Di era bisnis modern, persaingan usaha adalah perebutan citra masyarakat. Artinya, pikiran manusia menjadi ladang para pebisnis untuk memonopoli ingatan konsumen. Maka dari itu, Yayasan Lentera Anak melakukan survey terhadap lebih dari 514 peserta yang terlibat di dalam audisi olahraga yang diadakan Djarum. Sebanyak 350 responden, atau setara 68 persen mengintepretasikan nama Djarum sebagai brand image produk rokok. Artinya, kegiatan tersebut masih mumpuni melegitimasi nama brand mereka sebagai produk rokok di dalam ingatannya.
Lebih agresif lagi, Djarum sebagai sebuah logo dicetak sangat besar pada bagian depan kaos peserta. Lentera Anak juga melakukan perbandingan dengan nama "Indonesia" yang digeser ke belakang punggung kostum sehingga tampak kerdil - terabaikan akibat tertutup nomor peserta. Seakan-akan nama negara menjadi tidak penting di dalam ajang audisi yang melibatkan anak-anak negeri.
Pertarungan bisnis modern memang tentang menguasai pikiran konsumen. Maka berduyun-duyunlah panitia audisi mewajibkan peserta menggunakan kaos yang sangat identik dengan tampilan bungkus rokok. Anak-anak pun menjadi sebuah "bungkus rokok berjalan".
Saat audisi berlangsung, anak-anak itu berlaga mengasah bakat. Namun tanpa sadar, badan mereka telah dimanfaatkan produsen rokok agar para penonton audisi terus terpapar brand rokok mereka. Anak-anak itu pun menjadi marketing produk untuk memperkuat awareness produk; yang ujung-ujungnya berdampak pada jumlah pembelian produk.
Arti "dieksploitasi secara ekonomi" dijabarkan pada pasal 66, yakni "tindakan dengan atau tanpa persetujuan  Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil".
Pasal di dalam Undang-Undang tersebut sebenarnya berlaku kepada seluruh brand produk manapun. Ironisnya, produk rokok yang jelas-jelas disepakati tidak memiliki keuntungan bagi kesehatan masyarakat ikut ambil bagian mengeksploitasi peserta anak-anak, bahkan semenjak dari pengertian paling dasar : "dilarangnya produk tembakau mempromosikan diri melalui anak-anak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H