Sebuah inovasi dalam sistem kemitraan pertanian di Indonesia berhasil diterapkan di Kalimantan Timur. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Pejabat (PJ) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik.
"Konsep inti plasma untuk kakao ini mungkin contoh yang pertama di Indonesia," puji Akmal saat melakukan penanaman bibit kakao jenis unggul dari Jember, Jawa Timur, di Kebun Kakao OPD G5 Â Blok 5-6 Site Binungan PT Berau Coal, Selasa (29/10/2024).
Biasanya, model kemitraan inti plasma di Kalimantan Timur lebih banyak diterapkan pada perkebunan kelapa sawit. Namun dalam kesempatan tersebut, konsepnya coba diterapkan pada tanaman lain. Perihal ini mengindikasikan bahwa penerapan inti plasma pada komoditas kakao menjadi sebuah hal yang baru dan layak dilakukan di Indonesia.
Konsep inti plasma adalah sebuah model kemitraan antara perusahaan besar (inti) dengan kelompok tani (plasma). Perusahaan besar menyediakan berbagai dukungan seperti bibit unggul, pupuk, teknologi pertanian, dan akses pasar, sementara kelompok tani mengelola lahan dan melakukan budidaya tanaman.
Diakui Akmal, kendala terbesar pengembangan kakao ada pada  pengolahan pascapanen. Maksud dari PJ Gubernur Kaltim itu, masalah pascapanen adalah hambatan utama yang paling signifikan dalam mencapai tujuan pengembangan kakao. Prosesnya meliputi semua kegiatan yang dilakukan setelah kakao dipanen, seperti fermentasi, pengeringan, hingga pembersihan.
Pengolahan pascapanen yang kurang baik mengakibatkan kualitas biji kakao akan tidak seragam, yang mengakibatkan nilai jualnya rendah. Pendapatan petani akan tidak optimal akibat hal tersebut. Padahal, pasar internasional menuntut biji kakao dengan kualitas yang tinggi dan konsisten.
Kehadiran sistem inti plasma untuk komoditas kakao ini tentu saja membuat Pemprov Kaltim sangat senang. Apalagi PT Berau Coal selaku perusahaan tambang begitu terbuka atas konsep ini. Sehingga, mengubah persepsi bahwa pertambangan memiliki sisi keberlanjutan dengan sukses melakukan transformasi ke perikanan, peternakan, dan khususnya pertanian.
"Berau Coal ini perusahaan tambang, tapi sangat peduli dengan perikanan, peternakan dan pertanian, khususnya kakao. Bahkan Berau Coal sudah punya pabrik sendiri dan mengirim produknya ke luar Kaltim," puji Akmal Malik lagi.
Di sisi lain, Direktur Operasional dan HSE Berau Coal, Arief Wiedhartono menyoroti pemilihan tanaman kakao sebagai komoditas unggulan di bekas wilayah operasionalnya. Kakao terpilih karena tanaman ini memang sangat cocok dikembangkan di daerah ini selain karet. Artinya, setelah melalui analisis yang komprehensif, disimpulkan bahwa komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif dalam hal potensi pasar, profitabilitas, atau aspek keberlanjutan.
"Kami masuk untuk membantu petani. Mulai dari proses penyediaan bibit kakao, membeli hasil petani dan membantu memasarkannya," jelas Arief Wiedhartono.