat ke Jambi konvoi tiga mobil anyar (satu Fortuner, dua Pajero Sport).
Perjalanan dari Pendopo Lintang ke Kota Jambi memakan waktu 8 jam. Perjalanan ini cukup menyenangkan. Jalanan yang kami lewati dari Pendopo Lintang hingga perbatasan Kabupaten Musirawas, Sumsel – dengan Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi, mulus. Jalan-jalan di Sumatera Selatan hingga ke pelosok desa terhampar mulus. Ini berkat kerja serius Gubernur Sumsel Alex Nurdin.
Orang-orang kampung kami sangat bangga dengan Alex Nurdin, karena orangtua beliau M. Noerdin Pandji adalah pejuang kemerdekaan asli anak Lintang yang lahir di Desa Gn. Meraksa Baru, Kecamatan Pendopo Lintang, Kab. Empatlawang. Itung-itung masih sama-sama keturunan Depati Kuris Notoyudo, penguasa Empatlawang pada masa lalu.
Tersesat di Jalan yang Benar
Pepatah kuno “malu bertanya sesat di jalan” ada benarnya. Hal itu terjadi pada kami. Ketika memasuki Kota Sarolangun kami terbuai dengan jalan yang mulus dan lebar, apalagi jalan dua jalur yang membelah Kota Sarolangun dihiasi aneka bunga yang ditanam di pembatas kedua jalur.
Keindahan pemandangan Kota Sarolangun membuat saya lupa belok kanan ketika tiba di perempatan. Di perempatan ini ada tiga jalur keluar kota, yakni belok kanan ke Muara Tembesi (jarak terpendek menuju Kota Jambi, 100 km), belok kiri ke Propinsi Sumatera Barat, dan lurus ke Bangko, Kabupaten Merangin (melalui jalur ini jarak tempuh ke Kota Jambi 225 km).
Keenakan menginjak pedal gas kendaraan kami meluncur lurus ke arah Bangko (jarak tempuh duakali lipat dibanding lewat Muara Tembesi). Untung meskipun salah jalan, kami masih di jalan yang benar, kalau diteruskan sampai juga ke Kota Jambi Cuma memakan waktu lebih lama.
Kendaraan satu lagi Pajero Sport yang dikemudikan Adit nyasar ke arah Sumatera Barat. Saya dan Adit sama-sama belum tahun jalan ke Jambi. Sedangkan kendaraan satu lagi yang dikemudikan Mang Rik sudah meluncur jauh ke arah Muara Tembesi (ini jalur yang benar). Mang Rik sudah biasa bolak-balik Pendopo Lintang – Jambi.
Berkat Penjual Es Dawet
Kami menyadari salah jalan setelah berhenti di tempat penjual es dawet keliling. Entah kenapa tiba-tiba rasa haus menggelitik tenggorokan begitu melihat jualan es dawet di pinggir jalan. Kami berhenti dan seisi mobil langsung memesan es dawet.
Dari hasil ngobrol basa-basi dengan si penjual es dawet barulah kami tahu bahwa kami salah jalan, dan kami sudah meninggalkan Kota Sarolangun sepanjang 50 km. Jika terus juga bisa sampai ke Kota Jambi, tetapi waktunya lebih lama. Akhirnya demi mengejar waktu kami memutuskan putar haluan kembali ke Kota Sarolangun untuk kemudian menuju Muara Tembesi.
Pukul 18.30 kami memasuki Kota Jambi setelah melewati Muara Bulian. Kerlap-kerlip lampu jalan dan gedung-gedung Kota Jambi seakan menyambut kedatangan kami. Malam ini kami istirahat melepas lelah. Belum ada yang bisa kami nikmati karena pikiran focus ingin segera melepas penat.
Selamat Datang di Kota Jambi
Pagi di Kota Jambi, udara segar dan sejuk membuat sekujur tubuh kembali fit. Kota ini damai dan penduduknya ramah terhadap pendatang. Hari ini kami mendapat kesempatan berjalan-jalan menikmati pemandangan kota.
Jambi, nama provinsi sekaligus nama ibukotanya. Kota Jambi memiliki keunikan tersendiri. Destinasi wisata seakan terkumpul jadi satu di kota ini: wisata alam, sejarah, juga wisata belanja semua ada di kota seluas 205,4 km2 ini.
Setiap kali berwisata ke suatu tempat, otomatis Anda akan mencari ikon kota atau landmark kota sebagai latar belakang foto. Tak dimungkiri, ikon kota menjadi salah satu magnet untuk wisatawan.
Di Kota Jambi banyak sekali objek yang bisa jadi ikon. Ada menara Gentala Arasy setinggi 80 meter, ada Masjid Agung Al-Falah yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Seribu Tiang, Jembatan Gantung Pedestrian sepanjang 503 meter, Patung Tari Sekapur Sirih, Kawasan Taman Rimba, Balairung Sari, Jembatan Batanghari I ( Aurduri), Jembatan Makalam, Jembatan Batanghari II, Kawasan Wisata Tanggo Rajo, dan sederet bangunan tua di pusat Kota Jambi.
Pemerintah Kota Jambi memilit menara Gentala Arasy sebagai ikon penanda ciri khas kotanya. Menara Gentala Arasy adalah menara yang dibuat setinggi 80 meter. Menara dengan warna hijau dan kuning yang khas ini terletak di depan Jembatan Pedestrian.
Menara ini dibangun dengan tujuan untuk menarik perhatian wisawatan domestic dan mancanegara. Tak berbeda jauh dengan Monas di Jakarta, Menara ini juga menonjolkan sisi historis Jambi melalui museum dan mini bioskop yang akan menayangkan beragam film dokumenter bersejarah. Bioskop kecil ini berada di dasar menara.
Jika Paris terkenal dengan Eiffel, Kualalumpur dengan Menara Kembar, dan Liberty di New York, maka Kota Jambi punya Menara Gentala Arasy. Lokasi pembanganan Menara Gentala Arasy terletak di Kelurahan Arab Melayu, Kecamatan Pelayangan tepatnya di seberang Sungai Batanghari depan rumah dinas Gubernur Jambi. Pembangunan.
Tak kalah indah dengan Menara Gentala Arasy, Jembatan Pedestrian juga bisa menjadi ikon baru Kota Jambi. Jembatan ini dibangun sepanjang 503 meter dengan lebar 4,5 meter. Jembatan ini sudah dibangun sejak tahun 2012 untuk menghubungkan dua daratan di atas sungai Batang Hari. Dalam proses pembangunannya, jembatan ini menghabiskan dana hampir 90 miliar.
Jembatan Pedestrian dikususkan bagi pejalan kaki. Bentuknya yang menyerupai huruf "S" ini terbentang berkelok-kelok di atas sungai Batanghari. Dengan menyebrang dari jembatan gantung Pedestrian dari depan rumah dinas Gubernur Jambi tersebut, kita langsung bisa sampai ke Menara Gentala Arasy.
Masjid Seribu Tiang
Masjid Agung Al-Falah merupakan masjid terbesar di Provinsi Jambi. Masjid ini juga dikenal sebagai Masjid 1000 Tiang, meskipun jumlah tiangnya hanya 256 buah. Masjid ini terletak di Jalan Sultan Thaha No. 60 Legok, Kota Jambi, Provinsi Jambi, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1971 dan selesai pada tahun 1980.
Bangunan masjid ini memang hanya seperti sebuah pendopo terbuka dengan banyak tiang penyangga dan satu kubah besar di atasnya. Bentuk bangunan dengan konsep keterbukaan tanpa sekat seperti ini menghasilkan konsep ramah. Di rancang sebagai bangunan terbuka tanpa pintu dan jendela, benar benar sejalan dengan nama masjid ini. Al-Falah dalam bahasa arab bila di Indonesiakan menjadi Kemenangan, menang bermakna memiliki kebebasan tanpa kungkungan, mungkin filosofi itu juga yang menjadi dasar dibangunnya masjid ini dengan konsep terbuka. Agar muslim manapun bebas masuk dan melaksanakan ibadah di masjid ini.
Tanah lokasi di mana Masjid Agung ini berdiri, dulunya merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi. Namun pada tahun 1885 dikuasai penjajah Belanda dan dijadikan pusat pemerintahan dan benteng Belanda. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan sejarawan Jambi, Junaidi T Nur, bahwa Mesjid Agung Al falah ini berdiri di lahan bekas Istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifudin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI