Penyelam bisa dibilang tipikal orang yang bergelut dengan aktivitas luar ruang yang sangat ekstrem. Terjun ke dalam laut, kemudian bertahan di arus laut yang dingin. Secara alamnya, bukan tempatnya manusia untuk hidup. Ujung-ujungnya bisa jadi profesi, malah.
Saya pribadi menganggap aktivitas menyelam hanyalah sebuah hobi. Itu dulu, saat masih menikmati saluran acara televisi. Namun, semenjak adanya gangguan massal internet yang terjadi beberapa bulan lalu, baru saya sadari bahwa aktivitas menyelam itu tidak terbatas bagi pencinta dunia bawah laut.
Ada orang yang secara terampil memiliki kemampuan menyelam di atas rata-rata, kemudian fokus terlibat di dalam pemeliharaan infrastruktur di bawah laut, dan menjadi bagian dari sistem penting di dalamnya.
Infrastruktur komunikasi bawah laut bukan perihal sepele. Membangunnya butuh perencanaan detail, dan anggaran yang super besar. Ada banyak sumber daya, serta material yang musti dilibatkan.Â
Mulai dari membangun pusat data internet, menarik kabel komunikasi yang mencapai hingga ratusan bahkan ribuan kilometer, hingga menara-menara pemancar sinyal.Berkat infrastruktur itu lah, penduduk di dunia dapat menikmati aktivitas tanpa batas melalui layanan data internet.
Begitupun perawatan infrastruktur jaringan internet di bawah laut tergolong mahal. Berkaca pada gangguan massal pengguna Telkomsel dan IndiHome beberapa bulan yang lalu, setidaknya dapat dikalkulasikan seberapa rumit dan besarnya biaya yang dikeluarkan sekali gangguan terjadi.
Gangguan itu bersumber di kedalaman 20 meter dari permukaan laut, dan berada di 1,5 kilometer dari lepas pantai Batam. Pelanggan Telkomsel dan IndiHome panik, dan meluapkan segala keluh kesahnya di media sosial.
Jam berganti jam, hari berganti hari. Lalu muncul sebuah video yang memperlihatkan sebuah kapal teknisi mengapung pada malam hari. Para insinyur dan teknisi tengah mempersiapkan sesuatu. Dan, tepat disitulah seorang penyelam muncul.
Penyelam itu menggunakan scuba diving dan terikat dengan kabel dari kapal. Ia kemudian tanpa ragu terjun ke dalam laut. Di dasar laut itu mereka membongkar-pasang sebuah logam berdiameter besar dengan las.
Munculnya rekaman video itu menjadi pro dan kontra. Banyak yang bersimpati kepada penyelam tersebut. Tapi lebih banyak lagi yang menganggap hal itu sudah menjadi tanggung jawab mereka karena sudah digaji besar.
Cuplikan selisih pendapat antar netizen ini mengungkapkan kehidupan literasi dan penghargaan terhadap profesi yang berlaku di jagat media sosial Indonesia. Rendahnya apresiasi, dan dukungan akan rendahnya budaya membaca menjadi rujukan penduduk dunia maya negeri ini sesak dengan komentar-komentar nirfaedah.
Profesi semacam penyelam beresiko kehilangan nyawa. Saat memasuki air laut yang dingin, para penyelam memiliki kesempatan menderita hipoksia. Suhu dingin di kedalam laut berpotensi memerangkap seseorang untuk kehilangan kadar oksigen pada tubuh.
Kekurangan kadar oksigen ini mengakibatkan sel dan jaringan tubuh tidak dapat berfungsi secara normal. Akibatnya, keluhan dan gejala ektrem terjadi, dengan kemungkinan lumpuh atau kehilangan nyawa.
Resiko lainnya adalah hipotermia. Terlalu berlama-lama di dalam dinginnya air laut mengakibatkan turunnya suhu tubuh secara drastis. Jika sudah mencapai di bawah 35 derajat, seseorang akan sulit bergerak hingga kehilangan kesadaran. Dampak paling berat berupa gagalnya jantung dan otak berfungsi secara normal, serta kematian.
Ada beberapa resiko lainnya para penyelam menjalani profesinya. Resiko kesehatan ini tidak sebesar yang dialami oleh para pekerja kantoran di depan layar monitor, atau penggila gim elektronik yang tengah mengejar poin.
Setidaknya, tubuh para penyelam akan mengalami tekanan air laut. Semakin dalam tubuh mereka menyelam, semakin besar tekanan yang dihasilkan oleh air laut tersebut. Hal ini memberi dampak traumatis pada tubuh, minimal pada bagian telinga.
Ketika penyelam terburu-buru keluar ke permukaan air laut, hal itu juga memberi dampak pada keseimbangan tubuh mereka. Para penyelam akan merasakan pusing, mual, rasa sakit dan berdenging pada bagian telinga.
Selain itu, jika terlalu cepat keluar ke permukaan air dapat mengakibatkan tubuh melepaskan nitrogen dan menghasilkan gelembung udara yang menyumbat pembuluh darah.
 Akibatnya, dada terasa sakit, nyeri pada persendian, dan kesulitan bernafas. Resiko lecet atau luka juga cukup besar. Kontur permukaan dasar laut tidak semulus lantai kantor ataupun rumah. Lantai dasar laut dipenuhi bebatuan dan terumbu karang, serta mahluk-mahluk laut bergigi dan berduri tajam.
Konflik akibat terhambatnya pelanggan atas data internet tidak sepantasnya merendahkan para penyelam. Mereka memiliki tanggung jawab yang nilainya tidak dapat diukur dengan uang.
Video yang hadir di media sosial tersebut seharusnya menjadi bahan edukasi yang tepat. Tidak hanya penyelenggara jaringan internet Indonesia saja yang rentan akan gangguan massal. Di seluruh dunia pun memiliki problem infrastruktur yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H