Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kegelisahan Generasi 90-an, Sebuah Resensi

3 Januari 2021   15:38 Diperbarui: 3 Januari 2021   15:50 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegelisahan adalan makanan sehari-hari rasa sepi yang dipertontonkan | dok. Visinema Pictures

Kegelisahan adalah makanan bagi rasa sepi. Keadaan di mana tidak ada lagi yang dapat dijadikan tempat untuk berbagi dan terisolasi akibat ketidakhadiran seseorang untuk saling memahami.

Secara harfiah, kesepian adalah suatu reaksi emosional dan kognitif berbentuk kegelisahan subjektif, yang dirasakan pada saat suatu hubungan sosial kehilangan ciri-ciri pentingnya baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Rahman : 2013).

Ciri-ciri kegelisahan akibat rasa sepi ditunjukkan dengan keinginan melakukan hal-hal nekat, cepat merasa jenuh, menjauh dari lingkungan sosial sehingga tampak tak bersahabat, mudah dilukai secara emosional, hingga ke tingkat mengutuk diri sendiri.

Berbagai indikator rasa sepi itu kemudian disajikan dalam sebuah karya sinema layar lebar berjudul Generasi 90an : Melankolia. Film yang disutradarai oleh M. Irfan Ramli itu mengilustrasikan karyanya dalam tone gelap penuh kehampaan.

Sinopsis

Indah (Aghniny Haque) yang lahir sebagai gadis over-active berperan sebagai pemersatu keluarga. Ia menjadi kebanggaan ayah dan ibu. Ia juga role-model bagi adiknya, serta menjadi sahabat terpercaya bagi Sephia, temannya. Suatu ketika Indah merelakan jadwal wawancara kerjanya untuk diatur ulang demi acara kelulusan sang adik, Abby, yang diperankan oleh Ari Irham.

Singkat cerita, Indah diterima bekerja di lembaga kemanusiaan dan berangkat menggunakan pesawat yang beberapa jam setelahnya hilang dari pantauan radar.

Kecelakaan pesawat yang ditumpanginya berdampak kepada kondisi mental orang-orang terkasih. Bangunan kekerabatan yang dibangun Indah mengalami goncangan hebat, terutama bagi Abby yang selama ini dekat dengan kakaknya tersebut.

Masing-masing orang yang pernah menjadi bagian dalam kehidupan Indah hidup di dalam dunianya sendiri. Mereka berupaya menghapus kesedihan dan menutupi kegelisahan dengan pura-pura bersikap tegar. Dipengaruhi depresi, tindakan tiap karakter berdampak pada karakter lainnya. Kekusutan cerita pun dimulai saat itu.

Tembang Memori

Sebagaimana judulnya, "Generasi 90an: Melankolia" menyajikan segala hal yang populer di era menjelang tahun milenium. Mulai dari perkakas, perangkat elektronik, hingga dunia hiburan, dan karya lagu anak bangsa tahun 1990-an hadir di sini.

Tembang "Begitu Indah" yang dipopulerkan oleh Band Padi, "Sephia" dari Sheila on 7, dan "Cinta Kan Membawamu Kembali" dari Dewa 19, menyentak ingatan dan menggerakkan mood penonton.

Ketiga lagu kenangan zaman 90-an itu tema dari masing-masing plot. Seperti halnya ketika saya mendengar lagu "Sephia" hasil aransemen ulang yang tampak klop dengan adegan yang diiringinya.

Film lokal pertama yang ditayangkan semenjak tutupnya bioskop akibat pandemi itu minim air mata. Kesedihan diekspresikan melalui gerak tubuh dan mimik wajah. Sang sutradara mengekspos habis-habisan tiap karakternya dengan extreme close-up seakan kesedihan itu terjadi dekat di depan mata penonton.

Sang sutradara dengan detail menggambarkan para karakternya yang kesulitan mencurahkan rasa kehilangan orang tersayang. Dimulai dengan kesunyian, depresi, hingga tindakan nekat, dan denial.

Resume

Satu jam tiga puluh satu menit saya tonton hanya lagu kenangan 90-an serta ekspresi kegelisahan karakter film adaptasi buku karangan Marchella FP ini yang menyisakan bekas.

Tapi setidaknya saya dapat menilai bahwa "Generasi 90an: Melankolia" bukanlah film keluarga. Karena film ini tidak mengeksplorasi mental sang ayah yang kehilangan pengaruh sebagai kepala keluarga, atau sang ibu yang larut dalam kegelisahan.

Tayang bertepatan pada Hari Ibu, film ini justru mempertontonkan Abby yang tengah mengalami pubertas di tengah upayanya memenuhi kekosongan jiwa akibat kematian sang kakak.

Penonton seperti saya selalu menanti-nanti alasan kenapa sesuatu terjadi di dalam setiap adegan film drama. Saya yakin penonton lain juga memiliki pendapat sama. Dan klimaks cerita ini dihiasi nuansa pubertas oleh pemeran utama, lalu selesai begitu saja tanpa makna berarti.

Saya pribadi mengapresiasi keberanian Rumah Produksi Visinema Pictures yang berani menghibur penonton layar lebar Indonesia meski pandemi masih membayang-bayangi negeri. Semoga dengan hadirnya film ini dapat menjadi jaminan berkembangnya industri film Indonesia di tengah masa sulit. 

Tulisan ini dikembangkan dari blog berjudul sama oleh Sandzarjak.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun