Awal tahun selalu menjadi waktu di mana kita ingin merealisasikan resolusi pada tahun sebelumnya. Artinya bahwa, masa depan musti digapai dengan penuh positif meski banyak hal terlewat di masa lalu. Begitu juga bagi saya yang agak terlambat karena satu dan lain hal, sehingga resolusi itu baru didapat setelah menonton Keluarga Cemara bersama teman-teman Tau Dari Blogger (TDB).
Pada Kamis, 3 Januari 2018, kami memenuhi barisan tempat duduk yang disediakan oleh bioskop XXI Blok M Square. Layar belum terlalu terkembang ketika saya naik ke barisan kursi C-15. Tayangan iklan memenuhi dinding layar, dan beberapa penonton yang membawa anak-anak berdatangan. Suasana ini membuat saya merindukan keceriaan anak-anak Lombok Utara yang begitu menginspirasi.Â
Scene awal Keluarga Cemara tampil agak telat dari jadwal yang seharusnya. Namun, diawal tayangan itu saya mulai menangkap pesan yang sangat krusial : perasaan anak-anak sangat lah berharga.
Sinopsis
Film Keluarga Cemara memulai kisahnya lewat adegan para gadis bergerak lincah di atas panggung. Modern Dance ditampilkan sedemikian bagus, sehingga mengangkat euforia penontonnya. Tapi tidak bagi salah satu dari keempat gadis itu. Sudut matanya menatap bangku kosong yang seharusnya diisi oleh sang ayah.
Aplaus dan teriakan ibu serta gadis kecil yang memanggil-manggil namanya seakan tak sempurna malam itu. Ia pun mendesah kecewa.
Potongan kisah berikutnya, Abah dan Emak (diperankan Nirina Zubir) berdiskusi serius di ruang keluarga. Sebuah piala besar berdiri di samping kursi Abah yang terus-menerus meminta maaf dan memberikan alasan.
"Nanti Abah bicara sama Euis," janjinya.
Sebuah janji yang tak pernah terealisasi, bahkan saat perayaan ulang tahun Euis (diperankan Zara JKT48) dilangsungkan.Â
Pada dasarnya, sang Abah (diperankan Ringgo Agusrahman) memiliki masalah genting di perusahaannya. Perihal ini yang menyebabkan ia tak sepenuhnya ada untuk keluarga.Â