Bisnis bukan sebuah kegiatan biasa. Selain diperlukan sebuah keberanian dan modal, bisnis juga membutuhkan kemampuan matematis, interaksi, dan prediksi di lapangan.Â
Sejatinya berbisnis itu memaksimalkan potensi yang ada di dalam diri pelakunya. Maka tidak salah jika Rasulullah SAW menganjurkan pengikutnya untuk terjun ke dunia bisnis, meski kecil-kecilan. Hal ini sebagaimana sabdanya di hadits riwayat Imam Ahmad bahwa umatnya untuk melalukan perdagangan karena di usaha itu terbuka 90 persen rezeki di dunia.
Yang paling sulit adalah menciptakan tren sosial. Sedangkan strategi berdagang yang mudah adalah mengikuti tren permintaan masyarakat. Seperti halnya di bulan Ramadhan ini.Â
Hidup di negeri dengan mayoritas muslim seperti di Indonesia akan mudah kita dapatkan bentuk usaha. Permintaan masyarakat akan semakin beragam. Contoh yang paling kasat mata adalah maraknya masyarakat untuk membeli makanan berbuka di pinggir jalan. Bahkan ketika pandemi berlangsung, permintaan makanan - khususnya makanan beku - tetap berjaya melalui aplikasi digital.
Pernah saya mendatangi salah satu penyedia makanan beku berbentuk pisang molen di Bekasi, Jawa Barat. Usahanya memiliki cerita ramadhan nya sendiri. Di saat orang-orang enggan keluar rumah akibat wabah Covid-19 melanda, usahanya justru mengalami peningkatan omzet.
Awalnya ia akui sempat memulangkan seluruh pekerja di hari-hari pertama pengumuman kasus positif Covid-19 di Indonesia. Namun permintaan malah semakin meningkat. Mau tidak mau sang pemilik usaha mempekerjakan kembali ibu-ibu binaannya. Usahanya itu pula mendatangkan rezeki bagi kurir aplikasi daring maupun warga sekitar.
Skill bisnis terbangun sebagiannya melalui teori, dan sebagian besarnya melalui pengalaman. Setidaknya itu yang saya percayai. Memiliki usaha kecil di bidang pengadaan produk herbal membuka wawasan saya di dalam berinteraksi sosial pada awalnya. Kemudian saya belajar tentang mengatur keuangan. Setelahnya lanjut menentukan harga yang sekiranya tepat dan menjajakan barang dagangan.
Kepercayaanlah yang membuat pelanggan dari kalangan manapun datang membeli secara berkelanjutan. Rezeki memang di tangan Tuhan, tapi trust dibangun justru dari si pedagang terlebih dahulu.
Beberapa bulan menjalani usaha "Herbal Gayo" saya menyimpulkan bahwa pedagang dengan trust baik memiliki kesempatan sukses 80 persen. Selebihnya adalah memperbaiki teknik dan mengenal aturan yang berlaku bagi usaha yang tengah dijalani.
Memasuki Ramadhan ini, layanan toko "Herbal Gayo" memasuki tahap seratus persen online. Aplikasi chatbox mulai didatangi permintaan. Persoalan penting adalah memilih jasa kurir yang dipercaya.Â
Baru-baru ini saya coba membuka diri dengan jasa kurir selain langganan sebelumnya. Sebagai sesama pebinis saya justru kecewa dengan pelayanan yang diberi. Akibat telat sehari, kurma ruthob pesanan pelanggan saya mengalami proses matang berlebihan.
Jasa langganan kurir sayasebelumnya bernama JNE. Beberapa kali menitipkan pesanan, kedatangan mereka selalu tepat waktu. Kurirnya juga jarang bolak-balik mengkonfirmasi lokasi langsung ke saya. Tiba-tiba saja barang sudah sampai. Pengalaman kerjasama yang menyenangkan seperti ini tampaknya akan saya pegang di Ramadhan ini.
Ramadhan merupakan bulan pembelajaran bagi umat manusia memberi kebahagiaan kepada sesama dengan kebaikan, dalam bentuk yang telah digariskan Tuhan. Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H